Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Perangkat Digital vs Pelukan Orangtua: Kunci Perkembangan Emosi Anak

1 Juli 2024   00:01 Diperbarui: 1 Juli 2024   00:05 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Teknologi bisa mendidik otak, tapi hanya kasih sayang orangtua yang bisa mendidik hati."

Di era digital yang semakin maju ini, kita dihadapkan pada dilema yang kompleks sebagai orangtua. Di satu sisi, teknologi menawarkan berbagai kemudahan dan peluang pembelajaran yang tak terbatas. Namun di sisi lain, penggunaan perangkat digital yang berlebihan oleh anak-anak dapat membawa dampak negatif yang signifikan, terutama dalam hal perkembangan emosional mereka.

Riset terbaru yang dipublikasikan di jurnal Frontiers in Child and Adolescent Psychiatry pada 28 Juni 2024 telah memberikan pencerahan penting mengenai dampak pemberian perangkat digital pada anak terhadap kemampuan mereka dalam mengelola emosi. Temuan ini menjadi alarm bagi kita semua untuk mengevaluasi kembali pendekatan kita dalam membesarkan anak di era digital.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ketergantungan anak pada perangkat digital dapat menghambat perkembangan keterampilan emosional yang penting. Alih-alih belajar mengatasi situasi sulit atau mengelola emosi yang kompleks, anak-anak cenderung mencari pelarian instan melalui layar sentuh. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya resiliensi emosional dan kemampuan coping yang adekuat ketika menghadapi tantangan hidup di masa depan.

Namun, penelitian ini tidak bermaksud untuk mendiabolisasi teknologi secara keseluruhan. Sebaliknya, temuan ini menekankan pentingnya peran aktif orangtua dalam membimbing anak-anak mereka melalui perkembangan emosional yang sehat. Orangtua disarankan untuk melatih anak-anak mereka menghadapi situasi sulit secara langsung, bukan dengan memberikan perangkat digital sebagai pengalihan.

Salah satu rekomendasi utama dari penelitian ini adalah pentingnya membantu anak mengenali emosi mereka dan mengajari cara mengatasinya. Proses ini membutuhkan waktu, kesabaran, dan keterlibatan aktif dari orangtua. Interaksi langsung antara anak dan orangtua dianggap jauh lebih berharga daripada menyerahkan tablet atau ponsel pintar sebagai "pengasuh digital".

Lantas, bagaimana kita sebagai orangtua dapat menerapkan temuan ini dalam kehidupan sehari-hari? Pertama, kita perlu menyadari bahwa teknologi bukanlah musuh, melainkan alat yang perlu dikelola dengan bijak. Membatasi waktu penggunaan perangkat digital dan menetapkan aturan yang jelas mengenai kapan dan bagaimana perangkat tersebut dapat digunakan adalah langkah awal yang penting.

Kedua, kita perlu menciptakan lebih banyak kesempatan untuk interaksi berkualitas dengan anak-anak kita. Ini bisa dimulai dari hal-hal sederhana seperti makan malam bersama tanpa gangguan gadget, bermain bersama di luar ruangan, atau sekadar berbincang santai sebelum tidur. Momen-momen ini adalah kesempatan emas untuk mengajarkan keterampilan emosional yang penting.

Ketiga, kita perlu menjadi teladan dalam mengelola emosi. Anak-anak belajar banyak melalui observasi dan imitasi. Dengan menunjukkan cara kita sendiri mengatasi stres, kekecewaan, atau kemarahan secara sehat, kita memberikan contoh nyata bagi anak-anak kita.

Keempat, kita perlu menciptakan lingkungan yang mendukung eksplorasi emosional. Ini berarti memberikan ruang bagi anak-anak untuk mengekspresikan perasaan mereka tanpa takut dihakimi, serta membantu mereka menemukan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang mereka rasakan.

Kelima, kita perlu mengajarkan teknik-teknik manajemen emosi yang konkret. Ini bisa meliputi latihan pernapasan sederhana, mindfulness, atau teknik relaksasi lainnya yang dapat membantu anak-anak mengendalikan emosi mereka saat menghadapi situasi yang menantang.

Tentu saja, menerapkan semua ini bukanlah tugas yang mudah. Di tengah kesibukan dan tuntutan hidup modern, sering kali terasa lebih praktis untuk menyerahkan perangkat digital kepada anak-anak demi mendapatkan sedikit ketenangan. Namun, investasi waktu dan energi dalam membimbing perkembangan emosional anak-anak kita akan memberikan hasil jangka panjang yang jauh lebih berharga.

Kita juga perlu menyadari bahwa setiap anak adalah unik, dengan kebutuhan dan tantangan emosional yang berbeda-beda. Pendekatan yang berhasil untuk satu anak mungkin perlu disesuaikan untuk anak lainnya. Oleh karena itu, fleksibilitas dan kesabaran menjadi kunci dalam proses ini.

Lebih jauh lagi, penting untuk diingat bahwa perkembangan emosional bukanlah proses linear. Akan ada pasang surut, kemajuan dan kemunduran. Yang terpenting adalah konsistensi dalam upaya kita sebagai orangtua untuk mendukung dan membimbing anak-anak kita.

Temuan penelitian ini juga membuka diskusi yang lebih luas tentang peran sekolah dan masyarakat dalam mendukung perkembangan emosional anak-anak. Mungkin sudah saatnya kita mempertimbangkan untuk memasukkan pendidikan emosional sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah, bukan hanya sebagai "ekstra" atau afterthought.

Pada akhirnya, era digital membawa tantangan baru dalam pengasuhan, tetapi juga membuka peluang baru untuk inovasi dalam cara kita membesarkan anak-anak kita. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang dampak teknologi terhadap perkembangan emosional anak, kita dapat membuat keputusan yang lebih informasi dan bijaksana dalam menggunakan teknologi sebagai alat bantu, bukan pengganti, dalam proses pengasuhan.

Sebagai penutup, mari kita renungkan kembali pesan utama dari penelitian ini: interaksi langsung antara anak dan orangtua jauh lebih penting daripada kemudahan yang ditawarkan oleh perangkat digital. Di tengah kemajuan teknologi yang pesat, mungkin justru keterampilan "analog" seperti empati, resiliensi emosional, dan kemampuan menjalin hubungan interpersonal yang akan menjadi kunci kesuksesan di masa depan. Dan kitalah, sebagai orangtua, yang memiliki peran krusial dalam membekali anak-anak kita dengan keterampilan-keterampilan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun