Lebih jauh, kolaborasi antara sektor pendidikan, industri teknologi, dan komunitas lokal dapat menciptakan ekosistem yang mendukung pengembangan DQ dan In-Q. Perusahaan teknologi dapat berkontribusi melalui program magang atau mentoring, sementara komunitas lokal dapat membantu melestarikan nilai-nilai kearifan lokal.
Penting untuk diingat bahwa DQ dan In-Q bukan pengganti, melainkan pelengkap bagi EQ, IQ, dan SQ. Kelima kecerdasan ini harus dikembangkan secara seimbang untuk membentuk individu yang utuh, mampu bersaing secara global namun tetap memiliki akar yang kuat pada identitas nasionalnya.
Dalam konteks global, pengembangan DQ dan In-Q dapat menjadi keunggulan kompetitif Indonesia. Di tengah persaingan internasional yang semakin ketat, SDM Indonesia yang memiliki kecakapan digital tinggi namun tetap menjunjung nilai-nilai lokal akan menjadi aset berharga bagi bangsa.
Menutup refleksi ini, patut kita apresiasi pemikiran visioner Mohammad Nuh yang membuka diskusi penting tentang arah pendidikan Indonesia di era digital. Tantangan yang dihadapi memang besar, namun potensi manfaatnya jauh lebih besar. Dengan komitmen bersama dari seluruh elemen masyarakat, integrasi DQ dan In-Q dalam sistem pendidikan kita bukan hanya mungkin, tetapi menjadi keharusan.
Sebagai bangsa dengan kekayaan budaya dan potensi SDM yang luar biasa, Indonesia memiliki modal besar untuk menjadi pemimpin dalam era digital. Melalui pengembangan DQ dan In-Q, kita tidak hanya mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan masa depan, tetapi juga meletakkan fondasi bagi Indonesia untuk menjadi negara maju yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsanya. Inilah langkah strategis menuju Indonesia Emas 2045, di mana kita tidak sekadar menjadi penonton, tetapi pemain utama dalam panggung global era digital.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H