Tingginya "Screen Time" Anak Menjadi Kekhawatiran Utama Orangtua
Kekhawatiran yang dalam merayap di benak para orangtua seiring dengan maraknya penggunaan gawai oleh anak-anak. Fenomena ini, yang dikenal dengan istilah "screen time," telah menjelma menjadi momok menakutkan yang mengganggu tidur nyenyak mereka di malam hari. Jakarta, sebagai pusat segala gemuruh modernitas di Indonesia, menjadi saksi bisu akan gelombang perubahan perilaku anak-anak.
Tidak dapat diabaikan bahwa anak-anak masa kini telah terjebak dalam alam digital yang menggiurkan. Penggunaan gawai, seperti ponsel pintar dan tablet, telah meresap ke dalam kehidupan sehari-hari mereka dengan cepat dan tak terelakkan. Namun, bersamaan dengan manfaat yang ditawarkan teknologi, timbul pula kekhawatiran yang tumbuh subur di hati para orangtua.
Pertanyaan mendasar pun mengemuka: Apa efek nyata dari paparan layar yang berlebihan ini terhadap kesejahteraan dan perkembangan anak-anak kita?
Bertolak dari kekhawatiran tersebut, Rumah Sakit Anak CS Mott dari University of Michigan Hospital, Amerika Serikat, menjalankan sebuah jajak pendapat nasional. Melalui Mott Poll, mereka berupaya menggali pandangan dan pemikiran para orangtua terkait fenomena ini. Ratusan orangtua di seluruh negeri turut berpartisipasi dalam survei ini, membagikan pandangan mereka tentang dampak "screen time" yang semakin merajalela.
Hasil dari survei yang dirilis belum lama ini menarik perhatian. Lebih dari separuh orangtua yang berpartisipasi mengakui bahwa mereka sangat khawatir terhadap tingginya paparan "screen time" yang dialami oleh anak-anak mereka. Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar, karena semakin banyak bukti yang menghubungkan antara penggunaan gawai yang berlebihan dengan berbagai masalah kesehatan dan perkembangan pada anak-anak.
Dalam dunia yang semakin terkoneksi ini, tak dapat dipungkiri bahwa gawai telah menjadi jendela bagi anak-anak untuk menjelajahi beragam konten. Namun, ada pertanyaan kritis yang perlu dijawab: Sejauh mana anak-anak mampu mengatur waktu mereka di dunia maya? Apakah mereka masih mampu menjalin interaksi sosial secara fisik di dunia nyata? Para orangtua merasa cemas bahwa paparan yang terlalu lama di dunia digital akan mengakibatkan anak-anak kehilangan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi secara langsung.
Dr. Susan Woolford, seorang dokter anak yang terlibat dalam Mott Poll, mengungkapkan bahwa kekhawatiran orangtua tidaklah tanpa alasan. Ia menekankan bahwa penggunaan gawai yang berlebihan dapat mengganggu pola tidur anak-anak, yang pada gilirannya berdampak negatif pada konsentrasi dan performa akademis mereka. Selain itu, ia juga menyoroti risiko terjadinya kecanduan dan kesulitan dalam mengatur emosi yang dapat muncul akibat eksposur yang berlebihan terhadap teknologi.
Namun, di balik kekhawatiran ini, kita juga perlu memahami bahwa teknologi tak dapat dihindari dalam era ini. Gawai telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, baik untuk pendidikan maupun hiburan. Oleh karena itu, solusi yang lebih bijak mungkin terletak pada pendekatan yang seimbang. Bagaimana anak-anak dapat diajari untuk menggunakan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab, sambil tetap menjaga keseimbangan antara dunia digital dan dunia nyata?