Mohon tunggu...
Syahrir Akbar
Syahrir Akbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student at STAN Polytechnic of State Finance

Public Policy and Geopolitics Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

ISPO, Insentif, dan Industri Sawit: Bisakah BPDPKS Capai Net Zero Emission?

21 Oktober 2024   09:29 Diperbarui: 21 Oktober 2024   09:47 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini, isu perubahan iklim semakin mendapat sorotan dari publik. Hal ini menjadikan keberlanjutan industri sebagai suatu keharusan, termasuk industri perkebunan kelapa sawit. Mengingat industri sawit memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan, mulai dari deforestasi hingga emisi gas rumah kaca, penting bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan yang mendukung sistem keberlanjutan.

Terlebih, Indonesia memegang peran penting dalam industri sawit dunia dengan menyumbang lebih dari 56% dari total ekspor minyak kelapa sawit (CPO) global. Namun, negara-negara importir kini mulai menuntut produk sawit yang ramah lingkungan. Atas dasar itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Melalui aturan ini, pemerintah mewajibkan industri sawit untuk memiliki sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

Meskipun demikian, hingga tahun 2024, jumlah lahan perkebunan kelapa sawit yang tersertifikasi ISPO baru mencapai 35,6% dari total lahan sawit nasional. Padahal, pemerintah menargetkan sertifikasi ISPO rampung pada 2025. Sertifikasi yang belum merata ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurangnya informasi dan masalah finansial, terutama di kalangan petani sawit kecil yang mengelola lahan secara swadaya.

Pemerintah menyadari hal ini dan berusaha mengambil tindakan. Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), pemerintah terus berupaya mengakselerasi sertifikasi ISPO di Indonesia. BPDPKS sendiri merupakan lembaga pemerintah yang bertujuan mendukung industri kelapa sawit dari sisi sosial maupun ekonomi. Oleh karena itu, BPDPKS berperan penting dalam mengatasi masalah sertifikasi ISPO yang masih terjadi saat ini.

Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS, Sunari, menjelaskan bahwa BPDPKS menyediakan biaya untuk sertifikasi melalui pendanaan dan pembiayaan lembaga sertifikasi. Dengan demikian, petani sawit swadaya tidak perlu khawatir mengenai dana yang dibutuhkan untuk mendapatkan sertifikasi ISPO. Namun, kebijakan pembiayaan ini telah dicabut, dan BPDPKS kini lebih fokus mengadakan kegiatan seperti pelatihan yang melibatkan petani secara langsung.

Hal ini diungkapkan Sunari dalam Diskusi Publik dan Konferensi Pers yang diadakan oleh Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) pada Rabu (3/4/2024) di Jakarta. Kebijakan tersebut diproyeksikan untuk mempercepat transformasi industri kelapa sawit menjadi lebih ramah lingkungan.

Namun, meskipun tujuan BPDPKS selaras dengan visi keberlanjutan industri sawit, ada beberapa kekeliruan dalam implementasi kebijakannya. Kegiatan pelatihan memang dapat mengatasi kurangnya informasi terkait sertifikasi ISPO di Indonesia, tetapi keterampilan yang dimiliki oleh petani tidak akan efektif jika tidak difasilitasi secara finansial.

Menurut pandangan masyarakat, ketika pemerintah membuat regulasi yang bersifat mandatori, implementasinya harus diikuti dengan fasilitas yang merata, khususnya untuk masyarakat kelas menengah ke bawah. Dalam kasus sertifikasi ISPO, alih-alih mencabut kebijakan pembiayaan, pemerintah seharusnya memberikan subsidi kepada petani sawit swadaya, baik melalui BPDPKS maupun lembaga terkait lainnya.

Memang dapat dipahami bahwa pemerintah memiliki keterbatasan anggaran untuk memberikan subsidi. Oleh karena itu, kebijakan pembiayaan sertifikasi ISPO tetap menjadi solusi penting untuk masalah finansial. BPDPKS perlu mengkaji ulang penghapusan kebijakan pembiayaan tersebut, tentunya tanpa menghilangkan program pelatihan yang telah ada.

Kenapa hal ini penting? 

Meskipun pembiayaan telah tersedia, tidak semua petani sawit berminat mengajukan pembiayaan untuk sertifikasi ISPO. Selain itu, banyak petani sawit yang belum terjangkau oleh pelatihan yang diadakan. Oleh karena itu, selain pelatihan dan pembiayaan, pemerintah juga harus memberikan keuntungan berupa kontraprestasi untuk mendorong petani menyelesaikan sertifikasi ISPO.

Kontraprestasi ini dapat diwujudkan dalam kebijakan yang disebut insentif pertanian. Langkah ini dilakukan untuk mendorong petani sawit menyelesaikan sertifikasi ISPO melalui berbagai insentif. Beberapa insentif yang dapat diberikan, antara lain:

  • Penetapan harga minimum untuk produk sawit bersertifikat ISPO guna melindungi petani dari fluktuasi harga komoditas.
  • Pemberian insentif pajak, seperti pengurangan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), atau pajak daerah bagi petani sawit bersertifikat ISPO.
  • Pengadaan pelatihan lanjutan terkait pengelolaan sawit modern untuk meningkatkan produktivitas industri kelapa sawit swadaya.
  • Perluasan akses pinjaman dana untuk ekspansi bisnis dengan bunga rendah yang disediakan oleh bank atau lembaga keuangan yang bekerja sama dengan pemerintah.

Dengan insentif seperti ini, petani sawit akan lebih termotivasi untuk beralih ke praktik pertanian yang berkelanjutan. Dengan demikian, peluang mereka untuk mendapatkan sertifikasi ISPO, baik melalui pembiayaan atau dana pribadi, akan semakin besar.

Lahan kelapa sawit bersertifikat ISPO berkontribusi signifikan dalam pengurangan emisi karbon melalui sistem pertanian yang efisien, perlindungan hutan, dan pengelolaan limbah yang baik. Sertifikasi ini juga mencerminkan komitmen Indonesia dalam mencapai net zero emission.

Keberlanjutan industri sawit tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga dapat meningkatkan penerimaan negara melalui perluasan pangsa pasar dan ekspor minyak sawit bersertifikat. BPDPKS berperan penting dalam memastikan bahwa kebijakan dan regulasi mendukung praktik industri sawit yang berkelanjutan dan menguntungkan secara ekonomi.

Sertifikasi ISPO adalah langkah penting menuju industri kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan menguntungkan. BPDPKS memegang peran kunci dengan memberikan pembiayaan dan insentif untuk mendorong partisipasi petani dalam sertifikasi tersebut. Dengan demikian, BPDPKS tidak hanya membantu mencapai target net zero emission, tetapi juga berkontribusi pada penerimaan negara dan masa depan industri sawit yang lebih berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun