Keagungan Alquran, keterjagaannya dari berbagai polusi bahasa atau perubahan, serta keotentikannya sebagai kitab suci paling terjaga dalam penelitian filologis, membuat kedudukan Alquran dijunjung tinggi dalam ajaran agama Islam. Tidak saja menjadi fondasi utama dalam ajaran agama, Alquran merupakan dokumen keagamaan yang tampak, sehingga memungkinkan untuk dikaji, diterjemahkan, ditafsirkan, bahkan diperdebatkan, tanpa harus mengubah keaslian ayat-ayatnya.Â
Hingga saat ini, kajian-kajian akademis yang menjadikan Alquran sebagai obyek penelitian, hampir tak pernah usang diungkap dan ditulis. Alquran seolah intan mutiara yang memancarkan cahaya dari segala sisinya dan siapapun bisa mengambil cara pandang sendiri sesuai dengan kecenderungan cahaya yang ada, tanpa menjatuhkan kedudukannya sebagai kitab suci yang sangat dihormati dan dimuliakan.
Itulah, kenapa Ramadan memiliki peristiwa yang maha penting, salah satunya adalah peristiwa diturunkannya Alquran yang kemudian diperingati dengan cara berpuasa: suatu tradisi kuno yang membuka ruang khusus untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Jika bukan karena Alquran, mungkin saja Ramadan hanya bulan biasa yang sama dengan bulan-bulan hijriyah lainnya. Wajar jika bulan ini disebut bulan kemuliaan, bulan barakah, dan bulan ampunan.Â
Alquran yang diturunkan pada malam-malam tertentu di bulan ini memancarkan cahaya kehidupan kepada seluruh umat manusia, maka yang merasakan tidak saja hanya dialami masyarakat Muslim yang memang bergembira menjalani puasa, tetapi kegembiraan terselip dalam diri mereka sekalipun tidak menjalani ibadah puasa. Mereka merasakan, betapa Ramadan memberi keberkahan kepada semua orang: pedagang, pegawai, pejabat, ulama, bahkan juga penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H