Baru-baru ini, beberapa kasus yang sempat viral dikalangan masyarakat di Indonesia terkait pelecehan yang melibatkan tokoh agama seperti ustadz, guru agama, dsb marak terjadi seperti kasus Herry Wirawan yang memperkosa 12 santri hingga hamil dan melahirkan. Pelaku kemudian divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kamis (20/1/2022).Â
Mulanya, Herry Wirawan mendirikan Yayasan Yatim Piatu Manarul Huda di Antapani Tengah, Kota Bandung pada 2016. Lalu mendirikan pula Madani Boarding School di Cibiru dan Pondok Pesantren Tahfidz Madani di Sukanagara, Antapani Kidul.Â
Namun dalam putusan pengadilan Nomor 86/PID.SUS/2022/PT BDG diungkapkan bahwa Herry mendirikan yayasan dan pondok pesantren itu hanya untuk melancarkan hawa nafsunya. Setelah satu korban itu pendiri sekaligus guru di tiga sekolah tersebut, ternyata ada 12 korban yang melaporkan Herry atas kasus serupa. Hal yang tak kalah mengejutkan adalah 8 korban itu telah melahirkan 9 bayi dari pemerkosaan Herry.
Di negeri kita yang mayoritas beragama Islam, tentu kita rutin mendengar tentang berita pelecehan seksual yang pelakunya ialah tokoh agama Islam.Â
Namun, tahukah anda? beberapa negara lain yang mayoritas non-muslim ternyata juga berperilaku demikian. Seperti contoh, di negara Thailand yang mayoritasnya beragama buddha, terdapat kasus 3 bocah yang dilecehkan oleh seorang biksu, kemudian dipekerjakan di vihara tanpa digaji sepeserpun. Dalam kasus ini, pelakunya pun sama, tokoh agama buddha yang dikenal sebagai biksu.Â
Kemudian di India yang mayoritas beragama Hindu, terdapat kasus wanita yang dilecehkan oleh pemuka hindu saat melakukan ritual agamanya lalu pelaku tersebut dituntut 6 tahun penjara. Demikian pula diberbagai belahan eropa, terdapat kasus pelecehan sekitar 3.200 anak yang dilakukan oleh Imam Gereja Katholik, serta di Perancis terdapat kasus 200.000 anak menjadi korban pelecehan seksual pastor. (dikutip dari DetikNews)
Lalu, mengapa hal tersebut bisa terjadi? Mengapa Tokoh/Petinggi Agama banyak yang terlibat dalam kasus pelecehan seksual sebagai pelaku?
1. Terdapat adanya budaya kultus.
Pada akhirnya, harus kita akui bahwa didalam agama apapun, terdapat sebuah kultur untuk mengkultuskan/menganggap suci/menganggap para tokoh agama itu makhluk tanpa cela yang jika dinalar tidak mungkin melakukan hal-hal berdosa seperti yang diajarkan oleh agama masing-masing, karena masyarakat berpikir bahwa tokoh agama ialah seseorang yang lebih memahami seluk beluk ajaran agama dibandingkan yang lain, dimana dalam agama manapun tentu terdapat pengajaran yang berisikan seruan untuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat jahat.
Pada titik tersebut yang menyebabkan para pemuka agama terjebak untuk merasa aman dan tidak tersentuh/merasa suci.
2. Hilangnya nalar kritis
Ketika kita berhadapan dengan seseorang yang menjadi tokoh agama, biasanya kita akan menghormatinya, mengaguminya, menganggap ia adalah sosok yang suci karena lebih mengenal agama dibanding kita, kita menjadi sungkan untuk berbuat seenaknya kepada orang-orang tersebut. Hal ini menyebabkan nalar kita untuk berpikir kritis terhadap orang lain menjadi menurun dikarenakan kekaguman tersebut sehingga orang-orang demikian lolos dari prasangka atau kecurigaan kita.Â
Dalam hal ini, kita semestinya selalu waspada untuk semua orang terutama orang yang dekat dengan agamanya seperti tokoh agama tadi. Sehingga jika para petinggi agama mulai melakukan hal yang menyeleweng, kita bisa waspada dan melakukan hal yang semestinya seperti menegurnya atau melaporkan/menuntut perlakuannya kepada yang berhak, bukan karena ia adalah orang yang kelihatan paham betul tentang keagamaan, lalu ketika ia melakukan hal menyeleweng kita menganggap itu hal yang positif dan menganggap perlakuannya ialah selalu benar.
3. Minim pengawasan
Minimnya pengawasan terhadap tokoh agama sering terjadi dikalangan masyarakat, karena mereka telah menganggap bahwa tokoh agama adalah orang yang suci dan tidak mungkin melakukan hal-hal negatif. Nyatanya, banyak terjadi kasus pelecehan yang disebabkan oleh tokoh agama itu sendiri. Mereka merasa memiliki peluang yang sangat leluasa untuk melakukan hal yang mereka suka dengan kepercayaan masyarakat yang mereka sia-siakan. Hal ini dapat membahayakan kita, tokoh agama, dan agama itu sendiri.
Perlu kita ingat, bahwa perlakuan buruk pun terjadi tidak hanya karena memiliki niat terselubung, namun juga karena kesempatan terbuka yang menggoda untuk melakukan hal negatif tersebut.
4. Menganggap bahwa tokoh agama dengan agamanya adalah satu dan saling terikat.
Banyak dari kita yang selama ini tidak dapat memisahkan antara Agama dengan Tokoh Agama. Hanya karena seseorang yang berhadapan dengan kita ialah Tokoh Agama, bukan berarti semua perkataannya ialah benar dan sesuai dengan perintah agama. Manusia ialah makhluk yang tidak sempurna dan Tokoh Agama ialah manusia yang masih banyak kurangnya. Perspektif kita terhadap Tokoh Agama ialah seseorang yang suci harus dihapus, karena itu kesalahan dan membuat kita lengah akan sesuatu yang dapat terjadi.
 (dikutip dari pernyataan Sherly Annavita)
Pengawasan harus terus dilakukan walaupun bersama dengan Tokoh Agama yang dianggap suci perkataan maupun perbuatannya sekalipun, karena tidak ada yang menjamin bahwa Tokoh Agama semuanya benar, kecuali Rasulullah SAW bersama Sahabat-sahabatnya pada zaman nabi. Pernyataan Rasulullah tidak dapat diragukan lagi untuk menyampaikan kebenaran atas izin Allah dan penyampaiannya ialah mutlak dan wajib kita anut dalam agama Islam, serta agama lain pun menganut tokoh-tokoh terdahulu dari agama mereka masing-masing.
Semoga berbagai kasus pelecehan dan kejahatan apapun yang melibatkan Tokoh Agama tidak akan terjadi lagi. Semoga para tokoh agama betul-betul mengamalkan apa yang diajarkan oleh agamanya sendiri, karena semua agama pasti mengajarkan kepada kebaikan dan perintah meninggalkan keburukan.Â
Jangan sampai agama kita yang bersih, suci, agung, menjadi kotor, ternodai dan tercemar dikarenakan perilaku manusia bahkan manusia yang terlihat dekat dengan agama kita seperti Tokoh-tokoh Agama, berupa pengetahuan mereka yang sangat luas terhadap agama kita, namun kurang mengamalkannya dalam kehidupannya sendiri. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT, Aammiinn
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H