Mohon tunggu...
syahnira mayarani
syahnira mayarani Mohon Tunggu... Lainnya - ..

.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Surat Darimu

21 November 2020   18:14 Diperbarui: 21 November 2020   19:41 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namaku Sora. Hari-hariku berjalan seperti biasa. Sekolah, belajar, melihat teman sekelasku dibuli, istirahat makan siang. Ya, melihat teman sekelasku juga merupakan keseharianku di sekolah. Teman – teman sekelas yang lain juga tidak ada yang peduli. Tapi lama – kelamaan aku muak juga sih. Maka pada hari itu aku pun membulatkan tekad untuk menghentikan pembulian itu. Aku membela anak yang dibuli itu. Dalam dua hari, aku langsung menjadi target anak – anak pembuli itu.

Hari itu, aku disiram air sampai basah kuyup oleh para pembuli itu.

“ Sora, aku minta maaf.. gara gara aku kamu jadi begini” kata Nana sambil menangis. Nana adalah anak yang kubela kemarin.

“kenapa malah kamu yang minta maaf,” kataku sambil menggemgam tangannya agar dia tidak semakin merasa bersalah.

Pada malam hari, Nana menelponku. Ia menyampaikan bahwa ia akan segera pindah sekolah. Mendengar hal itu aku sempat diam sejenak. “terus aku bagaimana?” menyedihkan sekali aku hampir bilang seperti itu. Setelah selesai berbincang dengan Nana aku menceritakan hal itu kepada nenekku.

“aku sedikit menyesal menolong anak itu, seharusnya aku tetap diam saja seperti teman – teman sekelas yang lain” kataku setelah bercerita dengan nenek

“tapi aku akan lebih menyesal jika aku tidak menolongnya,”

Setelah memikirkan hal itu, aku pun memutuskan untuk pindah juga.

Selama ini aku tinggal di rumah nenekku. Aku memutuskan untuk pindah ke rumahku yang dulu, dan bersekolah di sana. Rumahku yang dulu berada di desa dan dekat dengan gunung. Setelah pindah, aku mengirimkan surat untuk Nana. Dalam surat itu, aku mengabarkan bahwa aku juga pindah.

Akhirnya hari ini tiba. Hari pertama aku bersekolah di sekolah yang baru. Setelah perkenalan, aku pun duduk di meja yang kosong. Di sekolah yang baru aku juga sendirian. Orang – orang membicarakanku di belakangku. Aku bingung apa yang salah denganku. Apa karena aku kabur dari masalahku?

Aku pun menangis di mejaku. Aku mencari tisu di kolong meja, tetapi yang kutemukan adalah sebuah surat. Aku membuka surat itu. Surat itu berisi tentang penulis surat itu ingin mengenalkan sekolah ini kepadaku. Di dalam suratnya juga ada gambar teman – teman sekelas beserta namanya agar aku bisa mengingat teman – teman sekelas dengan mudah. Penulis surat itu juga menulis jika aku ingin membaca surat darinya lagi aku harus mencari surat keduanya yang berlokasi di perpustakaan. 

Lalu aku pergi ke perpustakaan dan mencari surat keduanya. Aku menemukan surat keduanya, karena dalam surat pertamanya ia memberikan petunjuk dimana ia menyelipkan surat keduanya itu. Surat keduanya berisi rekomendasi buku – buku yang menarik. Dia juga menuliskan lokasi surat ketiganya. 

Selain itu, dia juga menuliskan bahwa buku yang diselipkan surat kedua ini merupakan buku kesukaannya. Aku pun memeriksa daftar peminjam buku tersebut untuk mengetahui namanya. Kebetulan hanya ada satu nama dalam daftar peminjam buku itu. Namanya adalah Horan.

Aku memeriksa daftar teman sekelas yang ia buatkan. Tidak ada yang namanya Horan di kelasku. Aku berpikir mungkin dia anak kelas lain. Sejujurnya, berkat daftar teman sekelas yang Horan buatkan, aku menjadi lebih dekat dengan teman – teman sekelas. Karena aku dapat mengingat nama mereka semua.

Aku mencari surat ketiga di atap sekolah, dekat tempat latihan memanah. Disana aku bertemu dengan seorang laki – laki. Aku menyangka bahwa dia adalah Horan yang menulis surat – surat itu. Tetapi dia sudah lebih dulu pergi setelah melihatku. Kupikir dia pergi kemana, ternyata dia berlatih memanah. Aku pun melanjutkan mencari surat ketiga. Surat ketiga berisi lokasi surat berikutnya, yaitu di kandang kelinci.

Di kandang kelinci aku menemukan surat keempat dan juga makanan kelinci. Lalu aku memberi makan kelinci – kelinci disana. Tiba – tiba orang yang kulihat di atap datang. Kami berdua terkejut melihat satu sama lain. Aku memutuskan untuk berkenalan dengannya.

‘hai, namaku Sora,”

“aku Peter, kamu dapat makanan kelinci itu darimana? Dari Horan ya?”

“iya, kamu temannya Horan?’

“…bukan,” ia menjawab dengan muka kesal.

Setelah itu kami berpisah.

Waktu istirahat makan siang tiba. Aku makan bersama teman – temanku yang baru. Mereka mengobrol tentang lomba panah. Mereka bilang tiap tahun eskul panah selalu menang dalam perlombaan. Tetapi tahun ini mereka khawatir tidak memenangkannya.

“tiap tahun Horan memenangkan lomba panah, tahun ini hanya ada Peter. Dia bisa menang ga ya?”

‘Horan?” tanyaku karena penasaran.

“iya, tiap tahun dia mewakili sekolah kita mengikuti lomba panah. Tapi dia sekarang sudah tidak ada, dia pindah sekolah,”

Ternyata Horan sudah pindah sekolah. Jadi kursi yang aku duduki saat pertama kali datang ke sini adalah kursi Horan sebelum dia pindah. Padahal aku sangat ingin berterima kasih kepadanya.

Di surat keempat tertulis surat berikutnya akan kutemukan jika aku pergi ke belakang kandang kelinci lalu menutup mata sambil berjalan lima langkah ke depan, tujuh langkah ke kanan, lalu maju sepuluh langkah ke depan. Petunjuknya aneh sekali, tapi aku tetap mengikutinya. Saat membuka mata tiba – tiba di depanku ada Peter. Dan juga aku berada di sebuah tempat yang sepertinya adalah markas rahasia milik orang.

“Sora?! Kamu ngapain di sini?” Tanya Peter terkejut melihatku.

Aku pun menjelaskan tentang surat Horan kepada Peter. Kami pun menemukan surat itu bersama – sama. Setelah itu Peter menceritakan kisah dia dengan Horan. Dulu Peter berteman dengan anak – anak nakal. Lalu suatu hari mereka bertengkar karena perbuatan anak – anak nakal itu sudah keterlaluan. Saat itu, Horan menemukan Peter menangis di tengah hutan, Horan menenangkan Peter, lalu akhirnya mereka berteman.

“sudah kuduga kamu dan Horan pasti berteman,” kataku setelah mendengar cerita Peter.

“tidak, sepertinya hanya aku yang berpikir begitu. Saat Horan pindah, dia tidak bilang apapun padaku,” jawab Peter.

“dan bahkan dia meninggalkan surat buat anak yang ga dia kenal… menyebalkan,” kata Peter kesal.

Peter memutuskan untuk pergi. Aku pun membuka surat yang tadi kami temukan. Setelah kubaca surat itu, ternyata surat itu ditujukan untuk Peter. Aku pun memberikannya sebelum Peter pergi. Surat itu berisi:

            Untuk Peter,

Maaf aku meninggalkan surat ini dan pergi begitu saja. Aku nggak bisa bertemu dan pamit padamu karena aku ga bisa berjanji denganmu.

Aku tidak ingin mengucapkan selamat tinggal. Tapi semoga kamu tetap sehat sampai kita bertemu kembali. Aku selalu bersyukur karena kamu selalu jadi teman terbaikku,                                                     

                                                                                                                                                                                                                                                                  Dari Horan

Peter terus berulang kali membaca surat itu. Peter tidak mengeluarkan air mata, tapi dia terlihat seperti ingin menangis. Sejak saat itu, aku dan Peter mencari dan membaca surat dari Horan bersama – sama.

Hari ini aku dirawat di rumah sakit karena demam. Peter menjengukku, aku sedang mengobrol dengan dokter. Peter bertanya bagaimana aku bisa dekat dengan dokter di sini. Lalu aku menceritakan bahwa saat kecil aku dirawat di rumah sakit ini dalam waktu yang lama.

Peter mengatakan dia akan mencari surat selanjutnya lalu membacanya bersama ku di sini. Aku setuju, karena aku juga penasaran dengan surat selanjutnya. Peter pun kembali ke sekolah dan mencari surat dari Horan. Pada sore hari aku mendapat telefon dari Peter. Peter berbicara dengan tergesa – gesa tentang surat yang dia temukan, aku sama sekali tidak mengerti perkataannya. Aku menyuruhnya tenang dan berbicara perlahan – lahan.

“Horan.. dia bukan pindah ke luar negeri,”

“apa maksudmu?” Tanyaku bingung.

“dia pergi untuk operasi..katanya penyakit masa kecilnya kambuh lagi,” jelas Peter sambil menangis.

“tempat surat terakhir.. ada di taman bagian anak rumah sakit tempat kamu dirawat sekarang,”

“surat yang ini ada di tempat aku dan Horan pertama kali bertemu. Makanya aku ga tau tempat persis surat terakhirnya. Sora, dulu kamu pernah tinggal di daerah sini kan? Kamu juga bilang pernah dirawat lama di rumah sakit kan? Apa waktu kamu dirawat dulu, kamu pernah bertemu dengan Horan?” Tanya Peter.

