Pernahkah kamu berpikir bahwa menjalani hidup dengan pesimis untuk menghindari rasa sakit dari harapan yang terlalu tinggi itu terdengar lebih baik?
Maksud saya, kamu bisa bangun besok pagi-pagi dan kamu tidak akan menemukan perasaan bahwa ada orang lain yang akan menyakitimu. Bahwa tidak ada orang lain yang akan menginjak kepalamu.Â
Karena kamu sudah lebih dulu berada di tempat paling dasar. Hingga membuat mereka tidak bernafsu untuk mengganggumu dan tentulah kamu bisa hidup tenang.
Saya sedang berpikir demikian. Berpikir untuk menikmati hidup tenang dengan perasaan pesimis. Bahwa dunia tidak membutuhkan saya. Bahwa orang lain tidak memerlukan keberadaan saya.Â
Bahwa saya hanya akan disandingkan dengan pohon dan dianggap kucing liar dalam hidup saya sendiri. Â Tidak akan ada yang berubah jika saya tidak ada, atau semua orang hanya akan berkata "oh" saat saya mati.
Begitulah hidup, pikir saya. Hanya dimiliki oleh orang-orang optimis dan positif yang tidak pernah cukup banyak memperhatikan atau menghargai orang lain. Jadilah saya berandai-andai begini; andai hidup dipenuhi rasa pesimis.Â
Bahwa saya akan gagal dalam segala hal, namun kemudian saya malah berhasil mencapainya, rasanya seperti kejatuhan bintang saat saya tertidur. Tentu saya tidak mati. Saya hanya akan terkejut.
Lalu saya juga berandai-andai tentang menyatakan cinta kepada seorang gadis. Dengan penuh ragu dan pesimis saya berkata kepada gadis itu bahwa saya tidak terlalu mencintainya, tapi saya mau hidup dengan dia, tapi jika dia menolak saya juga tidak apa.Â
Dengan senyum saya melangkah pergi selagi dia berpikir. Kemudian dia menahan saya, berkata pada saya bahwa dia juga cinta saya. Kami pun hidup tenang membentuk keluarga yang tumbuh dalam lingkungan pesimis.Â
Bahwa ada hanya untuk tiada. Bahwa usaha hanya untuk sia-sia. Bahwa segalanya lebih baik ditinggal tidur dan banyak-banyak waktu untuk menguap.
Andai pun di tolak, toh saya juga tidak terlalu mencintainya, saya pun tidak cukup mengharap dia, saya masih bisa hidup dan menawarkan kekurangan diri saya kepada gadis lain. Karena saya memang sudah lebih dulu menyiapkan pelampung berupa rasa pesimis sebelum dia membikin  saya tenggelam.