Mohon tunggu...
Syahroni Ananda 054
Syahroni Ananda 054 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Fakultas Pertanian Perternakan Jurusan Agribisnis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Alasan Adanya Isu dari Eropa Mengenai Minyak Kelapa Sawit Indonesia

2 Juli 2023   17:35 Diperbarui: 2 Juli 2023   17:36 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini Indonesia mendapatkan isu dari Uni Eropa bahwa Uni eropa dengan sengaja memunculkan isu kelapa sawit tidaklah ramah lingkungan. Melansir CNBC ada dua isu kontorversial antara indonesia dan Uni Eropa, minyak sawit dan deforestasi. Indonesia tidak suka dengan tindakan yang dilakukan Uni Eropa mengurangi minyak sawit dan menetapkan kelapa sawit sebagai tanaman yang berisiko tinggi terhadap deforestasi dan Uni Eropa pun tidak suka dengan tindakan Indonesia.

Bahwa organisasi PBB menilai produksi minyak sawit sebagai penyebab utama deforestasi di Indonesia, di mana pembakalan liar dan penanaman kelapa sawit lazim terjadi di 37 dari 41 taman nasional. Akibat hal itu, Uni Eropa menerbitkan resolusi tentang minyak kelapa sawit dan deforestasi hutan hujan. Tujuan akhirnya yakni melarang impor kelapa sawit yang tidak sesuai dengan pembangunan berkelanjutan, serta produk turunannya pada 2020 ke wilayah Uni Eropa.

Namun Kenyataannya Konsumsi minyak Uni Eropa pada minyak rapeseed menurun dari 9.3 juta ton (2010) menjadi 8.8 juta ton (2021). Pangsa minyak rapeseed juga menurun dari 47 persen menjadi 38 persen. Berbeda dengan volume dan pangsa konsumsi minyak sawit justru meningkat dari 4.7 juta ton (24 persen) menjadi 6.7 juta ton (29 persen) pada periode 2010-2021. Demikian juga dengan konsumsi minyak bunga matahari yang mengalami peningkatan dari 3.3 juta ton (17 persen) menjadi 5.2 juta ton (22 persen). Sedangkan volume konsumsi minyak kedelai meningkat sedikit yakni dari 2.4 juta ton menjadi 2.7 juta ton, namun pangsanya menurun sedikit dari 12 persen menjadi 11 persen; dilansir dari palmoilina.

Hal tersebut dapat disimpulkan oleh penulis melalui beberapa data yang ada bahwa Uni Eropa membuat isu mengenai minyak sawit Indonesia dipandang sebagai produk minyak yang bermasalah dan tidak ramah lingkungan. Namun penulis memandang hal tersebut hanya sebagai pengalih isu untuk merendahkan minyak sawit untuk menonjolkan minyak bunga matahari yang penghasil utamanya adalah negara-negara eropa. Beberapa negara tersebut seperti Ukraina dan Rusia sebaai eksportir terbesar di dunia sebesar 5,1 juta ton dan Rusia 3,1 juta ton pada tahun 2021; yang dilansir dari bbc. Eropa memunculkan isu tersebut untuk mempengaruhi pasar dan nilai tambah dari minyak kelapa sawit Indonesia agar produk eropa minyak bunga matahari lebih menjadi produk unggulan untuk digunakan oleh negara lainnya.

Melansir dari igj (Indonesia for Global Justice); Situasi tersebut diakibatkan oleh fakto peningkatan harga komoditas di pasar global, yang ikut mengerek geliat pertumbuhan ekpor untuk komoditas bahan mentah. Sedangkan, tindakan ekpor Indonesia ke Uni Eropa di industri sawit masih mengandalkan ekspor bahan mentah, Sehingga tidak akan memberikan Indonesia nilai tambah seperti yang diperoleh oleh negara kompetitif lainnya.

Oleh Karena itu, negosiasi dalam perdagangan bukanlah tindakan yang tepat untuk memecahkan permasalahan minyak sawit ini. Sebaiknya Indonesia dan Uni Eropa harusnya mengkondisikan peta jalan untuk mengatasi permasalahan ini secara demokratis dan transparan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun