Mohon tunggu...
Syahrani DwikusumaBahri
Syahrani DwikusumaBahri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Universitas Airlangga

Saya adalah mahasiswi di Universitas Airlangga, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, program studi akuntansi. Kesibukan saya banyak sekali alias cape bos:(

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pemerintah dan Vaksin Karya Anak Bangsa

19 Juni 2022   15:15 Diperbarui: 19 Juni 2022   15:24 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Sudah hampir dua tahun yang lalu, lebih tepatnya tanggal 1 Desember 2019, pasien pertama virus corona di Wuhan, China menunjukkan gejala terinfeksi virus SARS-Cov-2 dan semenjak saat itu wabah tersebut telah meluas menjadi pandemi di dunia.

Penyebaran yang cepat menjadi alasan kenapa COVID-19 bisa menjadi pandemi dunia. Melansir dari WHO, virus ini bisa menyebar melalui droplet atau percikan air yang keluar dari sistem pernapasan seperti batuk, bersin, dan bahkan berbicara. 

Selain droplet,virus ini juga menyebar melalu kontak fisik juga permukaan yang terkontaminasi. Bahkan, riset terbaru virus ini juga bisa menyebar karena buruknya ventilasi.

Virus ini secara umum menyerang sistem pernapasan. Secara luas, penderita COVID- 19 bisa digeneralkan kedalam 2 tipe, yaitu tidak mengalami gejala sama sekali dan yang kedua adalah mengalami gejala. Gejala biasa dirasakan penderita sekitar 2---14 hari setelahterpapar virus corona. 

Gejala umum yang dirasakan oleh penderita, adalah demam, batuk kering, hilangnya indra perasa dan penciuman, dan kelelahan. Namun, gejala juga bisa lebih parah apabila penderita mempunyai komorbid ---peyakit bawaan ---seperti diabetes, TBC, asma, dan juga maagh.

Kasus pandemi sekarang telah menjadi isu yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Di awal terjadinya pandemic ini, banyak negara yang menerapkan sistem lockdown seperti Inggris, Singapura, Perancis, juga Indonesia. Indonesia menerapkan lockdown selama dua minggu untuk menghentikan masuk-keluarnya turis juga barang yang berasal dari luar negeri, transportasi lokal, juga transportasi laut.

 Bahkan, sekolah dan tempat kerja pun dialihkan menjadi daring. Hal yang tidak dihentikan oleh pemerintah hanyalah sektor-sektor kritis, seperti bahan pokok. Dalam waktu dua minggu ini, pemerintah juga gencar mengedukasi masyarakat betapa pentingnya menjalankan 6m (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas, menghindari makan bersama di luar.

Selain 6m, kegiatan meningkatkan imun seperti GERMAS juga menjadi hal yang sangat dibicarakan. Germas meliputi, makan dengan gizi yang seimbang, rajin olahraga dan istirahat cukup, jaga kebersihan lingkungan, minum air 8 gelas sehari, tidak merokok, makan makanan yang dimasak sempurna dan jangan makan daging yang berpotensi menularkan, cuci tangan pakai sabun, 

gunakan masker bila batuk atau tutup mulut dengan lengan atas bagian dalam, dan tidak lupa berdoa. Seiring berjalannya waktu, pemerintah memiih untuk hidup dengan pandemi dengan banyak menerapkan kebijakan baru seperti PSBB, New Normal, dan yang terbaru adalahPPKM yaitu Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat khusus daerah Jawa dan Bali sejak 3 Juli 2021 sampai sekarang dan bisa terus diperpanjang dengan menimbang angka kasus COVID-19.


Di pertengahan pandemi COVID-19, negara-negara besar seperti China, Amerika Serikat, Inggris, juga Indonesia berlomba-lomba memerintahkan para ilmuwan terbaiknya untuk menemukan obat atau penangkal yang efisien seperti vaksin untuk menyikapi virus ini. Dr. Scott Gottlieb, mantan komisioner FDA mengatakan,

"Negara pertama yang sampai ke garis finish (dalam menemukan vaksin), adalah yang pertama akan berhasil memulihkan ekonominya dan juga pengaruh globalnya". Hal ini dikarenakan penemuan vaksin ini bisa diperjual-belikan baik di negaranya sendiri juga negara lain. Mengingat banyak perekonomian negara-negara yang collapse, 

menjual vaksin bisa menjadi salah satu bisnis yang menjanjikan, karena tentu banyak juga negara-negara yang membutuhkan stok vaksin untuk rakyatnya.


Akan tetapi, untuk mendapatkan paten global, antar negara harus bersaing. "Sementara itu, ada lebih dari 100 kandidat vaksin yang menjanjikan di seluruh dunia, hanya satu yang akan memenangkannya," kata Mercurio kepada VOA. Sistem paten global akan menjagokan "winner take all approach" atau "sang pemenang akan meraih semuanya", yang berarti usaha-usaha lainnya (untuk menemukan vaksin) tidak akan diberi penghargaan.

Hal ini benar-benar titik temu antara masalah Kesehatan, politik, dan ekonomi. Maka tak jarang, banyak negara yang main sikut untuk permasalahan paten global ini. Jika China dengan vaksin Sinnovac, Amerika Serikat dengan Moderna dan Pzifer, dan Inggris dengan Astrazenneca-nya. Indonesia berani tampil dengan vaksin Merah-Putihnya.

Vaksin Merah Putih ini dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Dalam pengembangannya, pemerintah bekerja sama dengan dengan empat universitas dan dua lembaga. Keempat universitas itu yakni Universitas Airlangga (Unair), Universitas GadjahMada (UGM), Universitas Indonesia (UI), dan Institut Teknologi Bandung (ITB). 

Sementara itu dua lembaga yakni Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Vaksin ini telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam menangkal Covid-19, sehingga diharapkan dapat diproduksi pada tahun 2022. Namum sayangnya, pengembangan vaksin Covid-19 merah putih terkendala di proses uji klinis tahap tiga. Kesulitannya adalah mencari relawan untuk uji klinik.

Lalu, bagaimana solusi dari permasalahan tersebut? Melansir dari kontan.co.id, Fedik menyebutkan, untuk relawan sudah disiapkan alternatif strateginya. Unair, Universitas Airlangga, berencana akan melibatkan para mahasiswanya untuk menjadi relawan dalam uji klinik tahap 3 nantinya. Hal ini dikarenakan, masyarakat yang sudah menjalani vaksinasi COVID-19 tidak bisa mencalonkan diri sebagai relawan atas uji klinik tahap 3 vaksin Merah Putih ini.

Seiring berjalannya vaksinasi yang gencar dijalankan oleh pemerintah, masyarakat jadi mempertanyakan nasib vaksin karya anak bangsa ini kedepannya. Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19, Ismunandar, menyatakan kemungkinan vaksin Merah Putih digunakan sebagai booster atau suntikan tambahan vaksin Covid-19.


Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi mutasi virus corona yang menyebar belakangan di Indonesia. Ditambah lagi, belum ada kepastikan berapa lama imunitas bertahan dalam tubuh manusia yang sudah divaksinasi. "Apabila vaksin Merah Putih belum siap dalam waktu dekat, maka vaksin Merah Putih akan menjadi alternatif untuk ketersediaan vaksin di masa depan. Baik sebagai booster. Kita belum tahu, apakah memang vaksin atau vaksinasi yang telah kita peroleh akan bisa mempertahankan imunitas kita," kata Ismunandar dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VII DPR, Rabu (16/6/2021).

Vaksin Merah Putih diharapkan bisa menjadi tonggak baru bagi Indonesia agar bisa mengharumkan nama bangsa di kancah internasional, khususnya di bidang Kesehatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun