"Koq nama Saya nggak disebut?"
"Koq aku nggak di tag, nggak di mention?"
"Padahal Aku lo yang berjasa."
"Itu Aku lo yang nyumbang."
Segala puji MILIK ALLAH. Segala puji hanya UNTUK ALLAH. Itulah Alhamdulillah.
Kalau ada orang yang senang sekali dipuji, berarti dia sudah mengkorupsi haknya Allah, kata guru Saya.
Ketika kita sudah mengatakan Alhamdulillah, jangan lagi kita minta bagian untuk dipuji, untuk minta disebut oleh manusia.
Demikian pula halnya dengan cacian.
Kebaikan apapun yang kita lakukan, kadang ada yang tidak suka, kadang ada komentar negatif.
Kita tidak bisa mengontrol perkataan orang lain, tidak bisa mengontrol penilaian orang lain terhadap kita. Yang bisa kita lakukan adalah menyikapi terhadap setiap kejadian tersebut. Balik mencaci, marah, atau abaikan saja. Â
Caci maki orang lain, tidak seberapa dibandingkan aib kita, dibandingkan kekurangan kita yang tersebunyi.
Dosa dan aib kita itu pasti lebih banyak dibandingkan caci maki orang. Â
Kata pesulap merah, dia nggak peduli dengan pujian dan cacian manusia. Sandarannya adalah Allah.
"Dipuji tidak terbang, dicaci tidak tumbang." Itulah prinsip dari Mas Anies.
Ya, tentu tidak semudah itu aktualisasinya karena manusia itu pada dasarnya suka dipuji, tidak suka dicela.
Solusinya, belajarlah meningkatkan ilmu ikhlas. Ikhlas itu hanya dua kata. LAKUKAN-LUPAKAN. Setiap melakukan kebaikan, segeralah melupakannya. Jangan diungkit-ungkit. Setiap mendapatkan cacian, kita ingat dosa dan aib kita.
Bukan bermaksud menggurui, karena ini juga reminder untuk Saya pribadi. Saya juga masih belajar. Belajar ikhlas ini, seumur hidup. Â
Semoga kita bisa meningkatkan kualitas diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H