Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menyesap Secangkir Nostalgia di Pagi Malioboro

17 Juli 2024   08:12 Diperbarui: 17 Juli 2024   08:30 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mentari pagi mulai mengintip malu-malu di balik gedung-gedung tinggi Yogyakarta. Sinarnya yang hangat perlahan menerangi jalanan Malioboro yang masih lengang. Inilah saat terbaik untuk menikmati pesona tersembunyi salah satu ikon wisata paling terkenal di Kota Gudeg ini. Jauh sebelum hiruk pikuk pedagang dan wisatawan memadati trotoar, Malioboro di pagi hari menyajikan pemandangan dan suasana yang berbeda - lebih tenang, lebih autentik, namun tak kalah memikat.

Aroma kopi yang menguar dari warung-warung pinggir jalan menjadi penanda bahwa kehidupan di Malioboro mulai berdetak. Para pedagang kaki lima mulai menata dagangan mereka. Beberapa pelancong yang menginap di hotel sekitar terlihat keluar untuk olahraga pagi atau sekadar mencari sarapan. Inilah saat yang tepat untuk menemukan sudut favorit dan mulai menikmati secangkir kopi jos atau wedang uwuh yang khas Yogyakarta.

Kopi jos, minuman legendaris yang menjadi ciri khas angkringan Yogya, merupakan paduan unik antara kopi hitam pekat dengan arang panas yang masih membara. Begitu arang dicelupkan, terdengar bunyi 'jos' yang menjadi asal muasal nama minuman ini. Rasa kopinya yang pahit berpadu dengan aroma smoky dari arang menciptakan sensasi yang tak terlupakan bagi para penikmatnya. 

Dokumen pribadi 
Dokumen pribadi 

Sementara itu, wedang uwuh menawarkan kehangatan yang berbeda. Racikan minuman tradisional ini terdiri dari berbagai rempah seperti jahe, cengkeh, kayu manis, dan daun pala. Aromanya yang wangi dan rasanya yang pedas menghangatkan badan sekaligus menyegarkan pikiran. Konon, wedang uwuh juga berkhasiat untuk menjaga daya tahan tubuh - bonus yang sangat bermanfaat di tengah udara pagi yang masih dingin.

Sembari menikmati minuman pilihan, mata dimanjakan oleh pemandangan orang-orang yang berolahraga pagi. Para pejalan kaki dan pelari tampak hilir mudik di sepanjang trotoar Malioboro. Beberapa menggunakan seragam olahraga kantor, sementara yang lain mengenakan pakaian kasual. Mereka yang lebih bersemangat memilih untuk bersepeda, memanfaatkan jalur khusus sepeda yang telah disediakan pemerintah kota.

Kehadiran para olahragawan pagi ini menambah nuansa dinamis Malioboro. Derap langkah mereka yang berirama dan dengung percakapan ringan antar rekan seperti melengkapi simfoni pagi yang dimainkan kota. Semangat mereka seolah menular, membuat siapa pun yang menyaksikan jadi ikut bersemangat menyambut hari.

Tiba-tiba, ketenangan pagi itu dipecahkan oleh bunyi sirine yang memekakkan telinga. Ah, rupanya ada kereta api yang akan melintas. Perlintasan kereta api di ujung selatan Malioboro memang menjadi atraksi tersendiri. Palang pintu diturunkan, kendaraan berhenti, dan orang-orang berkerumun untuk menyaksikan kereta lewat.

Dokumen pribadi 
Dokumen pribadi 

Aroma rempah yang menggoda menguar dari mangkuk soto panas yang baru saja disajikan di salah satu warung pinggir jalan Malioboro. Kuah bening kekuningan dengan potongan ayam empuk, tauge renyah, dan seledri segar mengundang selera para pejalan kaki yang lelah setelah berbelanja. Sembari menikmati hidangan khas Indonesia ini, pengunjung dapat memandangi hiruk-pikuk aktivitas di jalan ikonik Yogyakarta tersebut - dari pedagang kaki lima yang menjajakan dagangan hingga becak-becak yang hilir mudik mengangkut wisatawan. Sensasi hangat kuah soto yang meresap ke dalam tubuh berpadu sempurna dengan suasana khas Malioboro, menciptakan pengalaman kuliner yang tak terlupakan.

