Anehnya, moratorium PNS yang pernah diberlakukan pemerintah, tidak juga membuat nasib para pegawai honorer lebih baik, kecuali perubahan-perubahan nomenklatur tertentu yang mengutak-atik keberadaan pegawai honorer di semua lini pemerintahan.Â
Berbagai berita tentang nasib para honorer yang diangkat media, sejauh ini hanya berhenti menjadi penghias berita utama yang tidak berdampak apapun bagi nasib honorer selanjutnya atau misalnya, menjadi perhatian utama pemerintah untuk diselesaikan persoalannya.
Para tenaga honorer sejauh ini memang harus mampu menentukan nasib mereka sendiri agar tidak tergantung pada harapan pengangkatan PNS oleh pemerintah.Â
Itulah sebabnya, ada saja mereka yang nyambi pekerjaan lainnya yang sangat bertolak belakang dengan rutinitas sehari-harinya sebagai pegawai honorer di intansi pemerintahan.
Walaupun, mereka lebih banyak disibukkan oleh beban kerja yang cukup berat bahkan seringkali melampaui tupoksinya sendiri, penghasilan mereka menjadi tenaga honorer jauh dari cukup jika dibandingkan dengan PNS yang baru satu bulan diangkat.Â
Inilah barangkali potret buram pegawai honorer dari satu sisi yang justru mengabaikan keahlian dan kinerja mereka dilihat dari ukuran kesejahteraan. Belum lagi soal tarik menarik kepentingan politik antarhonorer yang jelas memperumit konektivitas honorer menuju PNS.
Barangkali, harapan para pegawai honorer jika memang tidak memungkinkan diangkat menjadi PNS -karena terbentur aturan pemerintah- paling tidak bahwa pertimbangan atas pengabdian mereka kepada negara yang hampir "tanpa pamrih" dengan beban pekerjaan yang tidak masuk akal, terdapat harapan positif dan jelas status kepegawaian mereka melalui jalur P3K sebagaimana yang saat ini tengah dibicarakan.
Kesepakatan antara pemerintah dengan DPR untuk menghapus status pegawai honorer, pegawai tetap, dan pegawai tidak tetap, menjadi P3K cukup menjadi harapan baru bagi para pegawai honorer.
Semoga kesepakatan ini tidak berhenti dalam koridor "imbauan", namun tertuang dalam naskah legal yang mengikat dimana tentunya membuka jalan lebar-lebar bagi para pegawai honorer dengan kemampuan dirinya masing-masing secara kompetitif menduduki strata baru di alam birokrasi pemerintahan.
Sekalipun saya sendiri meragukan, apakah kompetisi dilakukan dalam suasana profesional dan kreatif ataukah tetap mengikuti ritme dan irama kepentingan politik tertentu, sehingga tetap "tebang pilih" untuk menetapkan si A atau si B untuk diproses secara cepat dan tertutup menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).Â
Kita tunggu saja bagaimana implementasi kesepakatan ini dalam pelaksanaannya.