"Jadikanlah pengajaran sebagai profesi yang dijalani dengan hati, maka mengajar akan menjadi ibadah."
Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang mudah. Tugas mencerdaskan anak bangsa dan membimbing generasi penerus dalam belajar membutuhkan dedikasi, kesabaran, dan ketekunan tinggi. Namun terkadang, banyak guru yang mengalami berbagai kendala dalam menjalankan tugas mulianya. Kendala ini kerap kali berujung pada munculnya "penyakit" dalam mengajar yang dialami para guru.Â
Beberapa penyakit yang sering muncul antara lain KUDIS (Kurang Disiplin), TIPES (Tidak Punya Semangat), ASMA (Asal Masuk Kelas), KUSTA (Kurang Strategi), KRAM (Kurang Terampil), ASAM URAT (Asal Sampaikan Materi Kurang Akurat), TBC (Tidak Bisa Komputer), DIARE (Dikelas Anak Diremehkan), MENCRET (Mengajar Ceramah Terus), KURAP (Kurang Persiapan), SEMBELIT (Sedikit Membaca Literatur), BATUK ASMA (Belajar Atau Tidak Asal Materi Habis), SARIAWAN (Siapakan Anak Dengan Ringkasan Aman Waktu Ulangan/Ujian), MUAL (Mutu Amat Lemah), dan TIPUS (Tidak Punya Selera Mengajar).
KUDIS muncul ketika guru kurang disiplin dalam mengajar. Misalnya datang terlambat, pulang lebih awal, atau tidak mengikuti jadwal yang telah ditentukan. Akibatnya, proses belajar mengajar menjadi tidak efektif. Siswa kehilangan waktu belajar dan menjadi kurang tertib.
TIPES dialami guru yang mengajar tanpa semangat. Materi disampaikan datar tanpa variasi metode. Akibatnya, siswa menjadi bosan dan tidak tertarik belajar. Guru perlu meningkatkan selera mengajar agar lebih hidup dan menarik.
Guru dengan ASMA cenderung masuk kelas hanya untuk menghabiskan waktu mengajar. Ia tidak mempersiapkan materi dan pembelajaran dengan baik. Alhasil, tujuan pembelajaran tidak tercapai maksimal. Guru perlu merancang pembelajaran efektif dan bermakna.
KUSTA menimpa guru yang kurang strategi dalam mengajar. Misalnya kebingungan menghadapi siswa yang ramai atau pasif. Guru dituntut memiliki strategi yang tepat menghadapi berbagai situasi di kelas.
KRAM terjadi pada guru yang kurang menguasai keterampilan mengajar. Misalnya, kurang mampu menggunakan alat bantu mengajar atau metode yang variatif. Akibatnya, pembelajaran menjadi monoton dan membosankan.
Guru dengan ASAM URAT cenderung menyampaikan materi seadanya tanpa memastikan keakuratan konsep yang disampaikan. Siswa menjadi bingung dan salah paham terhadap materi pelajaran. Guru harus benar-benar menguasai materi pelajaran.
TBC diderita guru yang gaptek atau tidak mampu memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran. Padahal, penggunaan IT dapat meningkatkan minat dan pemahaman siswa. Guru dituntut mampu mengikuti perkembangan teknologi.
DIARE terjadi saat guru kurang memperhatikan siswa. Ia lebih senang mengajar tanpa peduli apakah siswa paham atau tidak. Akibatnya, banyak siswa yang ketinggalan dalam pelajaran. Perhatian guru sangat penting agar semua siswa terlayani.
Guru dengan MENCRET hanya pandai berceramah dalam mengajar. Metode lain seperti diskusi, presentasi, atau praktik jarang diterapkan sehingga pembelajaran membosankan. Variasi metode dibutuhkan agar siswa lebih aktif.
KURAP menimpa guru yang kurang persiapan sebelum mengajar. Ia datang ke kelas tanpa rencana pembelajaran yang matang. Akibatnya, pembelajaran tidak terarah dan tujuan sulit tercapai. Guru wajib menyusun persiapan mengajar dengan baik.Â
Guru dengan SEMBELIT jarang membaca buku atau literatur terbaru terkait mata pelajaran yang diampu. Padahal, wawasan guru penting diperbarui agar materi yang disampaikan relevan dan kontekstual. Guru harus rajin membaca agar wawasannya luas.
BATUK ASMA menimpa guru yang mengajar alakadarnya. Ia tidak sungguh-sungguh mengajar asalkan materi selesai. Pembelajaran seperti ini tentu tidak memberi dampak bermakna pada siswa. Guru harus mengajar dengan sepenuh hati.
SARIAWAN dialami guru yang hanya memberi ringkasan dan kisi-kisi saat menjelang ulangan atau ujian. Strategi ini tentu tidak mendidik siswa belajar sungguh-sungguh. Guru sebaiknya memfasilitasi proses belajar, bukan hanya mengejar target nilai semata.
MUAL menimpa guru yang gagal meningkatkan mutu pembelajaran. Misalnya, nilai siswa selalu rendah setiap tahun. Guru dituntut terus berupaya mengevaluasi dan memperbaiki kualitas mengajarnya.
Terakhir, TIPUS dialami guru yang mengajar tanpa niat dan kepedulian pada siswa. Baginya mengajar hanya sekadar rutinitas, bukan sebuah panggilan hati. Akibatnya, ia mudah jenuh, bosan, dan tidak bersemangat dalam mengajar. Guru harus mengajar dengan hati agar lebih bermakna.
Itulah sejumlah "penyakit" yang kerap menimpa guru dalam menjalankan tugasnya. Jika tidak segera diatasi, penyakit ini bisa berdampak buruk bagi kualitas pendidikan siswa. Guru harus senantiasa introspeksi diri dan terus berupaya memperbaiki kualitas mengajarnya. Dengan begitu, cita-cita mencerdaskan anak bangsa dapat tercapai. Pendidikan yang berkualitas melahirkan generasi penerus bangsa yang unggul dan siap menghadapi tantangan masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H