Yang sangat menyedihkan, pada akhirnya terjadi kerusuhan yang mengakibatkan rusaknya fasilitas umum dan pribadi yang merugikan banyak pihak, jelas ini merupakan kegiatan kriminal yang harus segera diselesaikan secara hukum.Â
Entah apa yang ada dalam benak dan dibalik batok kepala mereka yang dengan begitu gampangnya, membuat asumsi-asumsi atas pembenaran tindakan mereka yang didasari oleh ketidakadilan atau kezaliman para penguasa.
Maka  secara tegas Islam benar-benar menghindari sumber kekacauan sosial akibat benturan kepentingan politik dengan menyatakan bahwa mentaati Allah, Nabi, dan pemerintah seolah tak dapat dipisahkan.Â
Bahkan dalam banyak riwayat dijelaskan bahwa taat kepada penguasa itu tak bisa ditawar, sekalipun mereka berbuat zalim, maka mekanisme secara arif dan lunak, tetap dikedepankan sebagai bentuk kritik kepada mereka.Â
Bahkan lebih baik ada pemerintahan sekalipun buruk daripada kosong atau vakum sama sekali, sebab itu lebih berbahaya dalam meruntuhkan segala macam sendi keutuhan sosial dan politik.
Lalu, kenapa ada sementara masyarakat yang sedemikian benci pemerintah? Muak dengan para penguasa? Kebanyakan memang karena ada upaya penggiringan opini yang terus secara massif dijalankan oleh para pemangku kepentingan dan elit politik yang memang sedang mengincar pos-pos kekuasaan dan ladang-ladang bisnis yang memberikan berbagai keuntungan ekonomis.Â
Jika bukan hal tersebut apalagi? Agama, bagi saya, hanyalah alat yang dipakai sebagai "pembenar" dari setiap tindakan yang mereka lakukan dalam hal upaya memperburuk citra pemerintah di hadapan publik. Lebih mengerikan lagi, ketika agama justru dijadikan alat pembenaran bagi setiap caci-maki, fitnah, nyinyiran, kritikan, bahkan serangan-serangan dalam bentuk apapun terhadap pihak lain yang tidak sehaluan politiknya dengan mereka.
"Jika dalam ukuran manajemen menyebut bahwa potensi manusia itu dibangun melalui knowledge, skill, dan attitude, maka puasa merupakan bentuk manajemen potensi diri yang menggabungkan antara ilmu pengetahuan, amal perbuatan yang mendatangkan kemanfaatan."
Mereka hampir berhasil, menjadikan momentum puasa pada tahun ini porak-poranda, menjauhi nilai-nilai kebaikan, disiplin moral, ketundukan dan kepatuhan kepada Tuhan, menjadi percikan-percikan nafsu tak terkendali, terjatuh dalam kubangan birahi politik-kekuasaan yang kotor dan penuh teror. Benarkah ini yang kemudian digaungkan sebagai bentuk perjuangan agama?Â
Dengan merusak nilai-nilai puasa, mereka berteriak seraya merusak, menghancurkan setiap apa yang ada, lalu dengan semangat takbir justru berharap pemerintahan ini runtuh dengan cara dipaksa digulingkan di tengah jalan akibat nafsu yang tak tertahan? Hal ini tidak hanya mengerikan, tetapi jelas sangat menggelikan, ketika agama terus diperalat untuk melegitimasi satu kekuatan politik.
Saya bukan penganut teori bahwa tak ada pemisahan agama dengan negara, sekaligus saya tak sepenuhnya sepakat atas suatu konstruksi klasik yang menyebut bahwa Islam sebagai agama adalah suatu sistem yang lengkap mencakup tatanan sosial-politik yang telah baku sedemikian rupa.Â