Petugas lain menatap halte yang berasap tipis. "Tuh, lihat, itu kan asap?" katanya sambil menunjuk.
Aku mengikuti arah pandang mereka dan baru sadar... itu bukan asap kebakaran. Itu asap dari kompor penjual gorengan yang tadi jadi penyebabku hampir kabur! Jadi mereka mengira asap kecil dari kompor ini adalah kebakaran.
"Ini cuma gorengan, Pak! Bukan kebakaran!" teriakku putus asa. Petugas itu tampak malu, menggaruk-garuk kepala sambil meminta maaf. Di sisi lain, si penjual gorengan yang ternyata juga kena basah malah tertawa ngakak, wajahnya merah menahan geli.
"Waduh, saya baru lihat orang disemprot pemadam, padahal cuma ngadem di halte!" ujarnya sambil terkekeh.
Aku hanya bisa mengelus dada, mencoba menerima kenyataan betapa konyolnya hari ini. Petugas pemadam akhirnya kembali ke mobil mereka sambil terus meminta maaf. Sambil tersenyum kecut, aku mengangguk, memaklumi kesalahpahaman ini.
Sebelum mereka pergi, seorang petugas menepuk bahuku. "Maaf ya, Bang. Mungkin ini pengingat biar besok-besok jangan duduk dekat asap. Hati-hati, ya, Bang!"
Aku menahan diri untuk tidak menggerutu, tapi dalam hati aku membatin, "Apa salahku, Tuhan? Hanya duduk di halte, nunggu bus, bisa jadi korban pemadam."
Ketika bus yang kutunggu akhirnya tiba, aku melangkah masuk dengan ransel, baju, dan sepatu basah kuyup. Seluruh penumpang menatapku heran. Tak ada yang bisa kujelaskan, aku hanya tertawa kecil sambil menunduk malu. Kubayangkan wajah si abang gorengan, petugas pemadam yang masih tertawa, dan asap kecil yang jadi biang kerok hari ini.
Hari itu, aku mendapat pelajaran berharga: jangan pernah meremehkan asap dari penjual gorengan. Ternyata asap kecil pun bisa berakibat besar, bahkan sebesar disemprot selang pemadam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H