Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kekerasan Terhadap Anak di Dunia Pendidikan: Sebuah Refleksi Kritis

22 Februari 2024   00:01 Diperbarui: 22 Februari 2024   00:04 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: dokumen kompas.id

"Hanya dengan cinta dan perhatian, kita dapat mengubah dan menyembuhkan dunia."

Kekerasan terhadap anak, khususnya di lingkungan pendidikan, masih menjadi momok yang menghantui. Berbagai kasus kekerasan, mulai dari bullying, kekerasan fisik, hingga pelecehan seksual, terus terjadi meski telah berulang kali dikecam. Ironisnya, kekerasan terhadap anak kerap disebut sebagai salah satu dosa besar dalam dunia pendidikan, namun nyatanya hal tersebut masih marak terjadi. 

Mengapa kekerasan pada anak masih saja terulang meski peserta didik silih berganti? Apakah gerakan anti-kekerasan di sekolah belum cukup massif? Ataukah pemahaman mengenai bahaya kekerasan pada anak masih minim? Pertanyaan-pertanyaan tersebut patut kita renungkan bersama.

Seringkali kita menuding jari, mencari pihak yang pantas disalahkan atas kekerasan pada anak di lingkungan sekolah. Apakah anak-anak pelakunya yang kurang pengertian? Apakah guru yang lalai mengawasi? Ataukah orangtua yang kurang memberi pengertian pada anak? Penudingan seperti itu tidak akan menyelesaikan akar persoalan. 

Yang perlu disadari, kekerasan pada anak di sekolah merupakan tanggung jawab kita bersama. Kita perlu refleksi dan berkaca, apa yang kurang dari upaya pencegahan yang selama ini telah dilakukan. Apakah sosialisasi dan edukasi kepada siswa terkait bahaya bullying dan kekerasan belum optimal? Apakah guru kurang tegas menindak tegas pelaku kekerasan? Apakah orangtua belum cukup membangun komunikasi yang baik dengan anak?

Kita perlu evaluasi menyeluruh terhadap sistem pencegahan kekerasan yang selama ini diterapkan di sekolah-sekolah. Apakah pendekatan yang selama ini digunakan sudah tepat dan efektif? Apakah pendidikan karakter sudah menyentuh aspek-aspek kunci, seperti empati, kepekaan sosial, hingga keterampilan mengelola emosi? Ataukah masih perlu penguatan di sana-sini? 

Demikian pula, perlu ditelaah apakah pemahaman guru mengenai cara mencegah, mendeteksi, dan menangani kasus kekerasan sudah memadai. Apakah guru sudah dibekali keterampilan untuk mengenali tanda-tanda awal perilaku bullying, sehingga dapat segera bertindak? Apakah guru sudah dilatih cara penanganan kasus kekerasan yang tepat, sesuai dengan prinsip perlindungan terbaik untuk anak?

Di sisi lain, peran orang tua juga sangat penting. Orang tua perlu memahami dinamika kehidupan anak di sekolah dan waspada terhadap tanda-tanda bullying atau kekerasan. Orang Tua juga harus terus membangun komunikasi terbuka dengan anak, sehingga anak merasa nyaman bercerita jika mengalami atau menyaksikan kekerasan di sekolah. 

Semua pihak harus duduk bersama, menggali akar masalah, dan berupaya lebih keras lagi untuk mencegah kekerasan terulang. Sekolah perlu memastikan seluruh warganya -guru, siswa, hingga orang tua- memiliki pemahaman yang sama tentang pentingnya menjaga lingkungan pendidikan dari kekerasan. Sekolah juga perlu menerapkan sistem pencegahan dan penanganan kekerasan yang jelas dan tegas.

Di sisi lain, kasus dugaan bullying di SMA Binus School baru-baru ini mengingatkan bahwa kekerasan bisa terjadi kapan saja di mana saja. Tidak ada jaminan suatu sekolah 100% bebas kekerasan selama insan-insan pendidikan di dalamnya masih belum sepenuhnya menghayati pentingnya menjaga lingkungan belajar yang aman dan nyaman.

Oleh karena itu, gerakan anti-kekerasan di sekolah tidak boleh sekadar slogan. Kita perlu lanjutkan upaya edukasi dan sosialisasi tentang bahaya kekerasan pada anak, baik kepada pelajar, guru, maupun orang tua. Sekolah juga harus konsisten menegakkan aturan dan menindak tegas pelaku kekerasan.

Pencegahan kekerasan pada anak di lingkungan pendidikan adalah tanggung jawab kita bersama. Jangan lalai, jangan lelah untuk terus mengingatkan semua pihak akan urgensi menjaga sekolah sebagai ruang aman bagi tumbuh kembang anak. 

Mari terus waspada, dan bertekad kuat untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap anak di dunia pendidikan. Kita perlu terus menguatkan fondasi karakter, nilai-nilai kemanusiaan, dan kesadaran kolektif tentang hak setiap anak untuk tumbuh dan belajar dalam lingkungan yang bebas dari kekerasan.

Sebab, masa depan bangsa bergantung pada generasi muda yang tumbuh dalam lingkungan pendidikan yang sehat dan terbebas dari kekerasan. Hanya dengan memberantas kekerasan sejak dini, kita dapat memastikan anak-anak Indonesia tumbuh menjadi insan berkarakter kuat dan menjadi generasi emas yang siap membangun negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun