Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Komunikasi Tidak Elegan Mencemari Hajatan Demokrasi

31 Januari 2024   00:01 Diperbarui: 31 Januari 2024   00:03 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Debat cawapres. Sumber foto: ANTARA News

"Perkataan bijak adalah investasi masa depan."

Pemilihan umum (Pemilu) 2024 akan segera digelar pada 14 Februari mendatang. Beragam upaya dilakukan para kandidat untuk menarik hati para pemilih. Sayangnya, beberapa cara yang ditempuh terasa kurang elegan apalagi kurang etis. 

Hal ini tercermin dalam debat capres-cawapres beberapa waktu lalu. Publik semestinya mendapatkan informasi mengenai visi-misi dan program kerja para kandidat. Nyatanya, kita disuguhi pertarungan argumen yang kurang bermutu dan tak bisa diteladani.

Perilaku komunikasi semacam ini sudah jamak terjadi akhir-akhir ini. Dalam beberapa tulisan di Kompas, para pakar telah menyampaikan keprihatinan soal rendahnya kualitas komunikasi dalam kampanye Pemilu kali ini. 

Intinya, komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia. Namun, proses komunikasi sangat kompleks dan dipengaruhi banyak faktor, di antaranya budaya, makna, subyektivitas, konteks, dan etika. Dalam berkomunikasi, kita perlu saling menghargai, bukan malah meremehkan apalagi menghina.

Selain itu, pesan yang sudah disebarkan tak bisa ditarik kembali. Di era digital seperti sekarang, pesan-pesan itu abadi tersimpan di dunia maya. Oleh karena itu, kita harus bijak dalam menggunakan media sosial. 

Komunikasi persuasi pemilu seharusnya tak hanya mengejar efektivitas, tapi juga menjunjung etika dan martabat manusia. Marilah kita wujudkan Pemilu 2024 yang beradab dan penuh keteladanan. Ini tanggung jawab kita bersama.

Namun sayang, yang kita saksikan dalam kampanye pemilu kali ini justru sebaliknya. Para kandidat saling menjatuhkan lawan dan menyebarkan kebencian untuk meraih suara. Mereka lupa bahwa kekerasan dalam bentuk apa pun tak bisa dibenarkan dalam sebuah pesta demokrasi.

Sebagai pemilih yang bijak, kita harus jeli memilah informasi dan tidak mudah terprovokasi ujaran kebencian di media sosial. Jangan terburu-buru mengambil kesimpulan sebelum menelusuri kebenaran sebuah informasi. 

Pemilu adalah ajang berharganya suara rakyat. Suara kita sangat bermakna untuk menentukan masa depan bangsa ini. Oleh karena itu, pilih lah kandidat yang mengedepankan program-program konkret untuk memperbaiki kehidupan rakyat, bukan sekadar menjual janji manis dan kebencian semata.

Para kandidat dan partai politik juga mesti menunjukkan sikap tanggung jawab. Mereka harus menjalankan kampanye yang bersih, jujur dan beretika. Jangan membiarkan simpatisan melakukan perbuatan anarkis atas nama golongan. 

Debat cawapres. Sumber foto: ANTARA News
Debat cawapres. Sumber foto: ANTARA News

Sudah saatnya kita reformasi sistem politik dan pemilu di Indonesia agar lebih substansial. Dengan pendidikan politik yang masif, diharapkan masyarakat bisa memilih pemimpin yang berkualitas dan bersih, bukan sekadar populer dan punya banyak dana.

Pemerintah dan KPU pun wajib menegakkan aturan main yang adil bagi semua kontestan. Jangan ada intervensi dan tekanan yang menguntungkan salah satu pihak. Pemilu harus berlangsung jujur dan bermartabat sesuai demokrasi.

Media massa dan jurnalis memainkan peran penting untuk memastikan informasi yang beredar valid dan tidak menyesatkan. Mereka harus objektif dan berimbang dalam memberitakan semua kandidat. Jangan sampai terjebak menjadi corong kepentingan tertentu.

Akhir kata, marilah kita wujudkan Pemilu 2024 yang damai, beradab dan menjunjung martabat kemanusiaan. Dengan memilih pemimpin terbaik secara bijak, kita berharap Indonesia semakin maju dan sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun