Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mampukah Guru Melepaskan Diri dari Jeratan Mindset Lama?

19 Februari 2024   00:01 Diperbarui: 19 Februari 2024   00:02 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Diamond tidak bisa dipoles tanpa goresan."

Pendidikan di Indonesia tengah mengalami transformasi besar. Kurikulum baru telah diterapkan dengan harapan mampu menjawab tantangan zaman. Namun, perubahan kurikulum saja tidak cukup tanpa diikuti perubahan pola pikir dan cara mengajar guru. Bagaimanapun canggihnya kurikulum, implementasinya sangat bergantung pada guru di kelas. Mampukah guru melepaskan diri dari jeratan mindset lama dan mengadopsi pendekatan mengajar yang lebih relevan? Inilah tantangan terbesar reformasi pendidikan kita.

Kurikulum merupakan jantung pendidikan. Ia menentukan apa yang harus diajarkan dan dipelajari siswa di sekolah. Kurikulum yang baik seharusnya mampu membekali siswa dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup dan berkontribusi di masyarakat. Sayangnya, kurikulum kita selama ini dinilai masih jauh dari harapan.

Seperti yang dituliskan R Arifin Nugroho, guru SMA Kolese De Britto, dalam tulisannya di Kompas.id berjudul "Kembali ke Akar Kurikulum Merdeka", salah satu kelemahan kurikulum kita adalah rendahnya tingkat literasi siswa. Mereka hanya sampai pada tahap tidak buta huruf, tapi tidak benar-benar memahami makna dari bacaan. Ini tentu sangat memprihatinkan.

Rendahnya literasi disebabkan banyak faktor. Salah satunya adalah metode mengajar guru yang kurang tepat. Seperti ditulis Arifin, banyak guru yang tanpa sadar "mewariskan" ketidaktercapaian functional literacy kepada murid-muridnya. Mereka tahu tentang kurikulum merdeka, tapi belum memahami maknanya secara mendalam. Mereka masih terjebak pada aspek administratif dan teknis kurikulum, bukan pada implementasi substansinya. 

Guru-guru telah mendengar tentang kurikulum merdeka, tetapi pemahaman mereka tentang kurikulum merdeka masih dangkal. Mereka baru paham sisi administratif dan teknisnya saja, seperti penamaan mata pelajaran, pembagian jam pelajaran, dan sebagainya. Namun mereka belum memahami inti dan substansi dari kurikulum merdeka, yaitu bagaimana menerapkan pendekatan pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengeksplorasi minat dan bakatnya. Guru-guru masih terjebak pada pola lama mengajar yang terstruktur dan kaku. Mereka belum bisa mengubah mindset mengajar mereka sehingga belum bisa mengimplementasikan kurikulum merdeka dengan baik.

Padahal, kurikulum merdeka bukan sekadar soal konten materi, melainkan cara berpikir guru dalam memahami makna "kemerdekaan" itu sendiri. Kemerdekaan di sini berarti kebebasan guru untuk berinovasi dan berkreasi demi kemajuan pendidikan. Sayangnya, banyak guru yang belum paham dan masih takut untuk keluar dari zona nyaman mereka.

Sebagai contoh, dalam kurikulum merdeka guru diberi keleluasaan untuk memasukkan materi di luar kurikulum formal ke dalam kelas, asalkan relevan dengan capaian pembelajaran.

Dalam kurikulum merdeka, guru diberikan kebebasan yang lebih besar dalam menentukan materi dan metode pembelajaran di kelas. Guru tidak terpaku pada materi yang sudah ditentukan dalam kurikulum formal. Mereka diperbolehkan memasukkan materi dan topik di luar kurikulum formal, asalkan relevan dengan capaian pembelajaran yang diharapkan. Misalnya, jika pelajaran sejarah membahas tentang perjuangan kemerdekaan, guru boleh menambahkan kisah-kisah inspiratif tentang para tokoh perjuangan meskipun tidak tertulis secara eksplisit dalam kurikulum. Tujuannya agar pembelajaran lebih kontekstual, menarik, dan bermakna bagi siswa. Dengan demikian, kurikulum merdeka memberi keluasan pada guru untuk berinovasi sesuai minat dan kebutuhan siswa.

Namun, kebanyakan guru enggan melakukannya karena takut dianggap melanggar aturan. Mereka lebih memilih untuk patuh pada kurikulum yang sudah ada, meski sebenarnya kurikulum merdeka justru mengijinkan inovasi semacam itu. Inilah yang disebut Arifin sebagai ketidakpahaman guru terhadap makna kurikulum merdeka yang sebenarnya.

Jadi, menurut saya apa yang disampaikan Arifin memang benar adanya. Kunci sukses kurikulum merdeka sesungguhnya terletak pada pikiran dan komitmen guru. Selama guru masih berpikir dalam kotak, sulit bagi kurikulum merdeka untuk diimplementasikan dengan baik. Kita perlu ada upaya serius untuk membuka wawasan guru tentang makna kemerdekaan dalam pendidikan. 

Selain itu, kepala sekolah juga harus proaktif menggali ide-ide kreatif dari guru dan memberikan dukungan penuh bagi inovasi pembelajaran. Kepala sekolah yang demokratis dan terbuka sangat membantu menciptakan iklim akademik yang merdeka di sekolah. Ia bisa menjadi motor penggerak perubahan pola pikir guru.

Namun demikian, upaya di atas tentu perlu dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Transformasi pendidikan bukanlah hal yang mudah dan instan. Dibutuhkan kerja keras dan komitmen bersama dari berbagai pemangku kepentingan. Jika tidak, kurikulum merdeka hanya akan menjadi wacana tanpa dampak nyata bagi kemajuan pendidikan. 

Transformasi pendidikan membutuhkan usaha besar dari semua pihak. Guru, kepala sekolah, pengawas, dinas pendidikan, hingga pemerintah pusat harus bersinergi mewujudkan reformasi pendidikan ini. Perubahan pola pikir dan budaya mengajar guru tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Dibutuhkan kerja keras dan komitmen bersama untuk membawa pendidikan kita ke arah yang lebih baik. Jika tidak, kurikulum merdeka yang digadang-gadang hanya akan menjadi wacana tanpa membawa dampak nyata. Mari kita pupuk optimisme, namun tetap disertai kerja keras dan ketekunan. Dengan begitu, harapan mewujudkan generasi emas Indonesia menjadi semakin dekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun