Namun dengan sangat yakin, mereka yang senantiasa mengunjungi Mbah Moen merupakan murid-murid beliau yang akan tetap menyalakan api semangat tradisionalisme intelektual---dengan cara menyampaikan kembali pitutur dan keilmuan beliau kepada pihak lain---melalui transmisi intelektual sebagaimana suatu kelangsungan hidup dalam sebuah tradisi pesantren.Â
Kita tentu saja sulit mencarikan pengganti setaraf beliau yang tidak saja luas keilmuannya namun juga luhur budi pekertinya.Â
Mencari realitas pribadi yang terintegrasi antara tradisi intelektual dan keluhuran akhlak tentu saja tidak mudah di era saat ini, sekalipun kita tentu saja selalu berharap, Allah memberikan gantinya yang lebih baik.
Selamat jalan Mbah Moen, jasa-jasamu sulit dilupakan dan kepribadianmu yang baik tetap akan menjadi contoh bagi teladan dalam setiap bingkai kehidupan.Â
Para santrimu tentu saja generasi-generasi masa depan yang tetap teguh memegang amanat keilmuan dan yang terpenting kepribadian yang luwes dan sederhana, mampu berdiri tegap diantara semua golongan, kelompok, agama, dan bahkan bangsa.Â
Sekalipun saya hanya bertemu sekali, namun seolah telah banyak belajar hidup dari beliau bertahun-tahun, sebab apa yang beliau tuturkan serasa melekat dalam sanubari dan tetap mengingatnya dalam seluruh kebaikan selama saya hidup.
Tidak ada seorangpun yang tahu, di mana dirinya wafat, dan Mbah Moen "dipilihkan" Allah Mekah, sebagai tujuan akhir dari seluruh perjalanan hidupnya.Â
Mekah adalah kota suci, tempat paling baik yang dimulyakan sekaligus dirindukan oleh seluruh umat muslim dunia, tempat di mana para ulama nusantara sebelumnya juga menghadap-Nya di sana. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H