“… menurutku dari awal Horan itu engga nulis surat untuk sembarang orang yang duduk di kursinya, tapi dia menulis surat itu untuk kamu yang akan duduk di kursinya,” sambung Peter.

Setelah mendengarkan Peter aku langsung pergi mencari surat terakhir itu. Aku pergi ke taman bagian anak, aku menemukan surat terakhir Horan di semak – semak taman. Amplop surat itu bukan berisi surat, tetapi tiket kereta menuju kota. Aku menelpon Peter dan mengatakan tentang tiket itu. Peter dan aku sepakat untuk pergi ke kota sesuai tiket dari Horan. Waktu keberangkatan keretanya adalah tiga hari setelah kami menemukan surat terakhirnya.

Hari dimana aku dan Peter berangkat menemui Horan pun tiba. Peter dan aku sangat gugup. Kami tidak mengatakan sepatah kata pun selama perjalanan. Setibanya di kota, kami mencari Horan. Lalu kami dipanggil oleh seorang pria yang sedang bersama dengan istrinya memegang surat. Mereka adalah orang tua Horan. 

Mereka mengatakan bahwa Horan sudah tiada. Operasi yang Horan jalani gagal, dan ia pun meninggal dunia. Ibu Horan memberi kami surat sambil berlinang air mata. Aku dan Peter tidak bisa berkata – kata. Hati kami hancur saat mendapat surat itu. Padahal setiap menemukan surat dari Horan kami sangat bersemangat, tetapi kali ini berbeda. Kami membaca surat itu dengan berat hati, surat itu berisi :

Untuk Sora dan Peter,

Saat itu, sedang ada permainan mencari harta karun di rumah sakit. Anak – anak lain mencari harta karun itu, sedangkan aku bersembunyi di semak – semak bermain origami. Saat itulah aku bertemu denganmu, Sora. Kamu tiba – tiba datang ke tempat persembunyianku lalu menemaniku. Kamu adalah anak yang ceria dan sangat baik. kamu membawaku ke setiap sudut rumah sakit, berkat kamu aku jadi lebih beradaptasi dengan kehidupan di rumah sakit. Ada hari – hari di saat aku sulit bertahan, tapi karena ada kamu hari-hari menyenangkan juga ada banyak. Sora punya banyak teman, sedangkan aku hampir tidak punya selain Sora. Saat mendengar Sora akan keluar dari rumah sakit, rasanya hatiku sangat terluka. Saat itu kamu meninggalkan pesan di bawah mejaku agar aku bisa cepat sehat dan kita akan ketemu lagi. Aku akan selalu ingat kebaikanmu selamanya. Aku keluar dari rumah sakit tiga bulan setelah itu. Aku bisa masuk sekolah dari SD sampai SMP. Tapi saat kelas tiga SMP penyakitku kembali kambuh. Aku pun akan dioperasi. Aku tidak mau memberi tau Peter dan teman – teman lainnya karena tidak ingin mereka khawatir. Aku tidak bisa berjanji dengan Peter kalau kita akan bertemu lagi. Karena aku juga tidak tau bagaimana hasil operasi ini.

Saat itu aku sedang berbicara dengan wali kelas, lalu aku melihat dokumen perpindahan Sora. Lalu aku meminta wali kelas untuk membuatmu duduk di bangkuku. Saat itulah permainan surat ini dimulai. Mirip dengan permainan mencari harta karun kan? Pasti kalian bisa menemukan setiap surat dengan cepat. Awalnya aku membuat surat – surat hanya untuk Sora, tapi aku mau Sora dan Peter bisa berteman akrab. Makanya aku mengatur tempat suratnya di tempat yang biasanya Peter dan aku datangi. Kamu menyadari itu kan, Peter?

Padahal seandainya penyakitku kambuh lebih lama, aku bisa bersama – sama kalian, bermain bersama kalian, sayang sekali jadi seperti ini. Padahal aku masih mau memanah bersamamu Peter, dan mengejekmu jika tidak mengenai target. Sekarang kalian berteman kan? Yang akur ya walaupun aku tidak ada. Oh iya, aku minta maaf aku bilang tiket kereta itu adalah surat terakhir ternyata bukan. Kupikir aku bisa sembuh dan bertemu kalian lagi. Tapi ternyata operasiku tidak berhasil. Aku akan menitipkan surat ini ke orang tuaku yang akan memberi surat ini ke kalian, ini adalah surat terakhirku untuk kalian. Terima kasih sudah mau membaca surat dari ku ini. Terima kasih sudah menjadi temanku yang sangat berharga. Aku sangat menyayangi kalian. Selamat tinggal. 

Terima kasih banyak,

                                                                                                                                                                                                             Dari Horan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun