"Dara, Nisa, kalian tahu tidak? Bapak baru saja membaca hasil penelitian tentang makanan anak sekolah," ujar Pak Rudi sambil duduk di dekat mereka. Suaranya harus sedikit ditinggikan untuk mengalahkan keramaian kantin. "Ternyata banyak sekali makanan yang kita konsumsi mengandung terlalu banyak karbohidrat, gula, dan lemak. Belum lagi wadah plastik dan styrofoam yang bisa mencemari makanan dengan mikroplastik."
Dara dan Nisa saling berpandangan. Mereka masih mengunyah makanan mereka sambil mendengarkan penjelasan guru mereka.
"Coba lihat mi goreng yang kamu makan, Dara. Kandungan karbohidratnya tinggi, ditambah minyak goreng yang dipakai berulang kali. Risoles kamu juga, Nisa. Goreng-gorengan itu mengandung lemak yang tidak baik jika dikonsumsi terlalu sering."
Bu Yati yang mendengar percakapan mereka ikut mendekat. "Maaf Pak Rudi, saya juga sebenarnya ingin menyediakan makanan yang lebih sehat. Tapi anak-anak lebih suka jajanan yang seperti ini. Kalau saya jual sayur atau buah, jarang ada yang beli."
"Iya Bu, saya mengerti. Ini bukan salah ibu saja. Ini masalah yang kompleks," jawab Pak Rudi. "Tapi setidaknya kita bisa mulai dengan hal kecil. Misalnya, mengurangi penggunaan wadah plastik dan styrofoam. Bisa diganti dengan wadah ramah lingkungan."
Dara menatap mi gorengnya yang tinggal setengah. Ia mulai merasa tidak nyaman dengan apa yang sedang ia makan. "Pak, terus sebaiknya kita jajan apa dong?"
"Kalian bisa mulai dengan membawa bekal dari rumah. Ibu kalian pasti bisa menyiapkan makanan yang lebih sehat. Atau kalau memang harus jajan, pilihlah makanan yang tidak terlalu berminyak dan tidak banyak mengandung gula."
Bel masuk berbunyi tepat ketika mereka menyelesaikan pembicaraan. Dara dan Nisa bergegas kembali ke kelas, tapi pikiran mereka masih dipenuhi dengan informasi yang baru saja mereka dengar.
Sepulang sekolah, langit mulai memerah ketika siswa-siswi berhamburan keluar gerbang. Suara starter motor dan klakson memenuhi area parkir. Dara mengendarai motornya pulang dengan pikiran berkecamuk. Ia melewati deretan pedagang kaki lima yang biasa menjadi tempat nongkrong anak-anak SMK, tapi kali ini ia memilih untuk langsung pulang. Ada yang harus ia bicarakan dengan ibunya.
Keesokan paginya, kantin sekolah masih ramai seperti biasa. Suara mesin-mesin dari bengkel kembali menjadi musik latar. Tapi kali ini, Dara dan Nisa duduk di pojok kantin dengan kotak bekal mereka. Isi bekal Dara adalah nasi dengan telur dadar dan sayur tumis, sedangkan Nisa membawa sandwich sayur buatan ibunya. Aroma masakan rumahan mereka mengundang perhatian beberapa teman sekelas.
"Ternyata bekal dari rumah juga enak ya," kata Nisa sambil mengunyah sandwich-nya. "Dan kata ibuku, ini lebih hemat lho. Lumayan uangnya bisa untuk beli komponen praktik."