Mohon tunggu...
Syahrian
Syahrian Mohon Tunggu... Penulis - selenophile, aquarius, aktivis

Aku ingin seperti tikus, jadi peng-erat selamanya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gerakan Uninstall Bukalapak, Siapa yang Dirugikan?

16 Februari 2019   07:17 Diperbarui: 16 Februari 2019   08:55 3342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Besar dana R&D Indonesia tahun 2013 Foto: UNESCO Institute for Statistics (UIS)

Ruang publik dibuat  keruh oleh sensasi dan kontroversi. Berawal dari satu cuitan CEO Bukalapak, Achmad Zaky, berujung pada kegaduhan. Tanggapan yang muncul sangatlah beragam. Masyarakat dan para politisi juga berbondong-bondong ikut mengomentari cuitan itu, hingga muncul gerakan #UninstallBukalapak dan trending di Twitter.

Tak ada hari tanpa politik, dan segala sesuatu pasti dikaitkan dengan politik. Itulah demam yang saat ini melanda negeri, di tahun politik. Sekarang, giliran pihak petahana yang merasa geram oleh cuitan Ahmad Zaky.

Lewat akun Twitternya @achmadzaky, pada 13 Februari lalu, Zaky menyinggung dana riset dan pengembangan Indonesia yang sangat minim. Dikaitkan dengan kampanye pemerintah soal Revolusi Industri 4.0.

Akun Twitter @achmadzaky, pada 13 Februari 2019
Akun Twitter @achmadzaky, pada 13 Februari 2019

"Omong kosong Industri 4.0 kalau budget R&D negara kita kaya gini (2016, in USD)," kata Zaky, dilanjutkan dengan membandingkan 10 negara lengkap dengan alokasi anggaran pemerintah mereka untuk riset dan pengembangan.

Dari data tersebut, Indonesia berada di urutan 43 dengan total anggaran hanya 2 miliar dollar AS, lebih rendah dibanding Malaysia dan Singapura yang masing-masing sebesar 10 miliar dolar AS, dan bahkan jauh lebih rendah jika dibanding Jepang yang menggelontorkan dana sebesar 165 miliar dolar AS dan China yang sebesar 451 miliar dolar AS.

Dalam pemaparan data, terdapat sedikit kekeliruan dari cuitannya. Jika ditelusuri data tersebut berasal dari data UNESCO Institute for Statistics (UIS). UIS sendiri adalah kantor statistik UNESCO sekaligus tempat penyimpanan PBB terkait data statistik mengenai pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, budaya, dan komunikasi yang dapat diperbandingkan antar negara.

Uji data

Di situs resmi UIS Data-data ini ditampilkan jelas bahwa dana R&D Indonesia adalah sebesar 2,13 miliar dolar AS, tidak jauh beda dengan angka yang dikutip Zaky, yakni 2 miliar dolar AS. Jika data itu disebut sebagai data tahun 2016, itu lah letak kekeliruannya. Karena, dalam situs itu disebutkan, dana R&D Indonesia yang ditampilkan itu adalah data tahun 2013. Yaitu, 0,1 persen dari nilai produk domestik bruto (gross domestic product/GDP) Indonesia.

Besar dana R&D Indonesia tahun 2013 Foto: UNESCO Institute for Statistics (UIS)
Besar dana R&D Indonesia tahun 2013 Foto: UNESCO Institute for Statistics (UIS)
                                                                       

Lalu berapa besaran dana R&D Indonesia pada 2016? Berdasarkan laporan bertajuk "2018 Global R&D Funding Forecast", besar dana R&D Indonesia pada 2016 ternyata adalah 9,38 miliar dolar AS atau sebesar 0,89 persen GDP Indonesia. Laporan itu dibuat berdasarkan himpunan data-data dari International Monetary Fund, World Bank, CIA World Fact Book, dan OECD.

Selain mencatat dana R&D aktual dari 40 negara di seluruh dunia pada 2016, laporan ini juga mengestimasi bahwa dana R&D Indonesia pada 2017 adalah sebesar 9,81 miliar dolar AS dan menaksir pada 2018 angka itu naik menjadi 10,23 miliar dolar AS. Yang menarik, dalam laporan ini terlihat bahwa dana R&D Indonesia pada 2016 juga masih lebih kecil dibanding dana R&D Malaysia dan Singapura atau bahkan jauh lebih kecil dibanding Jepang dan China pada tahun yang sama.

Besar dana R&D Indonesia dan negara-negara lainnya tahun 2016 Foto: 2018 Global R&D Funding Forecast
Besar dana R&D Indonesia dan negara-negara lainnya tahun 2016 Foto: 2018 Global R&D Funding Forecast
                                                     

Laporan ini menyebutkan bahwa dana R&D Malaysia pada 2016 adalah 11,58 miliar dolar AS dan Singapura adalah 12,81 miliar dolar AS. Adapun dana R&D Jepang pada 2016 adalah sejumlah 185,95 miliar dolar AS dan China adalah sebesar 424,86 miliar dolar AS. Ya, dana R&D Jepang dan China adalah sekitar 18 dan 42 kali lebih besar daripada dana R&D Indonesia.

Perlu diketahui juga bahwa dari laporan tersebut, nilai GDP Jepang dan China pada 2016 adalah 5 dan 21 kali lebih besar dibanding GDP Indonesia. Ini menunjukkan bahwa kedua negara itu punya total dana APBN yang memang sangat besar sehingga bisa dipakai untuk berbagai keperluan, termasuk untuk R&D.

Namun yang patut menjadi pelajaran, dana R&D Jepang dan China bisa demikian besar juga karena masing-masing mereka rela mengucurkan dana sampai 3,55 persen dan 1,94 persen dari dana GDP mereka untuk keperluan R&D.

Berapa persentase dana R&D Indonesia? Pada kenyataannya persentasenya tidak sampai 1 persen dari GDP. Lalu? Bagaimana pendapat kalian jika bentuk kepedulian Zaky berujung pemboikotan pada Bukalapak?

Siapa yang sebenarnya dirugikan?

Selain paparan data di atas, suasana kebatinan kubu TKN Jokowi-Ma'ruf nampaknya diuji juga oleh akhir cuitan Zaky yang mengatakan "mudah-mudahan Presiden baru bisa naikin". Kata-kata itu yang secara mentah ditelan oleh para politisi di kubu TKN Jokowi-Ma'ruf, yang merasa tersinggung atas pernyataan Zaky sehingga muncul banyak kecaman dan intimidasi terhadap Zaky.

Contohnya, dikutip dari Tirto.Id, Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Arya Sinulingga, mengatakan bahwa  Zaky seperti "kacang lupa pada kulitnya". Arya mengatakan, selama ini Jokowi sudah begitu banyak membantu Bukalapak--korporasi yang dibuat pengusaha dalam negeri.

"Ini kan orang-orang yang tidak sadar diri. Orang-orang yang sangat menyedihkan," katanya.

Dalam kasus ini, intimidasi seperti itu sangatlah tidak pantas, tentunya sangat mencoreng prinsip demokrasi dan kebebasan berpendapat yang dilindungi dalam UUD 19945 pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan,"Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat".

Terlepas dari simpang siurnya data yang disajikan oleh Achmad Zaky, kubu pemerintah seharusnya mampu menangkap kritik ini dengan cerdas, menampung harapan masyarakat yang menginginkan penguatan dan perhatian lebih terhadap riset dan pengembangan, sehingga masyarakat tidak hanya dibuai dengan jargon Revolusi 4.0 tanpa realisasi dan upaya nyata untuk menghadapi persaingan di masa yang akan datang.

Pergantian kekuasaan pada pemilu yang akan datang harus menjadi ladang harapan bagi rakyat. Siapapun yang terpilih nantinya, Pemimpin itu harus bisa membuktikan janji-janji politiknya untuk memajukan bangsa.

Bukalapak dan Achmad Zaky merupakan satu dari banyak korban pemboikotan contohnya (Traveloka, Grab, Sari Roti) yang diboikot akibat perbedaan pendapat atau pilihan politik. Zaky pun telah menekankan bahwa ini bukan urusan dukung mendukung, jadi tidak ada alasan lagi melakukan upaya boikot memboikot. 

Terlalu sempit jika meributkan perbedaan dan menilai keberpihakan sebagai ajang meraup insentif elektoral semata. Masih ada kepentingan yang lebih besar yaitu memajukan dan mensejahterakan rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun