Keterwakilan perempuan dalam politik masih jauh dari apa yang ingin kita lihat. Pendidikan politik merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan orientasi politik setiap individu dan kelompok. Menyelenggarakan proses pendidikan politik yang memberdayakan masyarakat luas agar menjadi warga negara yang memahami dan menjunjung tinggi hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa, serta peduli terhadap keadilan dan kesetaraan gender.
Hal ini ditekankan pada realitasnya, masih adanya kesenjangan antara peranan kaum pria dan perempuan, terutama pada peran-peran dalam kegiatan publik. Oleh karena itu, peningkatan peran perempuan dalam pembangunan yang berwawasan gender sebagai bagian pembangunan nasional, yang memiliki tujuan untuk mewujudkan sikap harmonis antara pria dan perempuan agar dapat terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai kegiatan publik khususnya di rana politik.
Pendidikan politik diberikan agar para kader politik bisa ikut serta atau berpartisipasi dalam kegiatan kepartaian maupun di lembaga legislatif. Partisipasi merupakan salah satu bentuk keaktifan kader perempuan dalam kegiatan kepartaian dan pemerintahan, yang didorong oleh kesadaran dan pengetahuan politik yang dimiliki partisipasi yang di hasilkan bukanlah partisipasi semu. Keterwakilan perempuan dalam bidang politik di Indonesia tidak pernah melebihi angka 20%. Jauh dari harapan 30% keterwakilan perempuan sebagai salah satu langkah Affirmative Action untuk meningkatkan partisipasi politik perempuan dan cara untuk terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender dalam politik.
Perempuan memiliki hak dan potensi untuk memberikan kontirbusi nyata bagi kehidupan politik. Namun fenomena peningkatan jumlah perempuan pserta pemilu politik di berbagai daerah masih memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga partisipasi perempuan selalu mengundang diskusi, perdebatan dan sering menyisakan keraguan. Konsep kesetaraan gender telah diperluas dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga mempengaruhi reformasi di Indonesia. Salah satu perubahan yang dibawa oleh reformasi berkaitan dengan sistem, yang bertujuan agar perempuan lebih jelas membela kepentingannya di segala bidang, termasuk politik.
Peraturan perundangan yang berpihak pada perempuan telah diperkenalkan sebelum pemilihan umum 2004 melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang pemilihan umum. Pasal 65 ayat (1) undang-undang mengatur bahwa setiap partai politik peserta pemilihan umum dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD pemerintah pusat/kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan pada setidaknya 30 persen.Â
Kedudukan perempuan dalam politik diperkuat dengan lahirnya undang-undang nomor 8 tahun 2012, yang menegaskan bahwa dari 3 (tiga) calon, paling sedikit 1(satu) orang adalah perempuan. Terakhir, muncul Peraturan KPU No. 7/2013 yang mengukuhkan poin-poin yang ada pada peraturan sebelumnya. Regulasi ini dikembangkan atas dasar kebijakan aksi (affirmative action) yang menegasakan keterwakilan perempuan dalam politik. Kebijakan afirmatif adalah tindakan khusus sementara yang diambil untuk mencapai persamaan kesempatan dan perlakuan antara perempuan dan laki-laki. Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut tidak serta merta meningkatkan partisipasi politik perempuan. Salah satu indikator rendahnya tingkat partisipasi politik perempuan adalah rendahnya jumlah mereka keterwakilan perempuan di parlemen.
Perempuan juga memiliki kesempatan dan peluang untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan daerah. Pandangan perempuan terhadap dunia politik tentu saja terkait dengan minatnya untuk terjun ke dunia politik. Perempuan berperan dalam arus politik negara kita tanpa didiskriminasi seperti dulu ketika perempuan hanya berdiam diri di rumah. Banyak perempuan saat ini berpendidikan tinggi, berkualitas untuk membawa pikiran dan energi mereka ke dunia politik.Â
Partisipasi politik kader perempuan dalam partai politik tidak boleh didefinisikan secara kaku karena partisipasi politik berarti ambisi yang berlebihan dari kader perempuan untuk mencalonkan diri dalam pemilihan parlemen, untuk memiliki pemilihan kepala daerah dan pemilihan wakil kepala daerah serta dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Partisipasi politik merupakan cerminan kepribadian politik dan kesadaran politik perempuan dalam menjalankan hak politiknya. Bentuk partisipasi politik kader perempuan di parpol memiliki konteks yang lebih luas yaitu ikut serta dalam memprakarsai program/kegiatan kepartaian; partisipasi aktif dalam program/kegiatan partai; partisipasi dalam debat untuk menentukan kebijakan/sikap partai; aktif dalam kepengurusan anggota partai; partisipasi dalam mensukseskan program partai di lingkungan sosial masyarakat; mencalonkan diri dalam pemilihan anggota parlemen pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta pemilihan Presiden dan Wakil Presiden; memerikan pencerahan dan sosialisasi politik kepada masyarakat sebagai perpanjangan tangan partai dalam pelaksanaan fungsi partai politik. Pengembangan model pendidikan politik bagi kader perempuan secara terprogram, terstruktur dan berkelanjutan.Â
UU Parpol tidak memberikan acuan yang jelas tentang mekanisme pengaderan partai sehingga bergantung pada kemauan politik dan aksi politik masing-masing parpol. Kaderisasi memainkan peran penting dalam memberikan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan politik. Kaderisasi merupakan proses mempersiapkan orang menjadi pemimpin yang lebih mampu membangun peran dan fungsi organisasi.
Kesulitan perempuan untuk membagi waktu antara kegiatan di partai dan dalam keluarga karena keputusan penting dalam partai sering dilakukan pada malam hari. Akibatnya, kader-kader perempuan ini tidak dapat mengikuti dalam pengambilan keputusan di dalam partai. Ketajaman dan pemahaman politik kader perempuan masih kurang dalam dunia politik yang mereka masuki. Hal ini menyebabkan perempuan membentuk persepsi/pendapat bahwa perempuan tidak layak menjadi pemimpin dan perempuan tidak boleh menindas laki-laki sebagai pemimpin. Persepsi ini masih mempengaruhi perempuan karena mereka tidak memahami pentingnya peran mereka dalam pengambilan keputusan politik oleh politik partai.
Menurut saya, keterwakilan perempuan di parlemen; merupakan upaya pemerintah untuk melindungi hak perempuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik, untuk menonjol dalam berbagai bidang pembangunan, seperti politik, ekonomi, hukum, dan bidang lainnya. Untuk itu, mari bersama-sama kita dukung caleg perempuan pada pemilu legislatif baik di tingkat pusat maupun daerah pada pemilu mendatang. Diharapkan melalui peningkatan kapasitas caleg perempuan dapat meningkatkan semangat perempuan untuk merebut kursi legislatif untuk membangun bangsa yang sejahtera, adil, dan demokratis, sekaligus siap menghadapi perkembangan budaya modern.
Penyusun,
Syahril Arsyad, Mahasiswa Sosiologi FISIP
Universitas Muhammadiyah Malang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H