Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kapal Menuju Troya: Renungan Pasca-Pemilu

17 Februari 2024   00:01 Diperbarui: 17 Februari 2024   00:01 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Perbedaan bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk saling melengkapi."

Pemilu 2024 telah usai, meninggalkan jejak pertarungan politik yang sengit dan penuh ambisi. Di tengah euforia kemenangan dan kekecewaan kekalahan, artikel Boni Hargens "Kapal Menuju Troya" dalam harian Kompas (16/02/2024) menghadirkan refleksi penting untuk kita renungkan. 

Ambisi yang Bertanggung Jawab

Benar, ambisi merupakan kekuatan pendorong dalam perebutan kekuasaan. Namun, ambisi tanpa kendali dapat menjerumuskan kita ke dalam kehancuran, seperti kisah Kapal Troya yang membawa kejatuhan kota Troya. Ambisi para politisi harus diimbangi dengan kebajikan, menjadikan arena pemilu sebagai pertempuran gagasan dan ujian kedewasaan dalam berdemokrasi. 

Ambisi yang bertanggung jawab berarti mempertanggungjawabkan tindakan dan keputusan secara moral, bukan hanya legal. Politik bukan tentang menang-kalah semata, melainkan tentang membangun masa depan yang lebih baik bagi rakyat. Ini berarti, kemenangan dalam pemilu bukan titik akhir perjuangan, melainkan tanggung jawab untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa dan kesejahteraan rakyat.

Memilih dengan Bijak dan Rasional

Memilih pemimpin bukan sekadar soal selera pribadi. Ini adalah tindakan personal sekaligus sosial yang mengandung deontologi moral yang mulia. Pilihan kita dalam pemilu menentukan arah bangsa dan nasib rakyat dalam 5 tahun ke depan. 

Oleh karena itu, memilih dengan bijak dan rasional adalah keniscayaan. Kita perlu melampaui sentimen primordial dan pragmatisme sempit, serta berfokus pada visi, misi, dan integritas para pemimpin. Kita juga perlu menilai rekam jejak, kapabilitas, dan kapasitas calon pemimpin dalam memimpin bangsa ini ke depan.

Memilih dengan bijak berarti menghidupkan prinsip-prinsip luhur bangsa: ketuhanan dalam realitas yang profan, persatuan dalam perbedaan yang antagonistik, dan kebersamaan dalam kemanusiaan yang adil dan beradab. Kita dipanggil untuk memilih dengan nurani, bukan nafsu; dengan akal sehat, bukan emosi buta.

Mandiri Demi Kemaslahatan Bersama

Kebimbangan dalam menentukan pilihan politik adalah hal yang wajar. Faktor-faktor seperti keluarga, lingkungan, dan afiliasi politik dapat memengaruhi preferensi individu. Tekanan-tekanan ini seringkali datang dari pihak yang ingin mengerahkan suara demi kepentingan sempit.

Namun, sejarah bangsa memanggil kita untuk bertindak mandiri demi kemaslahatan bersama. Kita perlu melampaui pengaruh-pengaruh tersebut dan menggunakan hak pilih secara bijak untuk menentukan masa depan bangsa. Jangan sampai hak suci ini disalahgunakan demi keuntungan jangka pendek.

Menatap Masa Depan dengan Optimisme

Pemilu 2024 telah mengantarkan kita pada babak baru dalam sejarah bangsa. Kapal demokrasi Indonesia telah berlayar, membawa harapan dan kecemasan di lautan penuh rintangan. Gelombang tantangan baik dari dalam maupun luar negeri akan terus menghantam.

Namun, dengan perahu yang kokoh dan awak kapal yang tangguh, Indonesia pasti mampu mengarungi badai dan mencapai pelabuhan sejahtera. Kita tak perlu pesimistis, sebab bangsa ini telah teruji dalam berbagai krisis sepanjang sejarahnya. 

Optimisme dan kepercayaan pada diri sendiri adalah kunci untuk terus melangkah maju. Mari kita jadikan renungan ini sebagai kompas moral untuk menapaki jalan menuju masa depan. Ambisi yang bertanggung jawab, pilihan yang bijak, dan tindakan mandiri adalah kunci untuk mengantarkan bangsa ini menuju kejayaan.

Sumber foto: Kompas 
Sumber foto: Kompas 

Bersatu Membangun Bangsa

Pemilu telah usai, saatnya kita bersatu kembali membangun bangsa ini. Meski berbeda pilihan politik, kita tetap satu bangsa, satu tanah air, satu bahasa, dan satu tujuan. Perbedaan adalah rahmat untuk saling melengkapi dan mengoreksi di jalan menuju Indonesia yang lebih baik.

Marilah kita tutup lembaran hitam kontestasi pemilu yang penuh kepalsuan berita dan ujaran kebencian. Kini saatnya membuka lembaran baru persatuan dan gotong royong demi kejayaan bangsa yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian. 

Tak ada waktu untuk saling menyalahkan dan melupakan tanggung jawab bersama. Kita tak punya pilihan selain bersatu membangun negeri, agar generasi penerus bangsa ini tetap memiliki tempat berpijak dan bermimpi.

Marilah kita bersatu padu, bahu-membahu membangun Indonesia yang adil, makmur, dan bermartabat. Merawat persatuan dalam kebhinekaan, memperjuangkan keadilan dalam kemakmuran, dan menjunjung derajat manusia Indonesia. Inilah kapal menuju masa depan gemilang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun