Mohon tunggu...
syahmardi yacob
syahmardi yacob Mohon Tunggu... Dosen - Guru Besar Manajemen Pemasaran Universitas Jambi

Prof. Dr. Syahmardi Yacob, Guru Besar Manajemen Pemasaran di Universitas Jambi, memiliki passion yang mendalam dalam dunia akademik dan penelitian, khususnya di bidang strategi pemasaran, pemasaran pariwisata, pemasaran ritel, politik pemasaran, serta pemasaran di sektor pendidikan tinggi. Selain itu, beliau juga seorang penulis aktif yang tertarik menyajikan wawasan pemasaran strategis melalui tulisan beberapa media online di grup jawa pos Kepribadian beliau yang penuh semangat dan dedikasi tercermin dalam hobinya yang beragam, seperti menulis, membaca, dan bermain tenis. Menulis menjadi sarana untuk menyampaikan ide-ide segar dan relevan di dunia pemasaran, baik dari perspektif teoritis maupun aplikatif. Gaya beliau yang fokus, informatif, dan tajam dalam menganalisis isu-isu pemasaran menjadikan tulisannya memiliki nilai tambah yang kuat, khususnya dalam memberikan pencerahan dan solusi praktis di ranah pemasaran Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Hilirisasi Industri: Harapan dan Tantangan bagi Ekonomi Era Presiden Prabowo

28 Oktober 2024   17:34 Diperbarui: 28 Oktober 2024   17:46 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pentingnya Kebijakan Fiskal dan Insentif Investasi

Kebijakan fiskal yang mendukung sangat penting untuk mendorong investasi pada sektor hilirisasi. Saat ini, pemerintah telah menerapkan insentif seperti tax holiday dan tax allowance untuk sektor pengolahan mineral dan perkebunan. Namun, laporan dari Asian Development Bank (ADB) menunjukkan bahwa kebijakan insentif fiskal yang konsisten dan stabil merupakan faktor kunci dalam menarik investasi jangka panjang, seperti yang terlihat di negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Stabilitas kebijakan ini diperlukan untuk memberikan kepastian kepada para investor, mengingat proyek hilirisasi biasanya membutuhkan waktu puluhan tahun untuk mencapai tingkat keuntungan yang optimal .

Di Indonesia, inkonsistensi dalam regulasi, terutama di sektor pertambangan dan energi, telah menghambat minat investor. Misalnya, larangan ekspor mineral mentah yang berubah-ubah menyebabkan ketidakpastian bagi perusahaan yang berinvestasi dalam smelter. Pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang terintegrasi antar-lembaga dan mempercepat proses perizinan agar investasi hilirisasi tidak terhambat oleh birokrasi yang kompleks .

Tantangan dalam Pendidikan Vokasi dan Keterampilan Tenaga Kerja

Hilirasasi industri membutuhkan tenaga kerja dengan keterampilan khusus, terutama dalam pengoperasian mesin dan teknologi pengolahan. Bank Dunia menyebutkan bahwa sekitar 40% tenaga kerja industri Indonesia hanya memiliki keterampilan dasar hingga menengah. Kurangnya keterampilan tinggi di sektor industri ini menjadi hambatan utama dalam penerapan teknologi di pabrik-pabrik pengolahan.

Untuk mengatasi kesenjangan ini, pendidikan vokasi dan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan industri harus menjadi prioritas. Menurut studi dari Asian Development Bank (ADB), model pelatihan berbasis industri yang diterapkan di Jerman, di mana sektor industri berkolaborasi dengan lembaga pendidikan, terbukti efektif dalam menciptakan tenaga kerja yang siap pakai di bidang hilirisasi. Di Indonesia, pendidikan vokasi yang diselaraskan dengan kebutuhan industri dapat menghasilkan tenaga kerja yang lebih kompeten, terutama di daerah-daerah terpencil yang menjadi basis operasi industri pengolahan .

Dampak Sosial-Ekonomi dan Pemerataan Pembangunan

Selain dampak ekonomi, hilirisasi juga dapat mendorong pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Proyek-proyek smelter dan industri pengolahan biasanya ditempatkan di luar Pulau Jawa, sehingga dapat mengurangi ketimpangan ekonomi antarwilayah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pembangunan smelter nikel di Sulawesi telah berkontribusi terhadap peningkatan rata-rata PDRB daerah sebesar 3-5% per tahun dan menciptakan lapangan kerja bagi sekitar 10.000 tenaga kerja lokal.

Namun, hilirisasi juga menimbulkan tantangan sosial dan lingkungan. Aktivitas industri pengolahan menghasilkan emisi dan limbah yang berpotensi mencemari lingkungan sekitar. Oleh karena itu, pemerintah harus menerapkan regulasi lingkungan yang ketat, serta mewajibkan perusahaan untuk mengadopsi teknologi ramah lingkungan. Dialog dengan masyarakat lokal juga penting untuk mencegah potensi konflik lahan dan memastikan dukungan sosial terhadap proyek-proyek hilirisasi. Menurut laporan dari Center for International Forestry Research (CIFOR), peran masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya dan pengambilan keputusan akan meningkatkan keberlanjutan proyek dan memperkuat hubungan antara perusahaan dan komunitas sekitar .

Kolaborasi dengan Sektor Swasta dan Internasionalisasi Hilirisasi

Sektor swasta, baik domestik maupun asing, memiliki peran krusial dalam mempercepat hilirisasi. Kerjasama antara pemerintah dan perusahaan multinasional dalam pengembangan kawasan industri menjadi contoh sukses dari sinergi yang menghasilkan manfaat besar. Salah satu contoh adalah kemitraan antara Tsingshan Group (perusahaan asal Tiongkok) dan pemerintah Indonesia dalam mengembangkan kawasan industri Morowali di Sulawesi, yang kini menjadi pusat pengolahan nikel terbesar di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun