Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mencuri Masa Depan: Refleksi atas Kecurangan dalam PPDB

25 Juni 2024   07:34 Diperbarui: 25 Juni 2024   07:37 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Meraih kesuksesan dengan kecurangan sama seperti membangun istana di atas pasir. Cepat atau lambat, fondasi kebohongan akan runtuh."

Pendidikan adalah fondasi pembangunan bangsa. Melalui pendidikan, kita membentuk generasi penerus yang akan memimpin negara di masa depan. Namun, apa jadinya jika proses pendidikan itu sendiri ternoda oleh kecurangan? Inilah yang terjadi dalam kasus pemalsuan dokumen digital pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang terungkap melalui investigasi Kompas pada 25 Juni 2024.

Kasus ini bukan sekadar pelanggaran administratif biasa. Ini adalah bentuk pencurian - pencurian kesempatan, pencurian hak, dan yang paling memprihatinkan, pencurian masa depan. Orang tua yang memalsukan dokumen digital demi meloloskan anaknya dalam PPDB secara tidak langsung telah mencuri kesempatan dari anak lain yang mungkin lebih berhak dan memenuhi syarat. Mereka juga mencuri hak anak-anak mereka sendiri untuk belajar dengan jujur dan mengembangkan integritas sejak dini.

Tindakan ini mencerminkan krisis moral yang lebih dalam di masyarakat kita. Ketika orang tua, yang seharusnya menjadi teladan utama bagi anak-anaknya, justru mencontohkan perilaku curang, apa yang bisa kita harapkan dari generasi mendatang? Kita sedang menanamkan benih-benih ketidakjujuran yang kelak akan tumbuh menjadi pohon korupsi, kolusi, dan nepotisme yang lebih besar.

Lebih jauh lagi, kecurangan ini merusak sistem pendidikan itu sendiri. PPDB dirancang untuk memastikan pemerataan akses pendidikan dan memberikan kesempatan yang adil bagi semua peserta didik. Ketika sistem ini dimanipulasi, kita tidak hanya menggagalkan tujuan tersebut, tetapi juga menciptakan ketimpangan baru. Anak-anak dari keluarga yang mampu memanipulasi sistem akan mendapatkan akses ke sekolah-sekolah unggulan, sementara mereka yang benar-benar memenuhi syarat mungkin tersingkir.

Kita perlu memahami bahwa masalah ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau institusi pendidikan. Ini adalah tanggung jawab kolektif seluruh masyarakat. Orang tua, guru, pemimpin masyarakat, dan warga negara pada umumnya harus bersatu dalam memerangi praktik curang ini.

Pertama, kita perlu memperkuat sistem verifikasi dokumen digital. Teknologi blockchain atau sistem verifikasi digital lainnya mungkin bisa diimplementasikan untuk memastikan keaslian dokumen yang diunggah. Namun, solusi teknologi saja tidak cukup. Kita juga perlu meningkatkan pengawasan dan memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku kecurangan.

Kedua, kita harus mengedepankan pendidikan karakter dan etika. Sekolah dan keluarga harus bekerja sama untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran, integritas, dan tanggung jawab pada anak-anak sejak dini. Kita perlu menciptakan budaya di mana kecurangan dianggap sebagai hal yang memalukan dan tidak dapat diterima dalam bentuk apapun.

Ketiga, kita perlu mengatasi akar masalah yang mendorong orang tua melakukan kecurangan. Apakah ini karena tekanan sosial untuk masuk ke sekolah unggulan? Atau karena ketimpangan kualitas antar sekolah yang terlalu besar? Jika demikian, kita perlu bekerja keras untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara merata di seluruh sekolah, sehingga orang tua tidak merasa terpaksa berbuat curang demi masa depan anak mereka.

Keempat, kita perlu meningkatkan transparansi dalam proses PPDB. Sistem yang lebih terbuka dan dapat diakses publik akan memudahkan pengawasan dan mengurangi celah untuk kecurangan. Masyarakat harus diberi ruang untuk berpartisipasi dalam mengawasi proses ini.

Kelima, kita perlu mengubah paradigma tentang kesuksesan dalam pendidikan. Terlalu sering kita terjebak dalam mengejar prestise sekolah tertentu, melupakan bahwa pendidikan sejati adalah tentang pengembangan potensi individu. Kita perlu mendorong orang tua dan anak-anak untuk fokus pada proses belajar, bukan hanya pada nama besar sekolah.

Terakhir, kita perlu membangun sistem pendukung bagi anak-anak yang mungkin tidak lolos seleksi PPDB di sekolah pilihan mereka. Bimbingan konseling, program mentoring, dan dukungan psikologis harus disediakan untuk membantu mereka mengatasi kekecewaan dan menemukan jalur pendidikan alternatif yang sesuai dengan potensi mereka.

Kasus kecurangan dalam PPDB ini harus menjadi momen introspeksi bagi kita semua. Ini bukan hanya tentang sistem pendidikan, tetapi juga tentang nilai-nilai yang kita anut sebagai masyarakat. Apakah kita ingin membangun bangsa di atas fondasi kecurangan? Atau apakah kita berani mengambil jalan yang lebih sulit namun benar, yaitu membangun sistem pendidikan yang benar-benar adil dan berintegritas?

Masa depan bangsa kita bergantung pada jawaban atas pertanyaan ini. Kita tidak bisa lagi menutup mata atau berpura-pura bahwa ini adalah masalah kecil. Setiap kecurangan dalam pendidikan adalah luka besar bagi masa depan kita. Sudah saatnya kita bangkit, bersatu, dan bertindak untuk menghentikan praktik ini.

Pendidikan adalah hak setiap anak, bukan hadiah yang bisa dibeli dengan kecurangan. Mari kita kembalikan makna sejati pendidikan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan. Mari kita ciptakan lingkungan di mana setiap anak bisa tumbuh dan berkembang sesuai potensinya, tanpa harus khawatir akan diskriminasi atau ketidakadilan.

Kita memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa generasi mendatang mewarisi sistem pendidikan yang bersih, adil, dan berintegritas. Ini bukan tugas yang mudah, tetapi ini adalah tugas yang harus kita emban demi masa depan bangsa. Jika kita bisa mengatasi krisis moral ini, kita tidak hanya akan memperbaiki sistem pendidikan, tetapi juga akan meletakkan fondasi yang kuat untuk Indonesia yang lebih baik.

Marilah kita jadikan kasus ini sebagai titik balik. Dari sinilah kita mulai membangun kembali integritas dalam pendidikan kita. Karena pada akhirnya, kualitas pendidikan kita tidak hanya diukur dari prestasi akademik, tetapi juga dari integritas dan karakter yang kita bentuk. Dan itu dimulai dari kita, hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun