Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Lainnya - Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ramadhan dan Beberapa Hal yang Hilang

2 Mei 2017   13:52 Diperbarui: 19 Februari 2019   19:03 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup adalah sebuah hal yang dinamis, kadang berlalu dengan pedih, kadang juga berjalan manis. Aku telah menyaksikan banyak hal, melewati  puluhan kali bulan keberkahan Ramadhan, namun semakin aku tua semakin aku merasa ada yang kurang. Waktu telah mengubah segalanya, dari jalan-jalan menuju surau yang riuh dengan suara menjadi langkah-langkah kaki yang berjalan sendiri dengan sepi. Atau gemuruh radio yang menjadi damai menjelang Imsak. Kadang tidak bisa aku jelaskan, namun hal-hal sesederhana ini membuat aku kepikiran hingga kupikir aku benar-benar kerinduan.

Ada kebersamaan yang mulai tenggelam tertelan zaman, dimana Ramadhan tak lagi menjadi alasan kita berjalan menuju surau sembari bergandengan. Aku juga rindu sewaktu kita membakar jagung di halaman, atau siang hingga sore yang kita habiskan dengan beberapa permainan. Ya, sudah lama rasanya aku tak main sembunyian. Aku juga masih ingat dengan permainan monopoli yang biasa kita mainkan di pagi hari. Dengan alasan waktu tak pernah bisa menunggu, kenangan yang telah terjadi tak akan bisa kuulangi.

Mengingat masa-masa indah Ramadhan sebagai sosok anak kecil yang belum mengenal lelahnya bergulat dengan masalah, terkadang aku merasa takut ketika akan melaluinya sebagai seseorang yang lebih tua dari segi usia, sebagai seseorang yang berjalan sendirian menuju surau sewaktu salat Isya, atau yang pulang sendirian selepas salat Tarawih, melewati bungur yang selalu angker dan senja bagi kita. 

Ayolah, aku ingin bisingnya suara kita menaklukkan angkuhnya kesepian dari jenis pohon perdu itu seperti dulu. Kita juga tak perlu lagi khawatir tergelincir sewaktu berlari-larian ketika jalanan terlanjur basah karna hujan di sepanjang siang. Kini jalan yang dulunya tanah merah itu telah berganti menjadi jalan berbata yang kokoh.

Belakangan aku benar-benar membenci proses menjadi dewasa ketika kebersamaan di bulan Ramadhan yang aku banggakan menjadi kepingan cerita bernama kenangan. Jelang Ramadhan yang kurang dari sebulan lagi datang, aku semakin merasa jika  Ramadhan kali ini akan menyajikan banyak kehilangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun