Mohon tunggu...
Syahrani Abda Syakura
Syahrani Abda Syakura Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidikan Sosiologi UNJ

Membaca jendela dunia, menulis mencetak sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hallyu Wave: Budaya Kapital, Pastiche, dan Simulasi

16 Juni 2023   08:13 Diperbarui: 16 Juni 2023   08:21 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hallyu sebagai budaya Pastiche dan simulasi

Budaya dominan dengan peminat yang banyak melahirkan apa yang disebut Jameson sebagai budaya Pastiche. Meniru budaya sebagai salinan kosong dan mencampurkan elemen budaya yang berbeda sehingga menghasilkan suatu yang baru. Gelombang Korea dengan K-pop-nya yang masuk ke Indonesia sekitar tahun 2011 dan menjadi populer melahirkan bentuk peniruan budaya dengan munculnya boyband dan girlband yang divariasikan menggunakan lagu berbahasa Indonesia, alih-alih kreativitas murni budaya ini menjadi 'budaya kutipan' yang megikuti budaya sebelumnya.

Dalam pemikiran Jameson ia juga mengutip konsep 'simulasi' dalam pemikiran Baudrillard yang terjadi pada budaya postmodern. Dimana simulasi membuat budaya postmodern kehilangan realitas dan digantikan dengan citra material sebagai representasi kenyataan. Hal inilah yang terjadi dalam Hallyu Wave. Budaya korea yang menampakkan aktor cantik dan tampan dalam drakornya, atau pada idola-idola K-popnya membuat masyarakat percaya bahwa hal tersebut merupakan kenyataan yang ada di Korea sebagai gen yang menghasilkan kecantikan dan ketampanan yang alami. Padahal apa yang ditampilkan dalam drama merupakan kenyataan palsu, banyak dari kecantikan yang diperoleh adalah hasil dari operasi plastik. Kemudian template drama korea yang cenderung romantis memanipulasi masyarakat dengan keadaan yang melebihi kenyataan atau hyperreality, membawa imajinasi sebagai realita palsu ke dalam realitas sebenarnya. Cerita romantis menjadi representasi agar masyarakat korea dapat percaya akan cinta yang sebenarnya karena banyaknya kasus perceraian yang terjadi di negara tersebut. Namun adanya simulasi membuat masyarakat tidak peduli bahwa tentang apa yang dilihatnya sebagai suatu kenyataan asli atau hanya sebuah kepalsuan.

Pastiche dan simulasi juga terjadi dalam komik-komik dan cerita dalam drama korea. Pastiche melahirkan komik-komik dan drakor dengan cerita tentang sejarah, mitos dari budaya korea yang kemudian dimodifikasi menjadi sebuah cerita yang diinginkan dan mengikuti perkembangan zaman, memunculkan sebuah simulasi dari narasi-narasi yang diberikan kepada masyarakat. Pastiche dan simulasi ini menghilangkan cerita dan makna yang sebenarnya dalam sejarah dan mitos yang dipercaya, namun keindahan dari citra yang diberikan membuat konsumen percaya bahwa cerita-cerita tersebut merupakan hal yang nyata atau cenderung tidak lagi peduli pada perbedaan keduanya. Misalnya seperti drakor My Roomate is Guminho, yang menggabungkan kepercayaan dari mitos rubah ekor sembilan dengan era modern saat ini, atau cerita-cerita kerjaan yang dikemas layaknya sejarah yang sebenarnya dengan tokoh dan daerah yang benar adnaya namun ceritanya sudah tidak lagi asli dan dibumbui oleh hiburan semata contohnya adalah drakor Empress Ki, Fusion-sageuk, Dae Jang Geum, Dong-Yi. Atau cerita webtoon dengan judul uga-uga yang mengangkat cerita tentang suku primitif di korea yang juga dipercaya sebagai sejarah dari korea itu sendiri, namun telah dibumbui dengan narasi hiburan dan cerita fiksi karangan serta budaya modern yang ada.

 

Kesimpulan

Gelombang Korea atau Hallyu Wave yang merebak ke hampir seluruh dunia, memuat budaya ini sebagai budaya popular yang dapat dinikmati oleh berbagai kalangan. Namun budaya popular ini dimanfaatkan oleh kapital dalam membuat berbagai produk-produk yang kemudian dikomersialkan. Banyaknya peminat membuat kaum kapitalisme mampu mengekploitasi para penggemar yang fanatik dengan budaya korea seperti boyband/girlband, drama korea, manhwa, dll dengan harga yang cukup fantastis, dan hal tersebut dilihat sebagai hal wajar bagi para penggemarnya untuk menjadi mirip dengan idola mereka dan sebagai bentuk dukungan.

Akan tetapi, banyaknya peminat dari Hallyu Wave ini membuat budaya tersebut tidak bermakna, seperti yang disebut Jameson sebagai budaya Pastiche. Budaya yang diproduksi masyarakat hanya sekedar budaya kosong yang meniru budaya sebelumnya untuk memenuhi pasar dari banyaknya peminat. Budaya ini juga disebut Jameson sebagai simulasi yang menggantikan realitas dengan citra material sebagai realitas palsu yang memanipulasi masyarakat sehingga masyarakat tidak peduli bahwa tentang apa yang dilihatnya sebagai suatu kenyataan asli atau hanya sebuah kepalsuan.


Referensi

Aditya. (2022, March 10). Postmodernisme Dalam pandangan Fredric Jameson. Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman. Retrieved April 5, 2023, from https://lpikuinsgd.org/postmodernisme-dalam-pandangan-fredric-jameson/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun