PKI pada 30 September 1965 lalu. Pada awalnya kami sedang menonton tv bersama di ruang keluarga, lantas sekilas ada berita yang menggambarkan ganasnya
Nenek ku yang duduk di sofa-pun menyahut, "Halah itu isu lama yang terus di ulang, tanpa ada penyelesaian."
"Lah, emang gimana nek ceritanya?", pungkasku.
"Tetangga samping rumah kita ini kan PKI."
"Heh?, keluarga Pak RT nek?"
"Iya," timpal nenek.
Aku binggung kenapa nenek malah menceritakan Pak RT, padahal aku ingin tahu lebih lanjut tentang bagaimana sejarah masuknya PKI ke Indonesia.
Nenek melanjutkan, "Dulu bapaknya Pak RT itu tentara, sama seperti kakekmu, tapi pada akhirnya dia di pensiunkan dini oleh kesatuanya karena terbongkar bahwa sebenarnya dia adalah orang PKI," nenek melanjutkan, "Istrinya yang juga seorang guru seperti nenek di pensiunkan dini dan sampai sekarang silsilah keluarganya masih tidak jelas, dari dulu sampai sekarang yang jadi RT ya selalu dari keluarganya, mungkin agar tidak di ketahui silsilah sebenernya bagaimana."
Oh, trnyata seperti itu..
Kemudian aku mencari tahu.Â
Di Indonesia PKI dikenalkan oleh mantan ketua sarikat buruh kereta api Belanda atau Nederlandse Vereniging van Spoor en Tramweg Personeel (NVSTP) bernama Henk Sneevliet, ia kehilangan pekerjaanya pada 1912, ia pun menganggur.
Setahun kemudian Sneevliet berlayar ke Indonesia, Hindia Belanda saat itu. "Tiba di Hindia pada Februari 1913 pada usia 30 tahun. Dia bergabung sebagai staf editor Soerabaiaasch Handelsblad lalu pindah ke ke Semarang pada Mei 1913 untuk menggantikan D.M.G. Koch sebagai sekretaris Semarang Handelsvereeniging," seperti dicatat Takashi Shiraishi dalam Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1917 (1997).
Menurut Parakirti Simbolon dalam Menjadi Indonesia (2006) dan Ruth McVey dalam Kemunculan Komunisme di Indonesia (2009), Koch juga seorang sosialis. Dalam pergaulannya di Hindia Belanda, Sneevliet, seperti di negeri asalnya, bergaul lagi dengan kalangan buruh kereta api. Para buruh ini bergabung dalam Vereniging van Spoor-en Tramweg Personeel (VSTP), yang berdiri sejak 1908.
Selain aktif di VSTP ia juga menjadi sekretaris Kamar Dagang Semarang. Menurut Soe Hok Gie dalam Dibawah Lentera Merah (2005), gaji Sneevliet di Kamar Dagang saat itu adalah 1.000 gulden. Akan tetapi, Sneevliet tak bertahan lama dengan pekerjaan bergaji besar itu.
Pada 9 Mei 1914 Sneevliet bersama para sosialis Belanda mendirikan perkumpulan sosialis demokrat Hindia Belanda dengan nama Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Di tahun berikutnya ISDV mendirikan surat kabar: Het Vrije Woord (Suara Kebebasan).
Pada saat Sneevliet berada di Surabaya ia bertemu dengan pemuda yang sepemikiran denganya: Semaun. Dari pertemuan tersebut Semaun di didik oleh Sneevliet hingga ia menjadi sekretaris ISDV di Surabaya yang didominasi orang Belanda, sekaligus menjadi pempinam VSTP Surabaya.
Ada seorang pemuda lagi yang bertemu dengan Sneevliet, Darsono namanya. Ia mulai dekat dengan Sneevliet pada tahun 1917,sebelum ia terbuang dari Indonesia.Â
Dari pertemuan dengan kedua pemuda tersebut, Sneevliet bertemu dengan Alimin dan Musso.Â
Tanggal 23 Mei 1920 diadakan Kongres VII ISDV bertempat di gedung SI Semarang, didirikanlah Partai Komunis Indonesia, di sana Semaun terpilih menjadi ketuanya, sedangkan Darsono menjadi wakil.Â
Setelah Sneevliet terbuang dari Indonesia pada Tahun 1918, Semaun dan kawan-kawannya mengkader para pemuda lain, sebut saja Tan Ling Jie, Setiadjid, Abdulmadjid, Maroeto Daroesman, atau Amir Sjarifoedin pada PKI angkatan 1948. Di tahun 1950, muncul generasi M.H. Lukman, Nyono, Nyoto, dan D.N. Aidit.
Sumber: tirto.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H