Kota merupakan salah satu istilah yang dapat membawa pikiran kita menuju gambaran kehidupan manusia yang serba modern, jalanan yang ramai dengan kendaraan, pemandangan gedung-gedung bertingkat, pusat perekonomian, dan lain sebagainya. Beberapa gambaran itulah yang mungkin muncul dalam pikiran kita pada saat membaca atau mendengar istilah tentang kota. Kota menjadi suatu topik yang menarik untuk dibahas dan dikaji lebih dalam. Karena, kota merupakan sebuah ruang berkumpulnya kehidupan manusia secara kompleks. Kehidupan masyarakat di perkotaan juga sangat berbeda dengan kehidupan masyarakat pedesaan. (Dahlan, n.d.). Terdapat beberapa indikator yang membedakan kota dengan pedesaan yakni,
- Tingkat mobilitas penduduk.
- Pembangunan kota yang relatif lebih cepat daripada desa.
- Keberagaman sosial budaya di perkotaan yang lebih kompleks daripada pedesaan.
- Perbedaan kontrol sosial.
- Jumlah dan arus perputaran uang.
- Kelembagaan kota yang lebih kompleks dari pedesaan.
      Kota Surabaya sebagai salah satu kota besar di Indonesia tentu mencerminkan secara nyata 6 indikator tersebut sehingga menjadikan Surabaya disebut sebagai wilayah perkotaan. Realitas Kota Surabaya saat ini tidak dapat dipisahkan dari jejak sejarah yang turut memberikan pengaruh dan kontribusi bagi perkembangan Kota Surabaya. Oleh karena itu, tulisan ini ingin mengajak anda untuk memahami dinamika Kota Surabaya sejak awal mula Surabaya menjadi kota kolonial dan perkembangannya. Tulisan ini disusun menggunakan prespektif sejarah berdasarkan sumber-sumber tertulis seperti buku, artikel ilmiah, dan artikel website. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan tentang Sejarah Kota Surabaya. Selamat Membaca.
Gambaran Umum Kota Surabaya
      Surabaya merupakan ibu kota Provinsi Jawa Timur yang terletak diantara 7 9'- 7 21' Lintang Selatan dan 112 36' - 112 54' Bujur Timur. Di sebelah Utara dan Timur Kota Surabaya berbatasan dengan Selat Madura, bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo, dan bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Gresik. Sebagian besar daratan Kota Surabaya terletak pada ketinggian 3 - 6 meter diatas permukaan laut dengan sudut elevasi kurang dari 3 %, sisanya berada pada ketinggian 25 - 50 meter di atas permukaan laut dengan sudut elevasi 5 - 15 %. (Surabaya, n.d.)  Surabaya juga dikenal sebagai kota pelabuhan karena posisinya yang terletak di Pantai Utara Pulau Jawa. Maka tak heran Kota Surabaya dimanfaatkan pemerintah kolonial salah satunya untuk monopoli kepentingan ekonomi. (Handinoto dan Samuel Hartono, 2007)
Surabaya sebagai Kota Kolonial
      Sejak abad ke-18 Kota Surabaya telah menjadi wilayah jajahan Belanda. Pada tahun 1705 VOC menetapkan secara resmi Kota Surabaya sebagai wilayah kekuasaan melalui perjanjian VOC dan Mataram. Perjanjian tersebut dilakukan Kerajaan Mataram sebagai wujud balas budi kepada VOC karena telah membantu Mataram dalam menghadapi pemberontakan. Pada tahun 1743 kedudukan Gezaghebber van den Oosthoek (Letnan Gubernur) yang semula berlokasi di Kota Semarang dipindahkan ke Kota Surabaya oleh Belanda. Dengan dipindahnya Gezaghebber van den Oosthoek (Letnan Gubernur) maka Surabaya secara resmi menjadi bagian dari pemerintahan kolonial Belanda. (Basundoro & Khusyairi, 2012).
      Surabaya pada tahun 1817 dijadikan sebagai ibu kota karesidenan. Pengelolaan kota pada masa karesidenan kemudian diserahkan kepada Asisten Residen. Pembentukan pemerintahan kota secara otonom atau dalam bahasa Belanda disebut gemeente baru dilakukan pada tahun 1903 melalui Decentralisatie Wet 1903 (UU Desentralisasi). Undang-Undang tersebut menjadi landasan Kota Surabaya sebagai kota otonom dengan pemerintahan sendiri. Pembentukan pemerintahan otonom di Surabaya memunculkan peraturan tentang kewajiban pemerintah pusat dalam mengelola Kota Surabaya. Kewajiban tersebut nantinya akan didelegasikan kepada Gemeente Surabaya. (Basundoro & Khusyairi, 2012). Adapun beberapa kewajiban pengelolaan kota adalah sebagai berikut,
- Perawatan dan Pembuatan jalan umum, jalan raya, lapangan, taman-taman, parit, rambu lalu lintas, jembatan, papan nama, sumur, parit, dan lain-lain.
- Penyiraman jalan raya, pembersihan jalan dari sampah.
- Penerangan jalan, pembuatan makam, dan pemadam kebakaran.
Kehidupan Ekonomi dan Sosial Masyarakat di Kota Surabaya Masa Kolonial
      Perkembangan Kota Surabaya sejak lahir dan berkembangnya pemerintah kolonial memicu pertumbuhan perekonomian terutama dalam bidang industri dan perdagangan. Hal tersebut juga memberikan pengaruh besar pada kehidupan sosial masyarakat di Surabaya. Kota Surabaya mengalami pertambahan jumlah penduduk. Hal tersebut selaras dengan semakin besarnya peluang kerja karena adanya kebijakan liberalisasi ekonomi pada tahun 1870. Jumlah penduduk Eropa di Surabaya pada tahun 1870 yakni 4.500 orang, jumlah tersebut lebih tinggi dari tahun 1850 sejumlah 3.000 orang. (Samidi, 2017)
      Seperti yang dijabarkan sebelumnya, pemerintahan pada masa kolonial memicu pertumbuhan di bidang industri dan perdagangan. Salah satu contohnya adalah mulai dibangunnya pabrik senjata dan alat-alat perang di Kalisosok. Dan juga kemunculan pabrik-pabrik lainnya seperti pabrik sabun di Kalongan, pabrik es, dan pabrik air minum di Kalimas. Terdapat pula industri kerajinan seperti pengrajin jam tangan, pengrajin tembaga, pengrajin batik, dan masih banyak lagi. (Samidi, 2017)