Namun, perlu dipahami bahwa keyakinan terhadap qada dan qadar bukan berarti kita harus bersikap pasif dan tidak berusaha. Islam mengajarkan keseimbangan antara tawakal (berserah diri kepada Allah) dan ikhtiar (berusaha). Allah berfirman:"...Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri..." (QS. Ar-Ra'd: 11)
Ayat ini menunjukkan bahwa kita harus berusaha untuk mengubah keadaan kita sendiri. Dalam konteks kasus pegawai tersebut, ia tetap harus berusaha untuk menyelesaikan masalah presensinya dengan cara yang baik dan profesional.
Selain itu, kita juga perlu memahami bahwa ujian dan cobaan adalah bagian dari kehidupan seorang mukmin. Allah berfirman:"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji lagi?" (QS. Al-Ankabut: 2)
Ayat ini mengingatkan kita bahwa ujian adalah cara Allah untuk menguji keimanan kita. Masalah presensi yang dialami pegawai tersebut bisa jadi merupakan ujian bagi keimanannya. Bagaimana ia menyikapi masalah tersebut akan menunjukkan kualitas keimanannya.
Dalam menghadapi ujian seperti ini, kita dianjurkan untuk bersabar dan bertawakal kepada Allah. Rasulullah bersabda:"Sungguh, besarnya pahala tergantung besarnya ujian. Dan sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Barangsiapa ridha (menerima ujian tersebut), maka dia akan mendapat keridhaan Allah. Dan barangsiapa murka, maka dia akan mendapat kemurkaan Allah." (HR. Tirmidzi)
Hadits ini mengajarkan kita bahwa ujian adalah tanda kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Semakin besar ujian yang kita hadapi, semakin besar pula pahala yang akan kita dapatkan jika kita menghadapinya dengan sabar dan ridha.
Dalam konteks kasus pegawai tersebut, alih-alih membuat status yang menunjukkan ketidakrelaan, seharusnya ia mengambil hikmah dari kejadian tersebut. Mungkin ini adalah cara Allah untuk mengajarkan kesabaran, atau mungkin ini adalah peringatan untuk lebih berhati-hati dalam melakukan presensi di masa depan.
Lebih jauh lagi, kita perlu memahami bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara. Apa yang kita anggap sebagai kerugian di dunia mungkin justru menjadi keuntungan di akhirat. Allah  berfirman:"...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)
Ayat ini mengingatkan kita bahwa penilaian kita terhadap suatu kejadian mungkin tidak sesuai dengan realitas yang sebenarnya. Apa yang kita anggap buruk mungkin justru baik bagi kita, dan sebaliknya.
Kesimpulannya, sebagai seorang Muslim, kita harus memahami dan meyakini konsep qada dan qadar. Kita harus menerima segala ketetapan Allah dengan lapang dada, sambil tetap berusaha melakukan yang terbaik dalam batas kemampuan kita. Sikap seperti ini akan membawa ketenangan hati dan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam kasus pegawai tersebut, alih-alih membuat status yang menunjukkan ketidakrelaan, seharusnya ia bersabar, bertawakal kepada Allah, dan mencari solusi dengan cara yang bijaksana. Dengan sikap seperti ini, insya Allah masalah yang dihadapinya akan terselesaikan dengan baik, dan ia akan mendapatkan ketenangan hati serta pahala dari Allah.