Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Lainnya - Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

“Krampus”, Teror di Tengah Natal yang Tidak Lagi Sakral

25 Desember 2020   16:41 Diperbarui: 27 Desember 2020   19:57 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Universal Pictures via tvguide.com

Liburan Natal sangat cocok untuk dihabiskan bersama keluarga. Kendati pandemi yang memaksa kita untuk di rumah aja, menonton film bersama tentu bisa menjadi pilihan alternatif saat keadaan memaksa kita untuk tidak bisa pergi ke mana-mana.

Bosan dengan Home Alone dan Charlie and The Chocolate Factory, atau menginginkan film bertema Natal, namun dengan nuansa yang berbeda, horor misalnya, mungkin Krampus bisa menjadi tontonan yang pas.

Drama horor berbalut komedi yang dirilis pada tahun 2016 ini memberikan kita gambaran lain dari Natal yang biasanya dipenuhi keceriaan.

Spoiler alert!

Sinopsis
Rasa frustrasi terhadap pertengkaran bersama sepupunya di malam-malam menjelang Natal memenuhi batin anak lelaki bernama Max.

Hal itu membuatnya kehilangan semangat dan keinginan untuk merayakan Natal. Ia beranggapan bahwa Natal sudah tidak lagi sakral.

Kepercayaannya yang memudar itu tanpa sadar membangkitkan sosok iblis bernama Krampus. Hal-hal yang mengerikan tengah mengincar keluarganya.

Alur
Beberapa hari menjelang Natal, terlihat orang-orang berbondong menyerbu sebuah toko swalayan di salah satu mal. Suasana digambarkan ricuh dan ripuh. Seolah-olah, potongan harga yang ditawarkan toko itu setara setetes darah atau luka-luka. Keadan kaos yang terasa mencoreng keceriaan Natal.

Sumber: Universal Pictures via geekgirlauthority.com
Sumber: Universal Pictures via geekgirlauthority.com
Bocah lelaki bernama Max dan saudara perempuannya, Beth, bersama orangtua mereka baru saja pulang dari toko itu. Max mengeluhkan lebam yang didapatkannya usai turut berdesakan di tempat tersebut. 

Di sisi lain, ibunya, Sarah, mengabarkan bahwa keluarga mereka, yaitu Howard dan Linda bersama anak-anaknya akan berkunjung ke rumah untuk menyambut Natal.

Mendengar hal tersebut lantas membuat Max dan Beth tidak senang, terlebih akan kehadiran anak-anak Howard, yang menurut mereka sangat nakal.

Setibanya mereka di rumah keluarga Max dan setibanya waktu makan malam bersama, salah satu anak Howard, Stevie, mengambil buku curahan hati Max yang menceritakan anggapannya terhadap Natal yang perlahan sudah kehilangan makna.

Sumber: Universal Pictures via https://www.nzfilm.co.nz/media-collections/krampus-behind-scenes
Sumber: Universal Pictures via https://www.nzfilm.co.nz/media-collections/krampus-behind-scenes
Di atas meja makan, Stevie membaca kalimat-kalimat yang dituliskan oleh Max dengan cukup kencang sehingga membuat Max kesal dan bertengkar dengan sepupunya itu.

Makan malam berakhir untuk Max. Ia masuk ke dalam kamar dan menuliskan permohonan pada secarik kertas yang ia tujukan untuk Sinterklas.

Max memasukkan suratnya ke dalam amplop, tetapi tidak berselang lama ia berubah pikiran dan merobek-robek surat itu.

Robekan surat ia hamburkan lewat jendela. Namun, seolah melawan gravitasi, robekan-robekan tersebut malah melayang dan terbang ke atas, kemudian hilang ditelan langit.

Salju tiba-tiba turun dengan lebat. Cuaca mendadak berubah. Langit gelap. Listrik di kota serentak padam. Suasana tampak mencekam.

Di keesokan harinya, keadaan masih belum berubah. Orang-orang di rumah keluarga Max mulai panik. Natal akan tiba tanpa cahaya. Beth ingin memastikan apakah hal yang sama juga terjadi di rumah pacarnya. Ia hendak pergi ke sana seorang diri. Meski sempat dilarang oleh orangtuanya, ia akhirnya mendapatkan izin dengan perjanjian ia akan kembali dalam satu jam.

Dalam perjalanan ke rumah pacarnya, Beth merasa bahwa hal janggal sedang terjadi. Hari tiba-tiba berubah menjadi malam. Kota sangat sepi. Tidak terlihat adanya aktivitas ataupun suara-suara yang terdengar.

Sumber: Universal Pictures via tvguide.com
Sumber: Universal Pictures via tvguide.com
Di kejauhan, di atas genteng salah satu rumah di pinggir jalan, ia melihat sesosok besar aneh bertanduk yang sedang memantaunya. Beth berusaha kabur darinya, tetapi makhluk itu mengikutinya sangat cepat dengan melompat dari atap ke atap.

Beth menemukan sebuah mobil yang terparkir dan memutuskan untuk bersembunyi di bawah kolongnya.

