Mohon tunggu...
Muhammad Syahran Ananta
Muhammad Syahran Ananta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Psikologi Universitas Airlangga

A Newbie Writer

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Rivalitas dalam Sepak Bola: Identitas Sosial, Bentrokan dan Cara Mencegah

1 Juni 2023   19:18 Diperbarui: 1 Juni 2023   19:30 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rivalitas Dalam Dunia Sepak Bola: Bentrokan dan Cara Mencegahnya

Dewasa ini, banyak sekali penggemar dari dua kubu sepak bola yang merupakan rival antar satu sama lain terlibat baku hantam di luar stadion. Bahkan, tidak jarang dalam bentrok terdapat korban jiwa. Ini tentunya mencederai tujuan utama sepak bola, yakni untuk menyatukan kita semua. 

Kita semua pasti bertanya-tanya mengapa hal tersebut bisa terjadi. Mengapa bisa para penggemar sepak bola bisa se-fanatik itu dengan klub yang ia dukung? Sehingga mereka bisa tega menghilangkan nyawa sesama penggemar sepak bola yang bertujuan untuk menonton tim kesayangannya yang sedang bertanding. Dalam tulisan ini penulis akan mencoba menganalisis mengapa hal tersebut bisa terjadi dalam perspektif psikologis

  1. Menjadi penggemar suatu klub, proses mencari identitas sosial

Mari kita berkenalan dengan salah satu teori dalam ilmu Psikologi, yakni teori identitas sosial. Teori identitas sosial pertama kali dicetuskan oleh Henri Tajfel yang dibantu oleh John Turner sekitar tahun 1970-1980. 

Tajfel mengatakan bahwa kelompok (kelas sosial, keluarga, klub sepak bola) merupakan sumber yang penting dalam mencari kebanggaan dan juga kepercayaan diri bagi individu. Bergabung ke dalam suatu kelompok memberikan kita identitas sosial. Identitas yang membuat kita merasa "penting" berada di masyarakat.

Dalam teori identitas sosial, terdapat tiga tahap dimana seseorang bisa mendapat identitas sosial yaitu, kategorisasi, identifikasi, dan perbandingan. Kita biasa mengkategorisasikan orang sehingga kita bisa melihat mereka sebagai Us (kami) atau in-group dan Them (mereka) atau out-group. 

Dalam konteks sepak bola, misal saya memilih untuk menjadi penggemar Manchester United, maka saya akan melihat sesama penggemar Manchester United sebagai in-group dan melihat penggemar sepak bola lain sebagai out-group.

Setelah melakukan proses kategorisasi kita masuk ke proses kedua yakni Identifikasi. Proses identifikasi ini dimulai ketika kita mengadopsi identitas kelompok yang telah kita kategorisasikan sebagai kelompok kita. Dalam proses identifikasi ini akan tercipta suatu ikatan emosional dengan kelompok kita. Dimana kepercayaan diri dan kebanggaan kita bisa dipengaruhi oleh kelompok. 

Sebagai contoh, penulis merupakan penggemar Manchester United, maka penulis berperilaku bagaimana seorang penggemar Manchester United berperilaku. Penulis menonton setiap pertandingan mereka, membeli jersey mereka, menyanyikan chants mereka, dan lain-lain. Penulis merasa bangga dan kepercayaan diri penulis meningkat jika mereka berhasil memenangkan pertandingan atau trofi. Sebaliknya penulis merasa sedih dan kecewa jika mereka menelan kekalahan.

Terakhir yakni perbandingan, setelah kita selesai mengkategorisasikan diri kita sebagai bagian dari suatu kelompok dan mengidentifikasikan sebagai bagian dari kelompok tersebut, maka kita akan membandingkan kelompok kita secara positif dengan kelompok lain. 

Misalnya, pada saat ini kita tahu bahwa Manchester City tengah mendominasi kompetisi Premier League dengan memenangkannya secara tiga kali berturut-turut. 

Penulis sebagai penggemar Manchester United akan mencari sisi positif dari klub yang penulis dukung agar masih memiliki rasa percaya diri menjadi bagian dari kelompok itu. Penulis kemudian membandingkan jumlah trofi yang dimenangkan oleh Manchester United dibandingkan Manchester City, disitu kepercayaan diri penulis langsung meningkat dan penulis merasa legowo dengan pencapaian Manchester City. 

Ada juga contoh lain yang sering kita temui di media sosial. Kalian pasti sering menemui unggahan yang membandingkan Cristiano Ronaldo dengan Lionel Messi. Dalam komentar unggahan tersebut, seringkali kita lihat penggemar Ronaldo dan Messi saling melempar olok-olokkan dan juga memberi statistik dimana idola kebanggaan merekalah yang lebih baik. Kedua contoh itulah merupakan proses perbandingan sosial dimana kita harus merasa in-group kita harus lebih "kuat" dibandingkan out-group. 

  1. Mengapa fenomena bentrok antar penggemar sepak bola yang merupakan rival satu sama lain acap kali terjadi?

Hal tersebut sering kali dipicu oleh adanya tindak provokasi dari salah satu tim suporter, sehingga sering terjadi bentrokan. Bentrokan ini sering terjadi jika ada pertandingan dimana salah satu tim bertemu dengan rival satu kotanya (Derby Della Madonina) atau rival berbeda kota (North West Derby). 

Karena tensi yang sangat tinggi dan juga kondisi yang mendukung (sedang melakukan perebutan gelar juara) memang para suporter mudah tersulut emosinya jika tim kesayangan mereka menelan kekalahan. 

Sehingga harus ditanamkan bahwa menang kalah itu hal yang biasa saja, menelan satu kekalahan bukan merupakan akhir dunia bukan? Jangan sampai kita menyakiti sesama manusia hanya karena permainan 90 menit. 

  1.  Bagaimana membangun rivalitas yang didasari dengan sportifitas?

Dalam membangun rivalitas yang didasari dengan sportifitas pertama-tama harus dilihat dari lingkup kelompoknya. Jika kelompok menjunjung tinggi sportifitas dalam norma kelompoknya, maka para anggotanya akan ikut mewujudkan hal tersebut. Jika dalam lingkup kelompoknya mendukung anarkisme dalam nilai-nilai yang dijunjung maka hasilnya tidak akan baik. Sehingga kita harus memilih fanbase secara selektif jangan asal pilih.

Kedua, jangan anggap out-group kita sebagai musuh, melainkan sebagai saudara yang harus kita kalahkan. Jangan timbulkan prasangka atau melakuikan tindakan diskriminatif terhadap out-group kita. 

Misal jika penggemar dari klub kota lain berkunjung ke stadion anda, maka kita harus sambut dengan hangat. Seperti ucapan yang sering kita dengar "lawan selama 90 menit di lapangan, kawan selamanya di luar lapangan". Ingat in-group dan out-group itu penting dalam konteks sepak bola karena itu membangun semangat kompetisi, tetapi jangan sampai itu menimbulkan konflik di antara kita.

Referensi:

Mcleod, Saul. (2023). Social Identity Theory: Definition, History, Examples, & Facts. Simply Psychology. https://www.simplypsychology.org/social-identity-theory.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun