"Keberhasilan Sejati dalam Pendidikan: Tidak Hanya Kulit yang Bersinar, Tetapi Benih yang Berkembang"
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pembentukan generasi muda yang berkualitas dan berpotensi. Namun, saat ini, kita perlu lebih waspada terhadap fenomena yang dikenal sebagai "isomorphic mimicry" atau pencitraan semu dalam dunia pendidikan. Terlihat bahwa sekolah-sekolah mengedepankan citra kesuksesan, namun di balik itu semua, sebenarnya belum terjadi kemajuan yang substansial dalam penyelenggaraan pendidikan.Â
Dalam konteks ini, perlu ditekankan bahwa kesuksesan sesungguhnya dalam pendidikan bukanlah semata-mata berdasarkan pencitraan, melainkan lebih kepada upaya pembelajaran yang berkualitas dan efektif.Â
Salah satu contoh dari pencitraan semu ini dapat ditemukan di berbagai sekolah. Gedung-gedung sekolah dibangun dengan megah, namun sayangnya, fasilitas tersebut tidak didukung oleh upaya nyata dalam menyemaikan budaya belajar yang baik.Â
Gedung-gedung yang mewah semestinya digunakan sebagai tempat yang memfasilitasi kegiatan pembelajaran yang interaktif dan inovatif, tetapi sering kali hanya menjadi simbol keberhasilan sekolah tanpa memberikan dampak positif yang signifikan pada proses belajar-mengajar.
Selain itu, buku-buku juga seringkali hanya dijadikan sebagai "penghias" perpustakaan. Padahal, buku-buku tersebut seharusnya menjadi sumber pengetahuan yang berharga bagi para siswa. Penghiasan perpustakaan semestinya dilengkapi dengan upaya konkret untuk mendorong minat baca dan pengembangan pengetahuan siswa melalui penggunaan buku-buku tersebut. Ketika buku-buku hanya sekadar menjadi pajangan, maka kehadirannya menjadi tidak lebih dari simbolisme belaka.
Di sisi lain, keberadaan guru-guru yang berkualifikasi sarjana juga menjadi salah satu indikator "isomorphic mimicry" dalam dunia pendidikan. Memang, memiliki guru-guru yang terdidik dan berkompeten merupakan hal yang penting.Â
Namun, jika peran mereka hanya sebatas menjalankan setiap petunjuk tanpa memiliki kebebasan untuk berinovasi, maka potensi yang dimiliki guru-guru tersebut tidak akan tergali secara maksimal. Guru-guru seharusnya didorong untuk berperan aktif dalam pengembangan pembelajaran yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan siswa.
Pada sisi murid, terdapat fenomena di mana mereka setiap hari masuk sekolah, duduk di kelas, dan mendengarkan guru tanpa banyak ruang untuk berinteraksi dan berpartisipasi aktif dalam proses belajar. Dalam kondisi seperti ini, siswa seringkali hanya dianggap sebagai "celengan" yang harus diisi dengan berbagai informasi.Â