Mohon tunggu...
Syahrani Khairun Nisa
Syahrani Khairun Nisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Remember when your God is bigger than your problem.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Perkembangan Psikologis Lansia (Lanjut Usia) : Peran Keluarga dalam Perkembangan Psikososial pada Lansia

11 Desember 2024   12:43 Diperbarui: 20 Desember 2024   19:27 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Perkembangan psikologis pada lansia mencakup berbagai perubahan, mulai dari fisik, kognitif, hingga psikososial, yang terjadi seiring bertambahnya usia. Lansia, yang umumnya didefinisikan sebagai individu berusia 60 tahun ke atas, cenderung menghadapi penurunan kemampuan dalam beradaptasi terhadap tekanan lingkungan (Ratnawati, 2017).

Jenis-jenis perkembangan pada lansia meliputi apa saja?

1. Perkembangan Kognitif: Lansia sering mengalami penurunan fungsi berpikir dan memori seiring bertambahnya usia (Putra & Masnina, 2021).

2. Perkembangan Psikososial: Kesejahteraan lansia sangat dipengaruhi oleh tingkat kemandirian dan dukungan sosial yang mereka terima (Han et al., 2015).

Dukungan yang diberikan oleh keluarga dan komunitas memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas hidup lansia, membantu mereka tetap aktif dan merasa dihargai (Subekti, 2017). Nah, karena topik kita merujuk ke dukungan sosial yang ditujukan kepada keluarga, disini kita akan memperdalam pembahasan mengenai perkembangan psikososial pada lansia!

Apa saja jenis perkembangan psikososial pada lansia?

Dalam artikel “8 Stages of Psychosocial Development from 0-65 Years Old,” Siloam Hospitals menjelaskan tahapan psikososial manusia melibatkan konflik pada setiap fase kehidupan. Berikut adalah tahapan psikososial menurut Erik Erikson:

  1. Tahap I (0–1 Tahun): Trust vs. Mistrust
    Bayi belajar mempercayai atau tidak mempercayai orang lain berdasarkan kualitas perawatan yang diterima.

  2. Tahap II (1–3 Tahun): Autonomy vs. Shame and Doubt
    Anak mulai belajar mandiri. Dukungan orang tua memupuk rasa percaya diri, sementara larangan berlebihan dapat menimbulkan rasa malu dan ragu.

  3. Tahap III (3–6 Tahun): Initiative vs. Guilt
    Anak mulai berinisiatif melalui bermain dan berinteraksi sosial. Kurangnya kesempatan dapat menyebabkan rasa bersalah.

  4. Tahap IV (7–11 Tahun): Industry vs. Inferiority
    Anak belajar keterampilan baru dan membandingkan diri dengan orang lain. Dukungan meningkatkan rasa percaya diri; sebaliknya, pembatasan menimbulkan rasa rendah diri.

  5. Tahap V (12–18 Tahun): Identity vs. Role Confusion
    Remaja mencari jati diri. Keberhasilan membangun identitas menghasilkan kejelasan tujuan hidup, sedangkan kegagalan memicu krisis identitas.

  6. Tahap VI (19–29 Tahun): Intimacy vs. Isolation
    Dewasa muda membangun hubungan intim. Keberhasilan menciptakan hubungan yang bermakna, sedangkan kegagalan dapat menyebabkan isolasi.

  7. Tahap VII (30–64 Tahun): Generativity vs. Stagnation
    Individu berkontribusi pada generasi berikutnya. Mereka yang produktif merasa bermakna, sementara yang tidak merasa stagnan.

  8. Tahap VIII (65 Tahun ke Atas): Ego Integrity vs. Despair
    Lansia merefleksikan hidupnya. Kepuasan menciptakan kebanggaan, sedangkan penyesalan menimbulkan keputusasaan.

Tahap terakhir perkembangan psikososial menurut Erik Erikson terjadi pada usia 65 tahun ke atas, ketika seseorang memasuki masa lansia. Pada tahap ini, individu cenderung merefleksikan perjalanan hidupnya, termasuk pencapaian, keputusan, dan pengalaman yang telah mereka lalui.

Ego Integrity
Lansia yang berhasil mencapai ego integrity akan merasa puas dengan hidup mereka. Mereka menerima kehidupan apa adanya, termasuk keberhasilan maupun kegagalan, serta merasa bangga atas apa yang telah mereka capai. Individu dengan ego integrity mampu menghadapi kenyataan tentang penuaan dan kematian dengan ketenangan, karena mereka merasa hidup mereka bermakna dan berkontribusi bagi orang lain atau masyarakat.

Despair
Sebaliknya, individu yang merasa hidupnya penuh penyesalan atau tidak sesuai harapan cenderung mengalami despair. Mereka mungkin merasa waktu yang tersisa tidak cukup untuk memperbaiki kesalahan atau mencapai impian yang belum tercapai. Hal ini sering kali menimbulkan rasa putus asa, kecemasan, bahkan depresi. Lansia yang mengalami despair mungkin sulit menerima penuaan dan memiliki ketakutan yang mendalam terhadap kematian.

Faktor yang Mempengaruhi
Beberapa faktor yang memengaruhi hasil di tahap ini meliputi hubungan keluarga, dukungan sosial, dan kesehatan fisik maupun mental. Lansia yang memiliki hubungan baik dengan orang terdekat cenderung lebih mudah mencapai ego integrity, sedangkan isolasi sosial dapat memperburuk despair.

Tahap ini sangat penting karena menentukan kualitas hidup lansia, termasuk bagaimana mereka menjalani sisa hidup dengan rasa damai dan penuh makna. Dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar sangat berperan dalam membantu lansia menghadapi tahap ini dengan positif.

Pemahaman aspek ini dapat membantu dalam menciptakan intervensi yang mendukung kesejahteraan lansia.

Kemudian, Apa saja faktor internal yang memengaruhi perkembangan psikososial lansia?

Menurut Kartinah dan Sudaryanto (2008), beberapa faktor internal memengaruhi perkembangan psikososial lansia, yaitu:

  1. Kesehatan Fisik: Penurunan kondisi fisik sering kali meningkatkan ketergantungan lansia pada orang lain dan berdampak pada kondisi mental mereka.
  2. Kemampuan Kognitif: Melemahnya kemampuan berpikir dapat menghambat adaptasi sosial dan memicu rasa kesepian.
  3. Kesehatan Psikologis: Perubahan peran sosial sering menyebabkan kecemasan dan depresi yang memengaruhi kesejahteraan emosional.
  4. Stres: Tingkat stres yang tinggi membuat lansia lebih rentan terhadap gangguan psikososial.
  5. Usia: Semakin bertambah usia, lansia cenderung menghadapi lebih banyak masalah fisik dan mental (Putra & Masnina, 2021).

Memahami faktor-faktor ini penting dalam menciptakan pendekatan holistik untuk mendukung lansia.

Lalu, Apa peran yang harus dilakukan keluarga dalam perkembangan psikososial lansia?

Qamariyah dan Sudrajat (2013) menyatakan bahwa keluarga, sebagai pihak terdekat, memiliki tanggung jawab penting dalam memenuhi kebutuhan lansia, baik dalam aspek materi maupun non-materi. Salah satu peran utamanya adalah memastikan kebutuhan psikososial lansia terpenuhi, sehingga mereka dapat menikmati masa tua yang bahagia dan sejahtera bersama keluarga. Asumsi ini menekankan bahwa keluarga berperan besar dalam mendukung kesejahteraan psikososial lansia.

Keluarga memainkan peran penting dalam perkembangan psikososial lansia melalui:

1. Dukungan Emosional: Memberikan rasa aman dan kasih sayang untuk mencegah depresi dan isolasi (Juita & Shofiyyah, 2022).

2. Pengasuhan Fisik dan Psikologis: Memenuhi kebutuhan dasar lansia, seperti perawatan kesehatan dan aktivitas sehari-hari (Lase & Souisa, 2021).

3. Interaksi Sosial: Hubungan yang rutin dan positif dengan anggota keluarga membantu mencegah kesepian (Fadhlia & Sari, 2021).

4. Edukasi dan Motivasi: Membantu lansia memahami kondisi kesehatan mereka dan mendorong keterlibatan dalam aktivitas (Luthfa, 2018).

Kesimpulan

Kesimpulannya yaitu seiring bertambahnya usia, lansia menghadapi tantangan yang tidak hanya bersifat fisik tetapi juga psikososial. Mulai dari pentingnya mempertahankan kemandirian, menghadapi tekanan emosional, hingga refleksi hidup yang mendalam, dukungan dari keluarga dan lingkungan sosial menjadi kunci untuk memastikan mereka tetap merasa dihargai dan bermakna.

Referensi :

Ratnawati, E. 2017. Asuhan keperawatan gerontik. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Putra, D., dan R. Masnina. (2021). "Hubungan Fungsi Kognitif Dengan Tingkat Kemandirian Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda." Penelitian Mahasiswa Borneo (BSR) 2(2):852--58.

Han, G. et al., 2015. Viscosity , Micro-Leakage , Water Solubility and Absorption in a Resin-based Temporary Filling Material. , 8(October).

Subekti, I. (2017). Perubahan psikososial lanjut usia sendiri di rumah. Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia, 3(1), 23--35.

Siloam Hospitals. (n.d.). 8 stages of psychosocial development from 0-65 years old. Retrieved December 20, 2024, from https://www.siloamhospitals.com/en/informasi-siloam/artikel/8-stages-of-psychosocial-development-from-0-65-years-old

Qamariah, R., & Sudrajat, A. (2013). Motif keluarga dalam pemenuhan kebutuhan psikososial lansia. Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya  

Agus Sudaryanto, Kartinah. 2008. "Masalah Psikososial Pada Lanjut Usia," diakses pada 28 Agustus 2018.

Juita, D., & Shofiyyah, N. (2022). Peran Keluarga Dalam Merawat Lansia. Al-Mada: Jurnal Agama, Sosial, Dan Budaya , 5 (2), 206-219. https://doi.org/10.31538/almada.v5i2.2413

Lase, N.P. and Souisa, D.L.R. 2021. Peran Keluarga bagi Orang Usia Lanjut. SUNDERMANN: Jurnal Ilmiah Teologi, Pendidikan, Sains, Humaniora dan Kebudayaan.

FADHLIA, Nurul; SARI, Rina Puspita. Peran Keluarga Dalam Merawat Lansia Dengan Kualitas Hidup Lansia. Adi Husada Nursing Journal, [S.l.], v. 7, n. 2, p. 86-93, jan. 2022. ISSN 2502-2083. Available at: . Date accessed: 11 dec. 2024. doi: https://doi.org/10.37036/ahnj.v7i2.202.

Luthfa, I. (2018). Perbedaan Kualitas Hidup Lansia yang Tinggal Bersama 

Keluarga dengan Lansia yang Tinggal di Rumah Pelayanan Sosial. Jurnal 

Wacana Kesehatan, 3(1).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun