Mohon tunggu...
Alkhan
Alkhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis pemula yang mencoba lebih baik

Dengan menulis, wawasan bertambah luas. Dengan membaca, yang sudah luas semakin bertambah luas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suara di Balik Jendela

24 Agustus 2024   09:37 Diperbarui: 24 Agustus 2024   09:40 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah desa yang damai, tinggallah seorang pemuda bernama Bima. Ia adalah seorang mahasiswa yang baru pulang ke kampung halamannya setelah menyelesaikan studinya di kota. Di tengah kesibukan desa yang sederhana, Bima membawa semangat perubahan dan pemikiran kritis yang ia pelajari selama bertahun-tahun di universitas.

Suatu sore yang cerah, Bima duduk di beranda rumahnya, merenung sambil membaca berita di ponselnya. Di layar kecil itu, ia melihat berbagai berita tentang Rancangan Undang-Undang Pilkada 2024 yang sedang menjadi perbincangan hangat. Wajahnya mengernyit ketika membaca usulan tentang pemilihan kepala daerah yang akan dikembalikan ke DPRD, bukan lagi dipilih langsung oleh rakyat.

"Kenapa harus kembali ke masa lalu?" gumamnya sambil mematikan ponselnya. Pikirannya penuh dengan kekhawatiran akan nasib demokrasi di tanah air. Sebagai seorang pemuda yang idealis, Bima percaya bahwa suara rakyat adalah fondasi dari setiap demokrasi yang sehat.

Hari berikutnya, Bima memutuskan untuk mengadakan diskusi kecil di balai desa. Ia mengundang beberapa teman, tokoh masyarakat, dan warga desa lainnya. Mereka berkumpul di sana, di bawah atap kayu tua, dengan cahaya matahari yang masuk melalui jendela-jendela besar.

"Teman-teman, saya ingin kita membicarakan tentang RUU Pilkada yang sedang diusulkan pemerintah. Bagaimana pendapat kalian tentang pemilihan kepala daerah yang diusulkan kembali melalui DPRD?" tanya Bima memulai diskusi.

Pak Lurah, seorang tokoh desa yang bijaksana, angkat bicara pertama. "Dulu, sebelum ada pemilihan langsung, memang kepala daerah dipilih oleh DPRD. Tapi saat itu, suara rakyat tak terdengar. Kita hanya bisa pasrah menerima siapapun yang terpilih."

Siti, seorang ibu rumah tangga yang juga hadir dalam diskusi itu, menambahkan, "Saya merasa dengan pemilihan langsung, kita punya kekuatan untuk memilih pemimpin yang benar-benar kita percayai. Kalau dikembalikan ke DPRD, bagaimana kita bisa memastikan mereka akan memilih yang terbaik untuk kita?"

Bima mendengarkan dengan seksama. Ia merasa ada harapan dalam kata-kata mereka. "Benar, Bu Siti. Dengan pemilihan langsung, kita semua punya kesempatan yang sama untuk menentukan masa depan daerah kita. Kalau pemilihan diserahkan ke DPRD, kita hanya bisa berharap mereka tidak bermain-main dengan kekuasaan."

Diskusi berlanjut, dan semakin banyak warga yang angkat suara. Ada yang setuju dengan Bima, ada pula yang merasa bahwa pemilihan melalui DPRD bisa mengurangi biaya politik dan konflik di lapangan. Namun, Bima dengan hati-hati menjelaskan bahwa biaya demokrasi memang tidak murah, tetapi harga yang harus dibayar jika kita menyerahkan suara kita bisa jauh lebih mahal.

"Demokrasi adalah tentang suara kita, suara kalian," kata Bima dengan tegas. "Jika kita kehilangan hak untuk memilih langsung, kita bisa kehilangan kontrol atas masa depan kita. Mari kita suarakan pendapat kita kepada wakil-wakil kita di DPRD, bahwa kita ingin tetap memilih kepala daerah kita sendiri."

Semua yang hadir mengangguk setuju. Bima merasa bahwa ia berhasil menanamkan benih kesadaran di hati mereka. Saat pertemuan selesai, Bima berdiri di depan jendela balai desa, melihat keluar ke arah desa yang tenang. Ia tahu bahwa perjuangan ini tidak akan mudah, tapi ia percaya pada kekuatan suara rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun