Tidak hanya dalam dikenal luas dalam bidang keilmuan agama Islam, Mbah Moen sekaligus dianggap sebagai tokoh politik.Â
Kesetiaannya berada dalam fusi "Partai Islam" yang sejak zaman Orde Baru dikukuhkan melalui PPP, tak pernah sedikitpun dirinya melirik parpol lain yang menjamur pasca reformasi, sekalipun "kultur politik" mengarahkannya mudah berubah haluan pandangan politik.
 "Islam iku dudu ono ning partai, Islam dudu ning PKB, dudu ning PPP, tapi Islam iku wujud dari 88 persen masyarakat Indonesia," demikian ketika beliau mengungkapkan alasan-alasannya kenapa dirinya tetap berada dalam komunitas "partai islam".
Ketika saya bertemu dengan beliau bersama dengan para peziarah lainnya, pesannya kuat, singkat, namun sangat bermanfaat: "ojo lali salat, sebab, salat iku tiange agomo!".Â
Beberapa kali beliau menceritakan sejarah silsilah masyarakat Indonesia yang disebutnya sebagai keturunan manusia yang paling unggul karena bangsa Indonesia sesungguhnya adalah keturunan Nabi Ibrahim yang darinya menurunkan bangsa Aria.Â
Terbukti, bahwa dalam serangkaian sejarah nusantara ada tokoh-tokoh pembaharu yang bernama "Aria", sebut saja salah satunya nama "Arya Penangsang" tokoh legendaris dalam kerajaan Demak yang paling kesohor, karena disebut dalam Serat Kanda.
Mbah Moen selalu meyakinkan para pendengarnya agar tetap bangga menjadi Indonesia dengan cara merawat berbagai tradisi yang telah sekian lama tegak dan dipelihara oleh para ulama sebelumnya.Â
Negara yang saat ini berdiri merupakan warisan leluhur dan para ulama nusantara, sehingga tak boleh ada satu kekuatan politik manapun yang boleh merubah, mengganti, atau bahkan menjadikan negeri ini menjadi "negara Islam".Â
Beliau beranggapan bahwa Indonesia sudah menjadi "dar al-Islam", di mana seluruh orang muslim bebas menjalankan ritual agamanya, bahkan dari tahun ke tahun jumlah rumah ibadah---terutama masjid---jelas bertambah dan bukannya berkurang.Â
Sebagai bagian dari umat Islam, kita tinggal memakmurkannya saja dan mempererat solidaritas keumatan dengan melepaskan ikatan-ikatan primordial kekelompokkan yang fanatik.
Saya dan tentu saja banyak di antara kita yang kehilangan sosok bersahaja ini, bahkan saya seolah baru saja bertemu kemarin dengan beliau dan pada hari ini beliau dipanggil Allah untuk menghadap-Nya dan tak mungkin kembali lagi untuk selama-lamanya.Â