Pemanfaatan kambing hitam ini justru yang menambah suasana keadilan semakin terkikis, padahal membangun kepercayaan bersama dengan memberikan rasa nyaman kepada semua pihak, jelas lebih penting daripada sekadar membuat asumsi-asumsi negatif.
Jadi, mari kita terima apapun keputusan mahkamah, tanpa harus diikuti rasa takut berlebihan, sebab mahkamah yang terambil dari istilah bahasa Arab,"hakama" yang berarti "memimpin", "memerintah" atau "mengadili" berarti ia merupakan tempat paling otoritatif dalam memerintah dan memutuskan suatu perkara hukum (mahkamah).Â
Istilah "mahkamah" ini seolah melepaskan diri dari keterkaitan sejarah pra-Islam di Nusantara, dimana dulu para hakim dalam sebuah mahkamah kerajaan diberi gelar "dharmadhyaksa" atau "kertopatti", tetapi dalam hal ini mereka tetap diberi gelar "hakim" konstitusi.
 Itu artinya, mahkamah erat kaitannya dengan nuansa teologis yang bahkan memiliki keterikatan dengan sejarah peradaban Islam yang kuat. Jika tidak mempercayai mahkamah, berarti sama halnya dengan tidak meyakini akan suatu "keputusan Tuhan" itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H