Malam ini pengarang kita sedang duduk di depan komputernya. Tentunya dengan wajah tololnya. Bermaksud untuk menulis esai dari kegiatan talkshow  yang semalam dia ikuti.Â
Cukup lama dia duduk sambil memakan kacang. Namun komputernya belum juga mau menyala. Dia sempat menyalak seperti anjing yang galak. Kemudian tertawa geli sesaat dia sadar bahwa dia belum menekan tombol "on" dari komputer tersebut. Sesudahnya, dia tekan tombol itu sambil berharap  cemas agar komputernya tidak berhenti di logo windows.
Sekitar lima menit, komputer pengarang kita akhirnya sudah benar-benar menyala. Dia bisa bernafas lega. Namun ketika dia menggerak-gerakkan mouse-nya, komputernya mengalami hang parah. Gambar jam pasir di layar monitornya terus berputar tiada henti. Pengarang kita marah. Dia kembali menyalak seperti anjing yang galak.
"Komputer *suuuuu," katanya sambil menekan lama tombol "on", yang artinya dia sedang mematikan komputernya dengan paksa.
Pengarang kita emosi. Komputer tuanya ini masih suka berulah. Namun jauh di dalam hatinya, pengarang kita sangat menyayangi komputernya seperti halnya dia menyayangi setiap kenangan di dalam hidupnya.Â
Yang sudah memberinya banyak inspirasi untuk menulis cerita tentang patah hati, atau puisi-puisi sedih yang sering dia posting di internet. Lebih tepatnya di kompasiana, hingga kadang-kadang para pembaca merasa amat kasihan dengan pengarang kita ini. Bahkan mungkin tidak sedikit yang beranggapan bahwa pengarang kita ini adalah makhluk paling menyedihkan di muka bumi.
Tapi pengarang kita selalu beralasan bahwa hal-hal yang dia tulis sebenarnya hanyalah fiksi semata.
Pengarang kita kembali dengan komputernya. Dia nyalakan lagi benda rongsokan itu. Terdengar bunyi "bip" yang yang menandai bahwa komputernya sudah menyala. Â Dia kembali mencoba menggerak-gerakkan mouse-nya namun komputernya masih terasa berat. Dia klik kanan beberapa kali, namun pop-up "refresh" yang dia inginkan belum muncul.
Pengarang kita jengkel. Tapi tidak lama. Setelah beberapa kali menekan bagian kanan pada mouse-nya, pop-up "refresh" itu akhirnya muncul juga. Pengarang kita kerap kali melakukan hal ini meski sebenarnya dia sudah tahu bahwa hal tersebut tidak akan mengubah apa pun. Menekan "refresh" tidak akan membuat performa komputer tuanya ini membaik.Â
Tapi dia senang sekali melakukannya. Seolah-olah menekan "refresh" sudah menjadi candu saat dia menyalakan komputer.
Komputer pengarang kita perlahan menyala normal. Dengan membaca bismillah dia mengarahkan kursor mouse-nya ke arah aplikasi Microsoft Office Word 2007.Â