Sangat menarik membaca ulasan Dimas Waraditya Nugraha di harian Kompas, Sabtu (17/02/2024) tentang fenomena komedian Komeng yang punya nama asli Alfiansyah Bustami, maju sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. Komeng memasang foto dengan gestur "nyeleneh" di surat suara. Hasilnya, calon anggota DPD Daerah Pemilihan Jawa Barat dengan nomor urut 10 ini menggaet atensi publik sehingga menjadi trending di media sosial.Â
Tak hanya itu, berdasarkan penghitungan resmi Komisi Pemilihan Umum, hingga Jumat (16/2/2024) pukul 21.31, Alfiansyah alias Komeng mengungguli kandidat lain dengan 1.196.335 suara. Luar biasa! Seorang komedian tanpa pengalaman politik mampu mengalahkan para politikus berpengalaman dalam perolehan suara.Â
Menurut praktisi pemasaran dan ilmu perilaku Ignatius Untung, rahasia keberhasilan Komeng menyedot atensi publik hingga terkonversi menjadi jumlah suara adalah penerapan tiga level pemasaran berbasis perilaku (behavioral marketing), yakni exposure effect, halo effect, dan unpredictability, dalam strategi pencitraan dan pemasaran politik.
Exposure Effect
Exposure effect adalah efek paparan, di mana semakin sering seseorang terpapar pada sesuatu, semakin tinggi kemungkinan dia menyukai hal tersebut. Komeng memanfaatkan popularitasnya sebagai komedian televisi untuk menciptakan exposure effect. Dengan rutin muncul di televisi, wajah Komeng menjadi sangat akrab di benak publik.
Ketika Komeng mencalonkan diri di pilkada, tingkat kenal dan kesukaan publik padanya sudah tinggi karena terbiasa melihatnya di televisi. Ini memberinya keuntungan besar dibanding kandidat lain yang kurang dikenal publik. Paparan rutin membuat Komeng sudah "dipersiapkan" untuk diterima publik sebagai figur politik.
Popularitas Komeng di televisi juga membantunya mendapat liputan luas di media massa ketika maju di pilkada. Ini semakin memperkuat exposure effect karena wajah dan pesan kampanye Komeng sering muncul di berbagai media. Dukungan media massa sangat vital dalam memperluas jangkauan exposure effect pada khalayak pemilih yang lebih luas.
Halo EffectÂ
Halo effect adalah bias di mana kesan positif seseorang pada satu aspek mempengaruhi kesan positifnya pada aspek lain. Misalnya, orang yang dianggap atraktif cenderung dipersepsikan lebih pintar dan bersahabat. Komeng memanfaatkan halo effect lewat citranya sebagai komedian yang humoris dan disenangi banyak orang.Â
Citra positif ini berimbas pada aspek lain, membuatnya dianggap sebagai sosok yang ramah, dekat dengan rakyat, dan punya concern atau kepedulian yang tinggi pada masyarakat kecil. Citra ini sangat menguntungkan dalam kampanye politik. Humornya yang khas dianggap sebagai daya tarik, bukan kekurangan.
Kemenangan Komeng menunjukkan bahwa humor ternyata bisa menjadi modal politik yang ampuh. Dengan citra humorisnya, Komeng mampu tampil beda dan menarik perhatian dibanding kandidat lain yang terkesan kaku dan formalistis. Ini membuktikan humor tak selalu dianggap sebelah mata dalam pemasaran politik jika digunakan dengan cara yang tepat.
Unpredictability
Unpredictability atau ketidakterdugaan juga dimanfaatkan Komeng. Ia berkampanye dengan gaya khas komedian, mulai dari foto dan tagline "nyeleneh" di surat suara, hingga video kampanye yang spontan dan humoris. Gaya tak terduga ini menarik perhatian publik dan media sosial karena terlihat berbeda dari kandidat lain.
Ketidakterdugaan membuat kampanye Komeng terlihat segar dan autentik, tidak klise seperti politikus pada umumnya. Ini meningkatkan ketertarikan publik, terutama anak muda yang bosan dengan cara kampanye konvensional. Komeng berhasil mengemas dirinya sebagai sosok politikus "diluar kebiasaan" yang unik dan menghibur.
Selain itu, unpredictability juga terlihat dari visi dan misi kampanye Komeng yang tidak biasa, misalnya janji memberikan subsidi kuota internet dan wifi gratis di tempat umum jika terpilih. Janji tersebut sangat relevan dengan kebutuhan anak muda zaman now. Ini membuat Komeng terlihat seperti politikus milenial yang memahami aspirasi generasi muda.
Kesimpulannya, ketiga unsur behavioral marketing di atas berperan vital dalam membawa Komeng meraih suara tinggi di pilkada. Exposure effect meningkatkan kenal dan kesukaan publik lewat popularitasnya di TV. Halo effect menciptakan citra positif sebagai sosok ramah dan dekat rakyat. Unpredictability juga menarik perhatian karena gaya kampanye tak terduga yang berbeda dari kandidat biasa.
Kemenangan gemilang Komeng membuktikan bahwa behavioral marketing efektif diterapkan dalam pemasaran politik. Politikus yang ingin sukses sebaiknya mempertimbangkan aspek psikologis perilaku pemilih, bukan hanya mengandalkan citra dan janji kampanye belaka.Â
Pemahaman mendalam terhadap behavioral marketing diperlukan untuk merancang strategi pencitraan dan kampanye yang mampu menyentuh psikologis pemilih secara efektif. Aspek-aspek seperti exposure effect, halo effect dan unpredictability perlu diperhitungkan secara matang dalam perencanaan strategi.
Dengan memanfaatkan behavioral marketing, seorang politikus bisa membangun citra positif dan menarik perhatian publik, meskipun latar belakangnya bukan dari kalangan politisi profesional. Seperti yang ditunjukkan Komeng, daya tarik personal dan kreativitas kampanye yang menyentuh psikologis sangat penting untuk meraih dukungan pemilih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H