Tak jauh dari penjual kue, terlihat seorang ibu paruh baya yang menjajakan jamu gendong. Dengan gendongan berisi botol-botol jamu di punggungnya, ia menawarkan berbagai ramuan tradisional Jawa. Ada kunyit asam yang menyegarkan, beras kencur yang menghangatkan, hingga jamu khusus untuk menjaga stamina. Meski kini banyak tersedia jamu kemasan modern, namun jamu gendong tetap memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat. Rasanya yang autentik dan keramahan sang penjual menjadi daya tarik yang tak tergantikan.

Perlahan tapi pasti, Malioboro mulai dipadati pengunjung. Para wisatawan berdatangan, toko-toko mulai membuka pintu, dan pedagang kaki lima semakin ramai. Hiruk pikuk yang familiar itu menandakan bahwa pagi yang tenang di Malioboro akan segera berakhir. Namun kenangan dan pengalaman yang didapat selama beberapa jam terakhir akan tetap membekas.

Menikmati pagi di Malioboro bukan sekadar tentang menyaksikan tempat wisata terkenal sebelum ramai. Ini adalah kesempatan untuk merasakan detak jantung sesungguhnya dari Yogyakarta. Dari secangkir kopi jos atau wedang uwuh, kita bisa merasakan kehangatan dan keramahan khas Jogja. Lewat orang-orang yang berolahraga, kita melihat semangat dan gairah hidup warga kota. Melalui deru kereta api yang melintas, kita diingatkan akan romantisme perjalanan dan petualangan. Sementara dari penjual kue dan jamu, kita bisa mengapresiasi kekayaan kuliner dan obat tradisional yang terus bertahan di tengah modernitas.

Malioboro di pagi hari adalah potret mini Indonesia yang mempesona. Di sini, tradisi dan modernitas berpadu harmonis. Kesederhanaan dan kemewahan berjalan beriringan. Yang lama dan yang baru saling melengkapi, bukan bertentangan. Semua elemen ini menciptakan mozaik indah yang membuat Malioboro - dan Yogyakarta secara umum - menjadi destinasi yang selalu dirindukan.

Bagi mereka yang terbiasa mengunjungi Malioboro di siang atau malam hari, mungkin akan terkejut dengan wajah berbeda yang ditampilkan di pagi hari. Tak ada keramaian yang memekakkan telinga, tak ada desakan dan senggolan di trotoar yang sempit. Yang ada hanyalah kedamaian, ketenangan, dan kesempatan untuk menikmati setiap detail dengan lebih seksama.

Menikmati pagi di Malioboro juga bisa menjadi momen introspeksi dan refleksi diri. Di tengah kesibukan hidup yang kadang membutakan kita dari hal-hal sederhana, pagi yang tenang di Malioboro mengingatkan kita untuk sesekali melambatkan langkah. Untuk berhenti sejenak dan mengapresiasi keindahan di sekitar yang sering kita abaikan. Untuk kembali terhubung dengan akar budaya dan tradisi yang telah membentuk jati diri kita.

Ketika hari beranjak siang dan Malioboro kembali pada sosoknya yang familiar - ramai, padat, dan hiruk pikuk - kita bisa melangkah pergi dengan hati yang puas. Membawa serta kenangan manis dan pelajaran berharga dari pagi yang istimewa di salah satu sudut terindah Yogyakarta. Dan mungkin, diam-diam berjanji dalam hati untuk kembali lagi esok pagi, mengulangi pengalaman yang menyegarkan jiwa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun