Di sisi lain, masyarakat juga perlu didorong untuk lebih kritis dan berani menyuarakan ketidaksetujuan mereka ketika melihat praktik-praktik dakwah yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Kritik yang konstruktif akan membantu menciptakan ekosistem dakwah yang lebih sehat dan bermartabat.
Kesimpulannya, kejadian pendakwah yang mengolok-olok pedagang es teh ini harus menjadi momentum untuk melakukan introspeksi dan perbaikan dalam dunia dakwah Indonesia. Humor memang penting dalam dakwah, tetapi harus disampaikan dengan cara yang bermartabat dan tidak merendahkan siapapun.Â
Sebagai umat beragama, kita perlu terus mengingatkan bahwa dakwah yang sejati adalah dakwah yang membawa pencerahan, bukan penghinaan; yang membangun, bukan merendahkan; dan yang menyatukan, bukan memecah belah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H