Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Program SMK PK, Antara Idealisme dan Realita di Lapangan

14 November 2024   14:57 Diperbarui: 14 November 2024   15:34 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak diluncurkan pada tahun 2021 oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Pendidikan Vokasi) Kemendikbud, program SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) menyimpan harapan besar untuk mengangkat kualitas pendidikan vokasi di Indonesia. Program ini didesain sebagai katalis perubahan untuk meningkatkan kinerja sekolah kejuruan agar mampu menghasilkan lulusan yang lebih kompetitif. Namun setelah tiga tahun berjalan, berbagai tantangan implementasi mulai terungkap, menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas pelaksanaan program ini di lapangan.

Salah satu dampak yang cukup mengkhawatirkan adalah menurunnya minat masyarakat untuk menyekolahkan anak mereka di SMK PK. Fenomena ini muncul bukan karena konsep programnya yang buruk, melainkan karena adanya kendala dalam implementasi yang berdampak langsung pada proses pembelajaran siswa. Intensitas workshop dan pelatihan guru yang terlalu tinggi telah menciptakan situasi dilematis, di mana upaya peningkatan kompetensi guru justru berbenturan dengan kebutuhan pembelajaran siswa di kelas.

Para guru yang sering absen dari kelas karena harus mengikuti berbagai workshop memang mendapatkan kesempatan pengembangan diri yang berharga. Namun, solusi yang ditempuh dengan hanya memberikan tugas kepada siswa ternyata tidak efektif. Siswa yang belum siap dengan model pembelajaran mandiri seperti ini justru merespons dengan sikap apatis, memilih tidur di kelas daripada mengerjakan tugas yang diberikan. Kondisi ini menciptakan lingkaran masalah yang semakin kompleks ketika informasi tentang situasi pembelajaran yang tidak ideal ini menyebar ke masyarakat.

Persoalan ini sebenarnya menyoroti gap yang lebih fundamental dalam sistem pendidikan vokasi kita. Di satu sisi, ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kompetensi guru melalui berbagai pelatihan dan workshop. Namun di sisi lain, intensitas kegiatan pengembangan kompetensi yang terlalu tinggi justru mengorbankan waktu pembelajaran efektif di kelas. Hal ini menunjukkan perlunya evaluasi dan penyesuaian dalam implementasi program SMK PK.

Beberapa solusi yang bisa dipertimbangkan antara lain adalah mengadopsi sistem rotasi guru yang lebih terencana, di mana tidak semua guru mengikuti workshop dalam waktu bersamaan. Alternatif lain adalah mengintegrasikan lebih banyak pelatihan online atau blended learning untuk guru, sehingga mereka tetap bisa memenuhi tugas mengajar sambil mengembangkan kompetensi. Penjadwalan workshop yang lebih terstruktur, misalnya dilakukan di luar jam efektif pembelajaran atau selama masa liburan sekolah, juga bisa menjadi solusi.

Yang tidak kalah penting adalah mempersiapkan siswa untuk dapat belajar secara lebih mandiri melalui pengenalan bertahap terhadap metode pembelajaran aktif dan kolaboratif. Ketika guru harus mengikuti workshop, sekolah bisa menghadirkan praktisi industri atau alumni sukses untuk berbagi pengalaman dan memberikan pembelajaran kontekstual kepada siswa. Ini bukan hanya akan mengisi kekosongan kelas secara produktif, tetapi juga memberikan exposure langsung terhadap dunia industri kepada para siswa.

Program SMK PK sejatinya memiliki potensi besar untuk mentransformasi pendidikan vokasi di Indonesia. Namun, seperti halnya setiap program transformatif, diperlukan periode transisi dan penyesuaian yang dikelola dengan baik. Penurunan minat masyarakat terhadap SMK PK hendaknya menjadi alarm untuk melakukan evaluasi dan perbaikan, bukan untuk menghentikan program ini.

Kunci keberhasilan program ini terletak pada keseimbangan antara peningkatan kompetensi guru dan kebutuhan pembelajaran siswa. Dengan perencanaan yang lebih matang dan implementasi yang lebih terstruktur, program SMK PK masih bisa mencapai tujuan mulianya untuk meningkatkan kualitas pendidikan vokasi di Indonesia. Yang dibutuhkan adalah komitmen semua pemangku kepentingan untuk terus melakukan perbaikan dan penyesuaian, sehingga program ini benar-benar dapat menjadi katalis perubahan positif dalam pendidikan vokasi di tanah air.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun