Namun di sisi lain, mengadopsi metode takbiran bergerak juga penting agar pesan dan euforia kemenangan bisa menjangkau lebih luas hingga masyarakat perkotaan. Kuncinya adalah melakukan sinergi antara kedua tradisi ini dengan perencanaan dan pengawasan yang ketat dari pihak yang berwenang. Pemerintah daerah, kepolisian, dan pemuka agama perlu duduk bersama untuk menyusun aturan pelaksanaan takbiran bergerak.
Masjid dapat mengkoordinir rute dan waktu pelaksanaan pawai takbiran bergerak agar tertib dan tidak melanggar aturan lalu lintas serta tidak mengganggu masyarakat sekitar. Peserta pawai juga perlu diberikan edukasi terkait etika dalam mengumandangkan takbir di jalanan seperti tidak berteriak berlebihan atau menggunakan pengeras suara sekeras mungkin yang bisa menganggu ketentraman warga. Tak kalah penting, aspek keselamatan seperti tertib berlalu lintas dan menjaga kebersihan lingkungan dari sampah harus diutamakan.Â
Prinsip silaturahmi, saling menegur dan mengingatkan sesama umat juga menjadi kunci suksesnya sinergi ini. Apabila ada pelaksanaan yang dinilai melanggar aturan atau kurang baik, masyarakat juga harus giat mengingatkan dengan cara yang bijak dan santun. Â
Penutup
Di akhir tulisan ini, penulis berharap agar segenap lapisan masyarakat Muslim di Indonesia bisa menyikapi perbedaan cara melaksanakan takbiran dengan bijak dan tidak mudah terprovokasi. Yang terpenting adalah tetap menjaga kekhidmatan dan kebersamaan di hari yang mulia ini. Saling mengingatkan dengan cara yang baik dan tidak saling menjatuhkan.Â
Dengan mensinergikan dua tradisi di atas, insya Allah takbiran akan dapat bermakna baik ketika dijalankan secara bersama-sama di masjid maupun melibatkan pawai bergerak di jalanan. Semoga momentum Idul Fitri ini bisa membawa kedamaian dan kebahagiaan bagi kita semua.Â
Wallahu a'lam bisshawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H