Di penghujung abad ke-15, Portugis menemukan jalan ke Timur Jauh (Asia) lewat Tanjung Pengharapan. Goa (India) berhasil direbut pada tahun 1510 atas perintah Afonso de Albuquerque.Â
Pada tahun 1511, Kesultanan Malaka dihancurkan oleh armada Portugis yang juga dipimpin Afonso Albuquerque, melihat kejadian seperti itu, armada Kesultanan Demak yang baru berdiri di Jawa tidak biasa tinggal diam.Â
Bersama kerajaan Palembang dan kerajaan-kerajaan lainnya di Sumatra, mereka menyerbu Portugis yang berada di Malaka, pada tahun 1513 di bawah pimpinan Adipati Unus, namun Portugis berhasil mengalahkan Kesultanan Demak serta kerajaan-kerajaan di Sumatra yang bersekutu dengan Kesultanan Demak. Selanjutnya Portugis menyebrang ke Sumatera, Kesultanan Samudera Pasai berhasil direbut oleh Portugis pada tahun 1521.
Fadhillah Khan (Fatahillah/Faletehan) putra seorang Ulama dari Kesultanan Samudera Pasai, beliau menuntut ilmu di Mekkah, sepulang dari Mekkah mengetahui Kesultanan Samudera Pasai telah dikuasai Portugis, Fadhillah Khan (Fatahillah) terpaksa mengalihkan tujuannya ke Kesultanan Demak.Â
Di Kesultanan Demak Fadillah Khan sangat dihormati oleh masyarakat Demak, Kemudian Fadhillah dinikahkan dengan Ratu Pembayun, putri dari Sultan Demak yang pertama yaitu Raden Fattah, kemudian juga dinikahkan dengan Ratu Wulung Ayu, anak dari Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), janda Adipati Unus.
Pada tahun 1512 Portugis ke Maluku, perilaku Portugis terhadap rakyat Maluku sangat kejam, mereka bukan hanya ingin berdagang, tetapi juga mendirikan benteng dan membantai penduduk Maluku menggunakan senjata api sedangkan penduduk hanya menggunakan senjata panah dan tombak.Â
Sasaran portugis selanjutnya, adalah ujung barat pulau Jawa, dengan membujuk raja Pajajaran, membuat perjanjaian Benteng di Sunda Kelapa. Perjanjian tersebut sangat meresahkan kesultanan-kesultanan di seluruh Nusantara, akhirnya penguasa Ternate, Tidore, dan Hitu memberi utusan untuk menemui Sunan Giri di Jawa, orang Maluku meminta kepada Sunan Giri untuk memengaruhi seluruh Wali dan Sultan Demak agar mereka menghalangi niat Portugis yang ingin menanamkan kekuasaanya di tanah Jawa, tetapi Sunan Giri hanya biasa berjanji menuruti permintaan orang Maluku tersebut kesahabatnya yaitu Trenggono (Sultan Demak), Sunan Giri mengutus dua orang dari Giri untuk mengabarkan bahwa Sunan Giri, meminta Kesultanan Demak untuk menghalangi Portugis yang ingin membangun benteng di Sunda Kelapa, namun pada saat itu armada Kesultanan Demak masih lemah, akibat kekalahan melawan Portugis pada tahun 1513 di Malaka.Â
Pada saat itu juga Sunan Kudus dan Kalijaga mendatangi Sultan Trenggono dan memengaruhi Sultan Trenggono untuk tetap melawan Portugis, walaupun armada Kesultanan Demak saat itu masih lemah, demi menegakkan yang Haq dan melenyapkan yang Batil, Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga berhasil membujuk Sultan Trenggono untuk tetap melawan Portugis dengan mengutus Fadhillah Khan menjadi pangilma perang Kesultanan Demak dalam melawan Portugis, karena selain pandai dalam hal Agama, Fadillah Khan memiliki pengalaman berperang saat di Mekkah, pada saat itu Turki merebut kedua tanah haram dari kekuasaan bani Abbas, pada saat itu Fadillah Khan berada di pihak bani Abbas.
Mendengar usulan Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus, Fadhillah Khan sangat setuju dengan usulan tersebut, dengan mengobarkan semangat Jihad Fisabilillah, selain itu Fadhilah Khan ingin membalas dendam terhadap Portugis, karena sudah menghancurkan Negerinya (Samudera Pasai).Â
Mengetahui kekuatan Portugis sangat kuat Fadhillah Khan dengan strategi perangnya  mengusulkan Kesultanan Demak melakukan persiapan perang secara diam-diam tanpa sepengetahuan Portugis, dengan dibantu pasukan yang berasal dari Madura, pasukan mualaf bekas kerajaan Majapahit, dan pasukan dari Makassar dan Maluku, mereka diajak berjihad bersama-sama untuk melawan Portugis, dengan bantuan dari masyarakat dari Palembang, Fadhillah Khan mempelajari peta darat dan laut Sunda Kelapa, yang diambil dari kapal Portugis oleh orang Palembang, Fadhillah Khan membagi armada dengan dua jalur, yaitu jalur darat dan jalur laut.Â
Jalur Laut dipimpin oleh laksamana Kim San dengan mengajak orang Tionghoa untuk berjihad. Sedangkan jalur darat dipimpin oleh Adipati dari Kesultanan Demak.Â