Makhluk itu masih mencarinya. Saat makhluk tersebut tiba di sekitar mobil, Beth melihat kakinya yang tampak seperti kaki rusa. Beth berusaha untuk tidak berteriak. Namun, ketika ia melihat sekeliling, ia menemukan kotak aneh. Dari dalam kotak tersebut keluar mainan hidup yang berusaha merenggutnya.

Di dalam rumah, keluarganya cemas menunggu. Sudah satu jam berlalu. Beth tidak kunjung kembali. Ayahnya, Tom, bersama Howard akhirnya berupaya untuk menyusul Beth.

Dalam perjalanan menembus badai salju, Tom dan Howard menemukan truk terbengkalai dengan kaca yang pecah. Menyadari ada hal yang tak beres, mereka segera melanjutkan pencarian sambil menyiapkan senjata.

Sesampainya di rumah kekasih Beth, mereka mendapati keadaan yang porak-poranda. Kekacauan yang seolah menandakan bahwa rumah tersebut sudah diterpa badai atau sesuatu yang lebih buruk.

Alih-alih menemukan Beth, mereka malah menemukan tanda-tanda aneh. Tanda itu berupa jejak rusa yang besar. Mereka kebingungan karena tidak ada rusa yang berjalan hanya dengan dua kaki.

Tom dan Howard pun kembali melanjutkan pencarian di luar, tetapi kaki Howard tiba-tiba ditarik oleh sesuatu ke dalam salju. Tom menyelamatkannya dengan menembak sesuatu yang bersembunyi di dalam salju tersebut.

Di dalam rumah Max, orang-orang semakin cemas. Kemudian ada yang mengetuk pintu dengan kencang. Dari luar, Tom dan Howard pulang tergopoh-gopoh.

Mereka menceritakan kejadian-kejadian mengerikan tersebut dan meminta semuanya untuk meningkatkan pengawasan dalam kegelapan yang masih menyelimuti.

Di tengah malam, ketika semua orang telah terlelap, dan api unggun yang padam, sesuatu berbentuk kail dengan kue jahe turun dari atas cerobong asap.

Seorang anak Howard terbangun dan memakan kue tersebut. Tanpa ampun, ia ditarik ke atas. Semuanya terbangun dan suasana berubah gaduh, namun tak ada yang mampu menyelamatkan Howie Junior.

Sesaat api dinyalakan, Omi Engel, neneknya Max bercerita bahwa hal yang sama juga pernah terjadi kepadanya dulu.

Pernah ada sesosok makhluk mengerikan datang untuk meneror dan menculik orang-orang di malam Natal. Makhluk yang disebut Krampus itu muncul atas dasar kekecewaan anak-anak terhadap kebahagiaan Natal yang hilang. Dari kejadian tersebut, ia adalah satu-satunya yang selamat.

Sumber: Universal Pictures via https://www.moviehousememories.com/krampus-2015-summary/
Sumber: Universal Pictures via https://www.moviehousememories.com/krampus-2015-summary/
Tidak menghiraukan cerita itu, Howard bermaksud untuk keluar demi mencari anaknya. Namun tidak jauh dari rumah, makhluk-makhluk aneh sudah menunggunya di luar. Howard mengurungkan niatnya.

Ketika Max memeriksa daerah di sekitar rumahnya dengan teropong, ia melihat sosok besar aneh bertanduk yang tengah mengawasi rumahnya. Di waktu yang berdekatan, dua anak Howard lainnya berjalan di bagian loteng rumah untuk ke kamar mandi.

Keduanya diserang oleh sesuatu. Mereka berteriak. Semua orang terkejut dan menuju ke sumber suara.

Sumber: Universal Pictures via https://www.moviehousememories.com/krampus-2015-summary/
Sumber: Universal Pictures via https://www.moviehousememories.com/krampus-2015-summary/
Di tempat itu, mereka melihat anak-anak tersebut dimakan oleh mainan badut yang hidup. Mainan mengerikan itu kabur saat ditembak. Semuanya kembali berduka.

Di atas loteng pertarungan dengan para mainan hidup kembali terjadi. Makhluk-makhluk aneh yang lain kembali bermunculan. Keberuntungan masih memihak mereka sehingga masih bisa bertahan dan kembali berkumpul di ruang bawah. Namun, boneka badut pemangsa itu kembali muncul lewat langit-langit yang jatuh.

Dari luar jendela, makhluk-makhluk asing lainnya menerobos dan siap menyerang. Satu persatu makhluk-makhluk tersebut membawa anggota keluarga mereka. Howard turut menjadi salah satu korban.

Secara aneh, makhluk-makhluk mengerikan itu memilih untuk pergi. Suasana kian menegangkan. Itu adalah tanda-tanda kemunculan Krampus.

Nenek Max mengorbankan diri demi mengulur waktu dan meminta semuanya untuk pergi. Krampus muncul dari cerobong asap. Nenek Max diserang oleh mainan-mainan hidup yang ada di dalam kantong Krampus.

Iblis itu tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai Max dan orangtuanya. Mereka pun gugur satu persatu hingga hanya menyisakan Max seorang diri.

Krampus mendekati Max, ia menjatuhkan lonceng dan catatan yang berisi keluhan Max perihal Natal yang kehilangan maknanya kepada Santa. Setelah itu, ia pergi meninggalkan Max.

Sumber: Universal Pictures via nypost.com
Sumber: Universal Pictures via nypost.com
Max berusaha menyusul Krampus. Sesampainya dihadapan Krampus, Max berteriak dan menyampaikan keinginannya untuk mengembalikan semuanya. Ia melemparkan lonceng yang ditinggalkan Krampus ke atas permukaan tanah bersalju.

Tanah bergetar, dan kemudian terbelah. Max mendekati Krampus, namun keinginan tersebut tidak didengar olehnya. Max dilempar ke dalam lahar api yang muncul dari belahan tanah tersebut.

Max lantas terbangun di pagi yang cerah. Keluarganya utuh kembali. Dalam perayaan Natal yang khidmat ia meyakini bahwa segala rentetan kejadian tersebut hanyalah mimpi buruk.

Ketika Max dan keluarganya berkumpul untuk membuka hadiah Natal, Max kaget sewaktu ia mendapatkan lonceng Krampus dari dalam salah satu kotak tersebut.

Seketika kejadian teror di malam itu kembali ke dalam ingatan mereka. Semuanya bukanlah mimpi. Itu adalah kenyataan yang kini membuat mereka terkurung dalam salah satu dari banyaknya bola kristal mainan yang dikoleksi oleh Krampus.

Sumber: Universal Pictures via http://texaspodcastmassacre.com/reviews/030-krampus-rest-in-peace-dhl-guy/
Sumber: Universal Pictures via http://texaspodcastmassacre.com/reviews/030-krampus-rest-in-peace-dhl-guy/
Ulasan
Menawarkan kengerian yang dibumbui komedi santai, drama horor ala Michael Dougherty ini juga memberikan nilai-nilai sosial yang dekat dan kerap kita temui di kehidupan.

Keindahan berbagi di hari-hari menjelang Natal ditampakkan perlahan terkikis seiring meningkatnya budaya konsumerisme dalam diri manusia.

Seperti yang diperlihatkan di awal film, ketika orang-orang berjejal dan saling sikut dalam sebuah toko hanya untuk mendapatkan barang-barang sebagai kado Natal.

Mengangkat folklor rakyat Jerman, Dougherty mendapat tantangan tersendiri untuk membawa kesan kengerian Krampus ke depan mata orang-orang yang pernah dan tidak pernah tahu visual The Christmas Devil.

Pada dasarnya, kedekatan Krampus dengan penonton cukup mudah terjalin mengingat suasana kumpul Natal yang menjadi rutinitas orang-orang di berbagai belahan dunia ditampakkan secara cukup realistis.

Dari perbincangan ringan yang mengalir hingga konflik antar anak-anak yang mudah untuk ditangkap. Bahkan bagi orang-orang non-kristen, mereka bisa menyatu dengan situasi-situasi yang dialami oleh tokohnya.

Seperti Max dan Beth dengan perasaan kesal terhadap sepupunya dan orangtua mereka dengan dilema di tengah suasana keluarganya. Di setengah jam pertama, Krampus masih berfokus dalam konflik internal keluarga tokoh-tokoh tersebut.

Sang Sutradara tidak terburu-buru untuk melemparkan teror. Krampus mengulur emosi untuk tidak terlalu klimaks. Gebrakan teror ditampilkan secara perlahan-lahan untuk menyelipkan pesan menyoal semangat Natal yang ditawarkan. Namun, ketika kengerian dilepas, di saat itulah film mengajak penonton untuk menggila.

Tingkat keseraman yang diperoleh memang tidak serta-merta membuat penonton melompat kaget. Tidak. Fantasi yang disajikan Dougherty sedikit lebih halus lewat teror kotak mainan, boneka beruang, kue jahe yang mengamuk, dan boneka badut pemangsa dengan gigi tajam yang mendadak hidup. Pemandangan yang ditonjolkan tersebut adalah kejutan yang istimewa.

Kendati tidak mencapai potensi maksimal untuk masing-masing genre yang dijanjikan, Dougherty mampu mengombinasikan drama, horor, dan komedi sampai di titik konklusi yang kembali ke dalam hangatnya suasana Natal, tetapi dengan sebuah tanda tanya yang menggantung bagi tokoh utama dan kilatan kesadaran pada tokoh lainnya.

Menonton film yang menutup kisah dengan ambiguitas atau unexpected ending bagi saya secara pribadi adalah kepuasan tersendiri selama keambiguan tersebut tidak terlalu memaksa serta masih bisa saya lacak benang merahnya. Kesan seperti itu akan memberi saya perasaan turut menjadi pemberi konklusi yang konkret.

Sebagai sebuah tontonan, Krampus bagi saya berhasil menjelma sebagai sajian keluarga, yang meskipun horor, namun tetap terasa hangat, dekat dan tentunya layak dipertimbangkan untuk menjadi salah satu film dalam menemani libur Natal yang pandemi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun