Kepedulian rekan sejawat terhadap kondisi Pak Rufi'an juga terlihat dari sikap Eko, wali kelas anak pelapor, yang sengaja tidak memberitahu status tersangkanya untuk menjaga kondisi mental sang guru. Seperti yang ia ungkapkan: "Dari surat tertanggal 28 September lalu penetapan sebagai terlapor 1 Oktober hingga naik menjadi tersangka tanggal 11 Oktober saya memang tidak menjelaskan keadaan ini kepada Pak Rufi'an. Khawatir beliau syok."
Namun, kasus ini juga membuka diskusi lebih luas tentang sistem pendidikan kita. Haruskah setiap konflik di ruang kelas langsung dibawa ke ranah hukum? Tuntutan finansial yang awalnya mencapai 70 juta rupiah - meski kemudian turun menjadi 10 juta - menimbulkan pertanyaan tentang arah pendidikan kita: apakah telah bergeser dari domain sosial-pendidikan menjadi sekadar transaksi ekonomi?
Dukungan dari berbagai pihak, termasuk tim hukum yang siap membantu tanpa biaya, memberikan secercah harapan. Seperti yang disampaikan Asrori: "pagi tadi Pak Rupian juga sudah dibantu tim kuasa hukum dengan biaya 0 rupiah. Bukan hanya 1, beberapa pengacara dari berbagai unsur, LBHNU, Dewan Pendidikan, Komnas Pendidikan siap pula turun tangan."
Kasus Pak Rufi'an seharusnya menjadi momentum untuk mengevaluasi kembali posisi guru dalam masyarakat kita. Di satu sisi, kita menuntut guru untuk menjadi teladan dan pembentuk karakter, namun di sisi lain kita seringkali tidak memberikan ruang yang cukup bagi mereka untuk menjalankan peran tersebut dengan optimal.
Ke depan, diperlukan dialog yang lebih intensif antara semua pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan untuk menciptakan ekosistem yang lebih supportif bagi para guru. Perlindungan hukum yang memadai, panduan yang jelas tentang batasan-batasan dalam mendidik, serta mekanisme mediasi yang efektif perlu dibangun untuk mencegah kasus serupa terulang.
Semoga kasus Pak Rufi'an bisa menemui titik terang melalui jalur damai, sebagaimana harapan Kabid Amak: "Mudah mudahan pihak siswa semakin sadar sehingga tidak perlu ada tuntutan dan terjadi perdamaian." Karena pada akhirnya, yang kita perjuangkan adalah masa depan generasi penerus bangsa, dan hal ini hanya bisa dicapai melalui hubungan yang harmonis antara guru, siswa, dan orang tua.
#saveguru #gururupian
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI