Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Memori Manis di Perpustakaan Kecil

27 November 2024   11:40 Diperbarui: 27 November 2024   13:28 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Canva 

Sejak hari itu, rutinitas baru tercipta di rumah keluarga kecil tersebut. Setiap sore setelah shalat Ashar, Ibu Sumiati akan duduk di ruang tengah, siap menemani anak-anaknya membaca. Kadang ia membacakan cerita untuk Mulyono, atau mendengarkan Purwandi menjelaskan fakta-fakta menarik dari buku sainsnya. Lampu temaram di sudut ruangan menciptakan suasana hangat, sementara di luar, hiruk pikuk kota mulai mereda.

"Bu, tahu nggak? Cahaya matahari butuh waktu 8 menit untuk sampai ke Bumi!" Purwandi sering berbagi pengetahuan barunya dengan penuh semangat.

"Wah, hebat ya! Coba ceritakan lebih banyak pada adik-adikmu," tanggap Ibu Sumiati, sengaja mendorong interaksi antara anak-anaknya. Ia mengamati wajah-wajah penuh semangat putra-putranya, berusaha menyimpan setiap detail dalam ingatannya.

Darwin yang awalnya lebih suka main game di ponsel, perlahan mulai tertarik dengan buku-buku tentang hewan purba. Ia bahkan mulai menggambar dinosaurus di buku sketsanya. Dedi yang pendiam menemukan dunia baru dalam novel-novel petualangan, sementara Mulyono sangat menyukai saat-saat ketika ibunya membacakan cerita dengan berbagai macam suara untuk setiap tokoh yang berbeda.

Suatu malam, ketika anak-anak sudah tidur, Ibu Sumiati menulis di buku hariannya dengan tangan yang sedikit gemetar:

"Hari ini hasil tes terakhir keluar. Stadium 3. Dokter bilang masih ada harapan, tapi aku harus segera mulai kemoterapi. Ya Allah, beri aku kekuatan. Aku belum siap meninggalkan anak-anakku. Setidaknya, perpustakaan kecil ini akan menjadi warisanku untuk mereka. Semoga mereka selalu menemukan kebahagiaan dan pembelajaran dalam setiap buku yang mereka baca."

Perubahan positif pada anak-anaknya tidak luput dari perhatian tetangga. Beberapa ibu mulai bertanya tentang cara membuat perpustakaan mini di rumah. Ibu Sumiati dengan senang hati berbagi pengalamannya, meski terkadang harus menahan rasa sakit yang mulai sering menyerang.

"Yang penting bukan jumlah bukunya, tapi kerelaan kita meluangkan waktu untuk membaca bersama anak-anak," jelasnya dalam sebuah pertemuan PKK, suaranya masih terdengar kuat meski wajahnya mulai tampak pucat.

Enam bulan berlalu. Perpustakaan mini di rumah Ibu Sumiati kini semakin berkembang. Bukan hanya karena tambahan buku, tapi juga karena menjadi pusat kegiatan keluarga. 

Setiap Minggu, mereka mengadakan "Sesi Berbagi Cerita" di mana setiap anggota keluarga menceritakan buku yang telah mereka baca selama seminggu. Bahkan ketika Ibu Sumiati harus menjalani kemoterapi, tradisi ini tetap berlanjut di ruang rawat rumah sakit.

Suatu sore, saat matahari mulai tenggelam di balik gedung-gedung tinggi Jakarta, Ibu Sumiati memanggil keempat putranya ke kamarnya. Rambutnya yang dulu hitam lebat kini telah rontok akibat kemoterapi, tapi senyumnya masih sama hangatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun