Malam ini layaknya embun yang sanggup mencapai puncak kegembiraan dimana awan sebatas usia berkumpul di khayangan. Bersama dengannya malam ini aku berhasil membayar rindu di tempat perantauan beberapa tahun silam. Di tempat ini yang membuat banyak kerinduan adalah menu makanan, kembali memesan beberapa kudapan yang seakan sudah begitu melekat diperasaan. Sembari memilih tempat ternyaman untukku menyampaikan segala cerita dahulu kala saat berat badan masih empat puluh lima.
Satu persatu pesanan datang dari tangan pelayan yang berbeda. Sejuknya susu jahe dan sambal yang aga sedikit mewangi terasi membuat mata sejenak memeram dan  berimajinasi meyakinkan kata hati bahwa aku telah disini. Duduk tepat di depan pandanganku istriku sibuk membuka klip besi yang nampaknya aga sulit ia lakukan, baiklah segera aku ambil alih dan mempersilahkan dirinya untuk mencicipi susu jahe hangat pesanannya sebagai pembuka.
Semua telah siap, sedari awal kita sudah berniat memohon kepada Tuhan apa yang masuk nanti menjadi keberkahan untuk kita, aku, istriku, dan calon manusia yang akan membahagiakan bahtera kami. Separuh waktu keberadaan kami disini terdengar kata permisi dari sudut kanan, terlihat sosok pria setengah baya sambil memegang microfont yang ia persiapkan. Baju hitam, topi dan jeans yang ia kenakan tampak keren.
Mulai lah ia mempertunjukkan sebuah lagu dihadapan kami berdua. Apa karena kurang update list tangga lagu terpopuler Indonesia di tahun 2019 ini, intinya yang masih terngiang lirik lagu sampai ditulisnya kesan ini yaitu "dengarlah lagu ini, dari orang biasa. Tapi cintaku padamu luar biasa ... " kiranya pembaca lebih paham lagu ini milik siapa penciptanya.
Sejauh pemandangan, rasanya semua orang yang ada di Angkringan kala itu semua terhanyut dalam lantunan senandung yang menambah nikmat kunyahan mulut. Terlihat dari anggukan orang-orang dan sesekali menengok kearah penyanyi tersebut.
Tibalah pada penghujung lagu, penyanyi sedikit bergeser kearah tengah-tengah semua pengunjung Angkringan dan saatnya tiba, istriku mengeluarkan uang receh lima ratus rupiah. Memang itu yang biasa kami lakukan setiap memberikan uang kepada penyanyi jalanan seperti di bus atau tempat umum lainnya. Sudah ku sampaikan kepada istriku, dan akhirnya ditambah satu lagi uang receh lima ratausan, dan kebetulan memang sedang tidak ada uang receh dua ribu atau seribuan lainnya.
Memang sedang tidak ada uang receh lainnya hanya segitu yang kami punya. Dan pada akhirnya tiba di dekat posisi meja kami, kuberikan dua buah uang lima ratus tersebut sambil kuacungkan jempol serta ku apresiasi lewat kata keren kepadanya dan balasnya dia dengan senyuman. Sembari ia melanjutkan berkeliling kepada pengunjung lainnya.
Ku perhatikan langkahnya kian bergegas menghampiri kami berdua, "maaf bener ngasih segini, ga usah ajh ?". Bummmm... Itulah kata-kata yang keluar dari bibir manisnya yang langsung bergegas. Saya tak ingat betul ekspresi wajahnya seperti apa saat mengembalikan uang pemberian kami karena aku sibuk mengangkat panggilan WhatsApp dari ibu mertua yang menanyakan kabar kami berdua.
Seakan semua riangan awan yang sedang bergembira jatuh tiba-tiba kembali ke permukaan. Semua rasa makanan seketika hambar begitupun yang sedang asik dikunyah. Ku geser sedikit gelas yang menutupi uang yang dikembalikannya, tenyata hanya satu buah logam uang lima ratus saja. Sekali lagi ku tengok dia dengan perasaan penuh salah, ia menyebrang jalan dan langsung pergi dengan motor matic yang ia parkir dibelakang sebuah mobil putih.
Ku pandang dalam raut wajah istriku, sama sepertiku rasa menyesal terlihat dari tertegunnya memandang semua makanan. Mungkin dia butuhnya lima ratus saja ucapku kepada istriku untuk mencairkan suasana yang sempat membeku. Perasaan itu semakin menguat, semakin enggan mengangkat sendok makanan. Kami berdua berdiam diri karena merasa malu jika dibahas dengan obrolan yang terlalu kuat.
Jujur saja ini baru pertama kalinya mengalami kejadian seperti ini, huh rasaku takut melukai perasaan penyanyi hebat itu, takut rasa menyindirnya.
Jika memang ia merasa tersindir uang pemberian kami, kenapa ia mengembalikan uang hanya lima ratausannya saja, mengapa tidak kedua uang lima ratus rupiahnya yang dikembalikan. Atau memang yang sedang ia butuhkan hanya lima ratusan saja. Atau harga pemberian kepada penyanyi jalanan di lingkungan sini sudah naik harganya. Spekulasi dari berbagai penjuru menghantam isi hati. Jadi teringat sebuah kisah berjudul kisah sepotong kue. Ah ... Mungkin saja rejekiku yang sedang ditolak. Begitu dalam hikmah selogam uang lima ratus.
Sampai saat ini kata hati selalu bertanya, andai pria itu menyadari ketika ia menemukan uang lima ratus satunya digenggamannya. Jika ia selama ini mengembalikan kepada orang yang memberikan uang lima ratus, kenapa ada uang lima ratusan digenggamnya. Andai tulisan ini sampai kepada ia dan membacanya. Saya mohon maaf sepenuh hati, tidak berniat mengiha dengan memberikan dua logam uang lima ratusan dan ia kembalikan lagi satu logamnya.
Sudah tak tahan dengan gumpalan rasa mendung ini, sebelum petir terlalu banyak menghujam. Akhirnya kami menyudahi agenda kami disini, melanjutkan rencana lainnya sambil berdua mengingat sang Pencipta atas kejadian kali ini.Â
Terima kasih, untuk pelajarannya malam ini. Mari kita sama-sama mengambil hikmahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H