Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Haji yang Tertunda?

7 Juni 2020   13:24 Diperbarui: 7 Juni 2020   13:23 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi jamaah haji Indonesia yang seharusnya berangkat tahun ini, perlu kesabaran yang ekstra, karena dipastikan pemerintah Indonesia melalui Kementrian Agama menunda pelaksanaan ibadah haji karena wabah covid-19 yang melanda seluruh dunia. Sekalipun informasi soal penundaan ini mendapat protes Komisi VIII DPR RI, pemerintah tetap menunda keberangkatan ibadah haji tahun 2020.

Berbagai kajian sejarah soal peristiwa wabah yang beberapa diantaranya pernah terjadi, dimana kota Mekah ditutup total untuk kegiatan ibadah  haji memang pernah beberapa terjadi. Sekalipun bahwa sejarah hanya suatu rangkaian peristiwa yang mungkin dapat memberikan informasi pada masa kini, namun perlu dilakukan tafsir ulang untuk melihat seberapa jauh informasi historis itu dapat dihubungkan dengan kenyataan masa kini.  

Paling tidak, sejarah dapat memberikan informasi masa lalu dan menjadi cermin atau keterkaitan dengan berbagai peristiwa pada saat ini. Sejarah, tidak mungkin diklaim sebagai suatu "kebenaran", kecuali hanya sebatas pijakan untuk menguak kebenaran-kebenaran lainnya yang mungkin saja akan lebih "mendekati" karena peristiwa masa kini diisi dengan berbagai fenomena sejarah.

Kita tentu merasakan, bagaimana mereka yang sudah ditakdirkan Tuhan sebelumnya untuk bertamu ke Rumah-Nya di Mekah, tiba-tiba Tuhan mentakdirkan hal lain, sehingga seluruh umat Muslim tertunda untuk bertamu ke Rumah-Nya? Sungguh, bagi mereka yang beriman, kepasrahan pada akhirnya jatuh kepada aturan yang dibuat manusia, tetapi panggilan Tuhan seakan tenggelam dalam realitas wabah yang entah sampai kapan berakhir.

Sekalipun bahwa kondisi ini belum tentu merupakan takdir-Nya yang buruk, terlebih ketika Tuhan "melarang" orang berkunjung ke Baitullah baik untuk ibadah haji maupun umroh. Jadi, taat kepada siapa mereka? Kepada Allah, Nabi-Nya, atau Ulil Amri? Ketiga entitas ini tentu saja "satu level" hanya saja taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mutlak, sedangkan kepada hal lainnya jelas bersifat nisbi.

Bagi kebanyakan manusia, terlebih umat Muslim yang hendak beribadah haji, kondisi ini jelas tidak membahagiakan, padahal, Islam itu agama bahagia sejak diperkenalkan pertama kali oleh Nabi Muhammad SAW. 

Dulu, ketika masyarakat Arab masih membeda-bedakan etnis dan ras, Islam muncul sebagai pendobrak kondisi ini, dimana Islam menempatkan dirinya sebagai agama inklusif, siapa saja boleh "masuk" tak ada perbedaan status Arab dan non-Arab atau sebaliknya, tak ada perbedaan mereka yang berkulit hitam dan berkulit putih, semua sama dihadapan Tuhan, sebab yang membedakan hanyalah ketakwaan dari masing-masing diantara mereka. 

Inklusivitas Islam mewujud sepenuhnya dalam konteks ibadah haji, dimana kita bisa menyaksikan betapa seluruh ras dan etnis manusia hadir, berbaur dalam suasana kepasrahan dan ketundukan kepada Tuhan, mengikat suatu tali persaudaraan yang begitu kuat dan rasa kasih sayang antarsesama yang sangat khidmat.

Nilai-nilai inklusivitas Islam saat ini mungkin sedikit terganggu, oleh banyak persoalan yang menghinggapi identitas pribadi manusia. Tidak hanya soal identitas kelompok atau politik, lebih jauh terdapat suatu "identitas keislaman" yang justru tampak ekslusif, dibangun sedemikian rupa oleh mereka yang memang merasa "benar sendiri" dan menganggap yang berbeda sebagai "salah sendiri". Tapi, biarlah, itu semua merupakan ekspresi dari kebebasan manusia yang tentu saja masing-masing akan mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah, bukan saat ini tapi nanti, ketika seluruh mulut terkunci dan hati tidak lagi sanggup menjadi saksi.

Tak perlu rasanya terus melakukan pembelaan-pembelaan untuk menunjukkan dalil-dalil kebenaran, bahwa haji itu pernah ditunda karena sesuatu hal, peperangan, kekacauan, atau wabah yang melanda wilayah di sebagian Jazirah Arab. Tak perlu juga terus menerus mengumbar dalil yang memaksa orang lain menerima agar "sadar" bahwa haji tahun ini sangat berbahaya karena akan bertaruh dengan nyawa. 

Bagi saya, ini pasti merupakan kekecewaan bahkkan mungkin saja kesedihan yang paling dalam, sebab haji itu ibadah yang begitu istimewa bagi setiap Muslim, dimanapun. Tanah Haram menjadi saksi bagi keimanan mereka karena napak tilas kehidupan seorang manusia sempurna, Nabi Muhammad SAW. Siapa yang tidak ingin berjumpa dengan Nabi-Nya? Siapa yang tidak ingin dekat dan bertemu dengan Tuhannya?

Kerinduan seorang Muslim untuk hadir di Tanah Suci, bercengkrama dengan simbol-simbol keagamaan yang sedemikian sakral, tak mungkin rasanya tergantikan oleh upaya tangan-tangan manusia atau peristiwa-peristiwa apapun yang terjadi di sekelilingnya. Tak ada rindu yang sedemikian besar, kecuali mendatangi dan berkunjung ke tempat ini, bersimpuh, bersujud, melupakan seluruh aktivitas dunia dan kita hanya mengharap bercumbu dengan-Nya. 

Setiap waktu, mereka yang berhaji selalu memanfaatkannya untuk bercengkrama dan bermunajat kapanpun dia mau. Mereka tak peduli dengan keterbatasan kemampuan mereka berbahasa Arab, tapi hati yang bersih dan condong kepada-Nya yang selalu berpadu pada akhirnya, dimana Dia sang Maha Agung ridha kepada kita dan kita-pun ridha dengan sepenuhnya ridha atas segala keputusan-Nya, baik ataupun buruk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun