Mohon tunggu...
syahmardi yacob
syahmardi yacob Mohon Tunggu... Dosen - Guru Besar Manajemen Pemasaran Universitas Jambi

Prof. Dr. Syahmardi Yacob, Guru Besar Manajemen Pemasaran di Universitas Jambi, memiliki passion yang mendalam dalam dunia akademik dan penelitian, khususnya di bidang strategi pemasaran, pemasaran pariwisata, pemasaran ritel, politik pemasaran, serta pemasaran di sektor pendidikan tinggi. Selain itu, beliau juga seorang penulis aktif yang tertarik menyajikan wawasan pemasaran strategis melalui tulisan beberapa media online di grup jawa pos Kepribadian beliau yang penuh semangat dan dedikasi tercermin dalam hobinya yang beragam, seperti menulis, membaca, dan bermain tenis. Menulis menjadi sarana untuk menyampaikan ide-ide segar dan relevan di dunia pemasaran, baik dari perspektif teoritis maupun aplikatif. Gaya beliau yang fokus, informatif, dan tajam dalam menganalisis isu-isu pemasaran menjadikan tulisannya memiliki nilai tambah yang kuat, khususnya dalam memberikan pencerahan dan solusi praktis di ranah pemasaran Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Desa Wisata atau Wisata Desa: Menakar Terminologi dan Implementasi Kepariwisataan

1 November 2024   16:50 Diperbarui: 1 November 2024   17:04 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Pengantar

Pariwisata berbasis desa di Indonesia telah menjadi salah satu tren yang menunjukkan perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dipicu oleh perubahan preferensi wisatawan yang semakin mengarah pada keinginan untuk mencari pengalaman lokal yang autentik, termasuk keterlibatan dalam kehidupan dan budaya masyarakat setempat. Wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, kini semakin tertarik pada pengalaman yang tidak hanya menyajikan keindahan alam, tetapi juga interaksi langsung dengan masyarakat desa dan budaya lokal. Tren ini mencerminkan pergeseran dari model pariwisata massal menuju pariwisata yang lebih berkelanjutan dan berbasis komunitas, di mana interaksi dan penghargaan terhadap lingkungan dan budaya lokal menjadi nilai tambah bagi wisatawan.

Selain didorong oleh minat wisatawan, pengembangan pariwisata desa juga mendapat dorongan kuat dari pemerintah Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bersama dengan dukungan Dana Desa telah menetapkan target untuk meningkatkan jumlah dan kualitas desa wisata sebagai bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat desa dan pengembangan ekonomi lokal. Program pengembangan desa wisata ini diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat desa, serta memperkenalkan dan melestarikan budaya dan tradisi lokal. Pada tahun 2024, pemerintah menargetkan terbentuknya lebih dari 2.000 desa wisata sebagai kontribusi langsung terhadap ekonomi pedesaan dan penanggulangan kemiskinan di wilayah-wilayah tertinggal (Kemenparekraf, 2022).

Dalam konteks pengembangan desa sebagai destinasi pariwisata, terdapat dua konsep yang sering digunakan, yaitu Desa Wisata dan Wisata Desa. Meskipun kedua istilah ini tampak serupa dan kadang-kadang dipertukarkan dalam penggunaannya, sebenarnya terdapat perbedaan mendasar dalam konsep, pendekatan pengelolaan, serta dampak yang dihasilkan. Desa Wisata merujuk pada desa yang dikembangkan secara menyeluruh sebagai destinasi wisata. Dalam konsep ini, semua aspek kehidupan desa, termasuk lingkungan alam, budaya, adat istiadat, dan aktivitas masyarakat, menjadi daya tarik utama bagi wisatawan. Pendekatan ini berfokus pada integrasi seluruh potensi desa dengan tujuan menghadirkan pengalaman yang lengkap dan otentik, serta melibatkan masyarakat desa sebagai aktor utama dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan terkait pariwisata.

Di sisi lain, Wisata Desa adalah konsep yang lebih sederhana dan berfokus pada kegiatan wisata tertentu yang dapat dilakukan di desa, tanpa menjadikan seluruh desa sebagai destinasi wisata. Dalam Wisata Desa, wisatawan diundang untuk ikut serta dalam aktivitas spesifik seperti bertani, berkebun, atau belajar membuat kerajinan tangan, yang biasanya tidak mencakup aspek kehidupan desa secara keseluruhan. Konsep ini lebih fleksibel dan tidak memerlukan partisipasi penuh dari seluruh masyarakat desa, serta lebih cocok bagi desa-desa yang masih dalam tahap awal pengembangan pariwisata dan belum memiliki infrastruktur atau kapasitas pengelolaan yang cukup untuk menjadi destinasi pariwisata yang komprehensif.

Pemahaman yang mendalam mengenai perbedaan antara Desa Wisata dan Wisata Desa sangat penting untuk menentukan strategi pengembangan yang sesuai, sehingga dampaknya terhadap masyarakat desa dapat dimaksimalkan. Kedua konsep ini menawarkan manfaat ekonomi bagi masyarakat desa, namun dengan pendekatan dan skala yang berbeda. Desa Wisata cenderung menciptakan dampak yang lebih luas karena melibatkan seluruh desa dan mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sedangkan Wisata Desa memiliki dampak yang lebih terbatas namun memberikan keuntungan ekonomi yang dapat dirasakan langsung oleh individu atau kelompok kecil dalam desa.

Tulisan ini akan membahas perbedaan konseptual antara Desa Wisata dan Wisata Desa, mencakup perbedaan dalam pendekatan pengelolaan, partisipasi masyarakat, dan dampak sosial-ekonomi yang dihasilkan. Selain itu, akan dibahas pula bagaimana kedua konsep ini dapat diintegrasikan untuk menciptakan model pariwisata desa yang berkelanjutan dan inklusif. Integrasi Desa Wisata dan Wisata Desa diharapkan mampu menjadi solusi efektif dalam pengembangan pariwisata pedesaan yang tidak hanya meningkatkan ekonomi lokal tetapi juga menjaga kelestarian budaya dan lingkungan desa di Indonesia.

Pembahasan

Konsep Desa Wisata adalah pendekatan pariwisata yang dirancang untuk mengembangkan desa sebagai destinasi wisata secara holistik, memanfaatkan seluruh potensi yang ada di desa, termasuk kekayaan budaya, keindahan alam, dan aktivitas keseharian masyarakatnya. Desa Wisata berfokus pada penyediaan pengalaman wisata yang menyeluruh, di mana wisatawan dapat menikmati tidak hanya lanskap atau budaya tertentu, tetapi juga berinteraksi dengan kehidupan sehari-hari masyarakat desa. Pendekatan ini juga memberikan kesempatan bagi masyarakat lokal untuk berperan aktif dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan mengenai destinasi wisata di desa mereka, yang dikenal sebagai pariwisata berbasis komunitas atau community-based tourism. Dalam model ini, partisipasi aktif dari masyarakat sangat ditekankan, karena keterlibatan langsung mereka akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi serta menjaga kelestarian budaya dan lingkungan. Menurut Okazaki (2008), pariwisata berbasis komunitas mendorong warga desa untuk merasa memiliki dan bertanggung jawab atas pengembangan wisata di wilayah mereka, menciptakan dampak positif yang lebih berkelanjutan.

Salah satu contoh sukses penerapan Desa Wisata di Indonesia adalah Desa Nglanggeran di Yogyakarta. Desa ini telah menerapkan manajemen pariwisata berbasis komunitas secara menyeluruh, melibatkan masyarakat desa dalam setiap aspek pengelolaan, mulai dari penyambutan wisatawan hingga pelaksanaan kegiatan wisata seperti edukasi budaya dan upaya konservasi lingkungan. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan daya tarik Desa Nglanggeran sebagai destinasi wisata alam yang indah tetapi juga memberikan nilai tambah bagi masyarakat melalui penghasilan yang berkelanjutan. Keberhasilan Desa Nglanggeran bahkan mendapat pengakuan internasional sebagai salah satu Best Tourism Village oleh United Nations World Tourism Organization (UNWTO) pada tahun 2021. Data dari UNWTO menunjukkan bahwa desa ini mampu meningkatkan pendapatan rata-rata masyarakat dari Rp8 juta menjadi Rp15 juta per tahun, sebuah pencapaian yang menggambarkan bagaimana model Desa Wisata dapat memberikan dampak ekonomi langsung yang signifikan bagi komunitas lokal.

Di sisi lain, Wisata Desa mengadopsi pendekatan yang lebih sederhana, berfokus pada pengalaman wisata tertentu tanpa harus mengembangkan seluruh desa sebagai destinasi wisata. Wisata Desa biasanya menawarkan kegiatan wisata yang bersifat edukatif atau rekreatif, seperti bertani, berkebun, atau belajar membuat kerajinan tangan khas desa. Wisatawan yang tertarik pada Wisata Desa biasanya mencari pengalaman yang singkat namun bermakna di lingkungan pedesaan, tanpa memerlukan komitmen waktu yang panjang atau menjelajahi seluruh desa. Pendekatan ini tidak menuntut perubahan besar dalam struktur desa atau keterlibatan seluruh masyarakat, dan sering kali dikelola oleh individu atau kelompok kecil yang memiliki ketertarikan khusus pada kegiatan tertentu. Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021, sekitar 45% wisatawan domestik menyatakan ketertarikan terhadap pengalaman singkat di desa seperti ikut serta dalam panen atau berinteraksi dengan petani. Konsep Wisata Desa ini memungkinkan desa-desa yang belum memiliki infrastruktur dan sumber daya yang memadai untuk mengelola destinasi wisata skala penuh tetap merasakan manfaat ekonomi pariwisata, meskipun dalam skala yang lebih kecil dan terbatas pada individu atau kelompok yang terlibat langsung.

Perbedaan antara Desa Wisata dan Wisata Desa menunjukkan dua pendekatan yang berbeda dalam pariwisata berbasis desa, namun keduanya dapat saling melengkapi dan diintegrasikan untuk menciptakan pengembangan pariwisata yang fleksibel dan berkelanjutan. Desa-desa yang baru mulai mengenal potensi pariwisata dapat menjadikan Wisata Desa sebagai tahap awal, memungkinkan masyarakat untuk beradaptasi dengan pariwisata tanpa tekanan besar atau tuntutan pengelolaan yang rumit. Pendekatan bertahap ini memberikan waktu bagi masyarakat lokal untuk memahami dinamika pariwisata dan membangun kapasitas mereka sebelum mengembangkan desa mereka menjadi Desa Wisata yang lebih komprehensif. Misalnya, banyak desa di Bali dan Yogyakarta yang memulai dengan mengadakan aktivitas Wisata Desa seperti pertanian, kerajinan, atau kegiatan budaya sederhana. Setelah masyarakat dan infrastruktur berkembang, desa-desa ini kemudian bertransformasi menjadi Desa Wisata dengan konsep yang lebih terintegrasi, menawarkan pengalaman yang lebih menyeluruh bagi wisatawan.

Melalui integrasi kedua konsep ini, desa-desa di Indonesia dapat membangun ekosistem pariwisata yang berkelanjutan dan inklusif. Wisata Desa dapat berfungsi sebagai langkah awal yang memperkenalkan masyarakat pada pariwisata dan memberikan dampak ekonomi langsung bagi individu atau kelompok yang terlibat. Sementara itu, Desa Wisata yang menyeluruh memungkinkan desa untuk menjadi destinasi wisata dengan manajemen komunitas yang memberdayakan masyarakat secara lebih luas. Dengan cara ini, Desa Wisata dan Wisata Desa dapat menciptakan dampak positif jangka panjang, memajukan perekonomian lokal, menjaga budaya, serta melestarikan lingkungan. Integrasi ini memungkinkan terciptanya pariwisata desa yang benar-benar berkelanjutan, menjawab kebutuhan wisatawan modern yang mencari pengalaman autentik, sekaligus memajukan kesejahteraan masyarakat desa.

Kesimpulan

Dalam konteks pengembangan pariwisata berbasis desa di Indonesia, Desa Wisata dan Wisata Desa memiliki karakteristik yang berbeda namun saling melengkapi. Desa Wisata, dengan pendekatan berbasis masyarakat yang holistik, memiliki potensi untuk menciptakan dampak yang lebih besar pada ekonomi, budaya, dan lingkungan masyarakat desa. Di sisi lain, Wisata Desa menyediakan alternatif yang lebih sederhana dan fleksibel, yang memungkinkan desa-desa untuk merintis kegiatan wisata tanpa memerlukan persiapan yang kompleks.

Integrasi antara konsep Desa Wisata dan Wisata Desa dapat menjadi strategi pengembangan yang efektif, terutama bagi desa yang baru mulai terlibat dalam pariwisata. Dengan memulai dari Wisata Desa sebagai tahap awal, desa dapat membangun kesiapan dan kapasitas masyarakat, sebelum beralih menjadi Desa Wisata yang lebih komprehensif dan berkelanjutan. Melalui strategi ini, diharapkan pariwisata desa di Indonesia dapat berkembang secara inklusif, berorientasi pada kesejahteraan masyarakat, serta berkelanjutan dalam menjaga nilai-nilai budaya dan alam desa.

Daftar Pustaka

  • Badan Pusat Statistik (BPS). (2021). Survey Wisata Pedesaan di Indonesia 2021. Jakarta: BPS.
  • Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). (2022). Data Desa Wisata di Indonesia. Jakarta: Kemenparekraf.
  • Okazaki, E. (2008). Community-Based Tourism: A Comparative Analysis. Tourism Management, 29(3), 599-610.
  • Suansri, P. (2003). Community Based Tourism Handbook. Thailand: Responsible Ecological Social Tour (REST).
  • United Nations World Tourism Organization (UNWTO). (2021). Best Tourism Villages by UNWTO - 2021. Madrid: UNWTO.
  • Widodo, T., et al. (2021). Pengembangan Wisata Desa: Tantangan dan Peluang di Indonesia. Jurnal Kepariwisataan Indonesia, 15(2), 123-135.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun