Mohon tunggu...
M. Syahrul Utama
M. Syahrul Utama Mohon Tunggu... Jurnalis - MSUtama مُحَمَّدُ شَهْرُالْأُتَمَاا Allahu Arrahman Arrahim/Content Creator @Journalist/CEO - MSUtama Rekayasa - Inovatif Future/Mechanical Engineering Of Education Department/

MSUtama مُحَمَّدُ شَهْرُالْأُتَمَاا Allahu Arrahman Arrahim/Content Creator @Journalist/CEO - MSUtama Rekayasa - Inovatif Future/Mechanical Engineering Of Education Department/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Epilog: Kebenaran yang Menggairahkan

5 Mei 2021   23:18 Diperbarui: 6 Mei 2021   00:54 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1 gulungan layar yang kesepian di teluk memanggilku. sudah terlalu lama aku tidak pulang pada diri scndiri, duduk semalaman dan pasang laul luruh dari kakiku yang pucat.

Bagi Dahri Daidan, puisi adalah kebenaran yang menggairahkan. Hal itu diakuinya sendiri dalam pengantar buku ini. tugas saya adalah memberikan prolog, bagaimana kebenaran yang menggairah-kan itu? 

Tentu tidak lepas dari contoh-contoh paling jitu yang ditunjukkan oleh Dahri sebagai penyairmya. 

Kutipan pembuka prolog ini bisa menjadi petunjuk yang membuat kita lebih mengenal penulis dan aspirasinya. 

Kita mendapat isyarat bahwa ada seorang aku lirik yang "sudah terlalu lama tidak pulang (ke) pada diri (nya) sendiri." Siapakah aku Iirik itu? apakah dia satu sosuk manusia yang duduk setnalaman di tepi pantai?

Demikian asiknya sampai tidak menyadari bahwa air laut sudah surut, dan meninggalkan kakinya yang pucat. Atau ada tafsiran berbeda.

Jangan-jangan aku? lirik dalam puisi itu bukan manusia. Bagaimana kalau ia adalah sebuah perahu, atau sebuah mahluk lain, atau sebuah bangsa, satu masyarakat yang diper-sonifikasikan menjadi seorang aku"?

Coba kita abaca larik berikutnya:

Jejeran perahu putih selalu memanggil diriku yang paling dalam. bau geladak tua. bau garam terpendam. amis darah ikan. 

Tanda baca yang menufiskan dirinya sendirk tanda baca asal mula rindu yang menghidupimu dari ribuan mil laut. tanda baca yang hanya kamu temukan di relung pulang.

Ooo, ternyata aku adalah sunda baca yang menuliskan dirinya sendiri, Aku bukan sekadar manusia seperti kita, dengan otak, hati, badan, kepala, tangan dan kaki; tetapi "tanda baca yang hanya kamu temukan di relung pulang." Inilah salah satu dari kebenaran yang menggairahkan, ini Sungguh menarik mengikuti alur perasaan dan pikiran Dalui Dahlan.

Sebagai seorang penyair, manusia sastra yang hidup untuk dan dari kata-kata, ia telah menemukan rumusan eksistensi dan peranannya.

Saya pikir ini adalah tanda kematangan dalam berkarya. Setiap karyanya memiliki teknik yang khas, irama dan bahasa pribadi ltu tandanya Dahri telah membangun gaya dan ciri-khas (karakter) yang original miliknya. 

Saya menyambut dengan gembira buku ini, dan pasti akan membaca satu-persatu karyanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun